BAB
Tiga Puluh Delapan
Tiga Puluh Delapan
Kereta 084 melaju menembus hutan jauh dari mata penduduk. Kereta ini seperti siluman membelah terowongan panjang berkelok-kelok. Farah dan Arkon hanya memandang dengan gerak mata yang sulit di artikan bagi mata awam soal kumpul kebo. Farah adalah lulusan Aliyah. Tetapi rupanya pelajaran agama tak nampak di batang hidungnya yang mbangir. Untaian kalimat bijak ketika belajar dulu menguap seiring lunturnya moral akibat terjarahnya kepribadian yang kropos dimakan maksiat. Sedangkan Narman adalah lulusan SD yang pintar ngaji dan sholat. Mahluk apa yang merasuki kedua raga cucu adam itu hingga bak Ular Anaconda yang siap melilit para pelaku kebaikan dan menelannya bulat-bulat dalam tembolok berbau busuk.
“ Kita akan membawa ke bawah tanah. Tepat di bawah penjara Purbalingga. Seluruh penduduk Purbalingga memang goblok dan dungu tak tahu tempat yang menghasilkan banyak uang.” Perintah Farah
“ Lalu barang bawaan kita bagaimana.” Jawab Arkon
“ Mayat-mayat berharga itu akan kita antarkan sesuai dengan arahan paman Marno.” Usul Farah.
“ Mayat saja di jaga begini?.” Celetuk Arkon.
“ Dasar bodoh!, mayat itu bukan mayat sembarangan!. Kampung kita mungkin akan di jadikan Musium terbesar di dunia yang akan mendatangkan banyak uang. Pantas saja seorang Bondan saja tak bisa kau bunuh. Kau hanya becus membunuh seorang pelacur!.” Ketus Farah.