Jumat, 05 Desember 2014

GADIS MERAH SAGA

9

Bakul berisi sisa dagangan segera di gendong di belakang punggungnya. Bakul tersebut di ikat dengan selendang batik berwarna coklat muda. Lalu membuat simpul diantara keduanya. Kemudian bergegas meninggalkan tempat dimana Ia berdagang.

Baru melangkah beberapa kaki, dua orang berseragam polisi mencegat dirinya. Wajah Nara langsung pucat pasi, lututnya gemetaran. Ia berusaha mengendalikan diri agar terbebas dari tuduhan apapun.

“ Anda yang bernama Nara Wina, saya mendapat laporan bulan lalu dari salah seorang pedagang kalau Mba pernah belanja dengan uang palsu. Apakah itu benar!.” Salah seorang polisi itu bertanya, sedang yang satunya mulai mengamati gerak-gerik Nara dengan teliti.

“ Ya, benar Pak. Tapi saya dapatkan juga dari seorang pembeli Pak?.” Nara menjawab pertanyaan polisi dengan gemeteran.

“Bohong kamu!, kalau Mba tidak jujur maka urusannnya bisa penjara. Katakan dimana Bos kamu hah!.” Gertak Polisi itu.

“ Benar Pak saya tidak tahu menahu tentang uang palsu itu.?.” Air mata Nara mulai meleleh, ia tak mengira kalau firasatnya benar-benar terjadi.

Seorang Polisi mulai menggeledah barang bawaan termasuk dompetnya. Jantungnya terasa mau copot, seluruh tubuhnya terasa lemas. Bayangan akan pesta pernikahan yang indah sirna begitu saja seiring dengan ketakutan yang mencengkram dirinya.

“ Ini Apa!,” gertak Polisi. Di tangan polisi itu ada segenggam duit baru yang kelihatan asli tetapi palsu.



“ Kamu ternyata sudah menjadi pengedar uang palsu ya!,” bentak seorang polisi dengan senyum mengejek.

“Sekarang kamu ikut ke Kantor!, segala alasan boleh di katakan di kantor polisi!.” Setelah mengatakan perintah itu salah seorang polisi langsung menggandeng lengan Nara dengan kasar.

Semua pedagang membisu. Jelas ketakutan ada di wajah mereka. Terutama pedagang yang sudah lanjut usia. Diam adalah senjata paling ampuh agar selamat dari gangguan popor senjata. Para pedagang lanjut usia itu munkin masih mengingat dengan jelas bagaimana berdagang di bawah popor senjata tentara Jepang.

“ Pak Polisi, tolong di periksa dulu jangan bawa aku ke kantor Polisi.” Nara memohon kepada Pak Polisi dengan linanga air mata.

“ Sudah diam!, kamu boleh beralasan apapun nanti setelah di kantor Polisi.” Bentak salah satu Polisi sambil matanya liar menatap tubuh Nara. Nara seperti dalam tikaman tombak yang mematikan.

Tangan Polisi kurang ngajar itu hendak menyentuh pipi mulus Nara yang tanpa bedak itu, tanpa diduga Nara mengambil ancang –ancang untuk menendang selangkangan Pak Polisi itu.

“ buk!, tendangan keras kaki kanan Nara tepat mengenai selangkangan Pak Polisi itu, dalam posisi takut Nara masih bisa mengaum seperti singa.

“ Aduh!, Polisi tak bermoral itu langsung meringis kesakitan.

Polisi tak bermoral itu langsung ingin menampar muka Nara tanpa ampun. “ Dasar! Perempuan ndeso!.” Teriak Polisi tak bermoral itu.

“ Marno tahan emosinya.” Seorang Polisi bernama Saryo, dengan sigap menangkap tangan kanan Polisi Marno. Lalu menghempaskan ke samping dan memberi peringatan kepada Polisi Marno dengan tatapan mata yang tajam.

Suasana di pasar menjadi makin hening. Masing-masing para pedagang mungkin teringat dengan penculikan seorang tokoh masyarakat yang di bunuh di tengah-tengah pasar, beberapa puluh tahun silam oleh Gestapu. Para pedagang terlalu banyak menyimpan memory kejam yang di saksikan sendiri secara live di depan matanya. Beberpa jam kemudian suasana pasar kembali normal. Tetapi mereka sangat kompak ketika ada yang mempertanyakan peristiwa penangkapan itu dari wartawam kota. Mereka pun tak berani membicarakan kepada orang yang di kenalnya. Apalagi kepada orang asing yang membawa kamera di tangan kananya. Kekejaman hidup yang mereka rasakan tak sempat berpikir untuk menjadi pahlawan.

Di tengah keramaian itu, seorang laki-laki tampak puas dengan hasil kerjaannya. Ia berhasil memberikan informasi yang salah kepada Polisi itu dan menghasutnya dengan kata-kata tajam penuh kebohongan.

0 Comments:

Posting Komentar