Setalah isya, ia langsung tidur. Weker pun dipasang. Tepat pukul dua dini hari ia akan bangun. Sebuah ember besar berisi air yang sudah disiapkan sebagai weker terakhir, jika terlalu dalam tidurnya alias molor. Ember itu layaknya robot yang bisa menyiram tuannya, apabila dua menit setelah pukul dua dini hari tidak bangun. Menakjubkan bukan.
Pukul 02.30 ia terbangun. Bajunya telah
basah. Ia bangun karena kedingingan. Setelah berganti pakaian serba hitam ia
melesat menuju ke rumah kakek. Sepanjang perjalanan ia mengumpat karena bangun
lebih telat dari pada yang ia kira. Padahal ia perlu ritual-ritual tertentu
agar misi berjalan mulus. Seperti kentut yang panjang mirip peluit atau senam
nafas kembang kempis secara bersamaan tidak saling menunggu.
Ia membenci bunyi kokok ayam jantan. Ia menyukai dengkuran, dan orang-orang yang terlihat putus asa ketika terlelap tidur.
Ia berhenti di halaman rumah kakek. Matanya awas melihat sekitar. Hanya kamar yang masih tersisa lampu temaram. Ia mendekati kamarnya dan melihat kakek masih meringkuk pulas. Ia pun mempercepat langkah menuju tempat dimana sepeda ontel terparkir. Pada saat yang sama kakek bangun dan mulai memulai ritualnya. Kencing dan kembali ke kamar dan duduk mengambil sesuatu untuk dikunyah sambil menunggu fajar.
Pencuri itu berhasil membuka slot pintu dengan mudah. Ia mendekati sepeda ontel zaman Belanda. Tangannnya gemeter ketika memegang stang sepeda. Kedua kakinya juga entah kenapa tiba-tiba terasa dingin. Tubuhnya gemeter hebat ketika sebuah suara mengagetkan ketika mulai menuntun sepeda ontel sepelan mungkin, sambil menghindari kursi dan meja.
“Ayo mau kemana, susah banget, kiri ya?” ucap sang kakek dari dalam kamar.
Mendengar ucapan kakek yang membuat tubuhnya agak limbung. Ia pun melangkah ke arah kanan.
“Bandel amat, sekarang kamu ke kanan, silahkan saya ikuti kemana saja kamu pergi,” Kata kakek lagi.
Pencuri pun melangkah ke arah kiri melewati kursi.
“Kiri lagi ya, hehe,” ungkap sambil tertawa.
Pencuri pun ke arah kanan menghindari meja.
“Kamu mau kemana sih, sekarang ke kanan lagi,” tutur sang kakek.
Begitu seterusnya. Pencuri pun makin limbung dan terjatuh ke lantai. Ia pun bangkit dan lari lintang pukang. Sambil memaki dirinya sendiri. “Kakek itu memang sakti, bisa menebak langkahku, sial!” tuturnya sambil berlari menghindari malam yang sebentar lagi pagi.
Kakek yang sedang makan marning, tak punya gigi. Marning yang keras itu selalu ke kanan dan kiri di mulutnya. Dan ia berbicara sendiri sambil mencari jagung itu ke arah geraham ompong kanan dan kiri. Kejadian berulang sampai para maling mengira ketahuan, padahal tidak.
0 Comments:
Posting Komentar