Jumat, 25 Juli 2025

SASTRA SEBAGAI PENDIDIKAN KARAKTER

1. Bahwa cerita sebuah peristiwa yang mendatangkan ketenangan sekaligus kegelisahan pada waktu yang sama. Ia layak mendapatkan tempat tertinggi dalam sebuah rangkian bernama pendidikan. Apakah ketika sudah berada dalam puncak popularitas sebagai baju (pendidikan) lalu berhenti alias terpaku tak lagi tertarik melakukan pemikiran mendalam atas sebuah metode, pendampingan, penyelesaian konflik, dan seterusnya.

2. Sastra sebagai perangai pikir dari beragam gejala yang muncul sewaktu-waktu, tetapi bisa dipastikan sebagai cara yang metodik dan bisa dijadikan ajang peretas pikir yang bermanfaat sekaligus penawaran tak gagal nalar (dungu).

3. Satra adalah seperangkat metode untuk membedah sekaligus mengunakannya sebagai cara pandag terhadap sesuatu. Juga sebagai pagar agar kedunguanya tak berlarut.

4. Penghargaan terhadapi ilmu, maka kau akan bermartabat...

5. Dan seterusnya...

Kamis, 24 Juli 2025

"Therapy"

BABAK 95
Saat hujan turun deras. Ayah masih memelototi buku yang baru saja di beli lewat toko maya. Kadang ayah juga berkendara sejauh 3 kilo meter untuk membeli buku di loakan. Katanya buku-buku diloakan membuatanya nyaman, kalau ayah pusing ia akan pulang telat, biasanya sampai rumah ketika azan maghrib berkumandang. Kalau kondisi lagi teratur si kecil lagi nyaman dengan ibunya. Ayah akan mengajak adikku yang nomor 3, Qeis Nurmagomedov. Kalau tidak diajak, Qeis akan ngambek, suasana rumah bisa kacau karena tangisan minta nyusul ayah ke Masjid belakang rumah. Selesai sholat ayah akan menggendong adikku yang nomor 4, dia baru berusia 8 bulan. Adikku yang nomor 4 ini, sedang berjuang. Di banding dengan kedua kakaknya yang lahir utuh. Qoqo Nurmagomedov, Allah beri hadiah yaitu lahir tak punya anus. Aku sempat kasihan ngliat ayah dan bunda yang terpukul sekali, tetapi mereka tampak kuat dan menerima Qoqo dengan lapang dada. "Ini rezeki dari Allah, dan tak perlu menyalahkan siapa-siapa," begitu ucapan ayah ketika tengah malam. Aku pura-pura tidur, agar ayah bunda tenang dalam ngobrol. Aku lebih senang mereka ngobrol daripada diskusi nggak jelas, lalu berujung berantem.

Ayah dan Bunda masih berantem, tetapi berantem mereka agak lucu, cepat meledak, cepat juganya reda. Bila sedang berantem aku agak khawatir, takut ayah nggak bisa kontrol. Syukur Alhamdulillah aku belum pernah melihat ayah pukul bunda, jangan sampai. Justru aku sering ribut sama ayah, kadang ayah main "fisik" tetapi masih terkontrol. Ayah tak pernah menyubit. Tendangannya sangat jika mendarat di pantat. Ayah sudah mengukurnya. Aku sudah kelewat batan. Mengganggu saat solat. Emang aku yang salah juga. Kalau ayah sudah main "fisik biasanya aku sudah melampuai batas. main "fisik" aku yakin ayah masih ngukur-ngukur, kalau nggak pasti berabe. Ayah dulun dari SMP sampai sekarang punya anak 4, masih latihan beladiri. Apalagi waktuku kecil, sering kutemui ayah sedang nonton MMA hampir tiap hari, jadi lebih ngeri lagi. Di tambah kedua adikku diberi nama belakang Nurmagomedov, satu nama petarung dari Rusia-desa Dagestan. Membuatku senang sekaligus cemas, kalau lagi marah ayah mengerikan. Sejauh ini ayah lebih sering berdebat di banding main "fisik". Itu melegakan buatku. Aku sebenarnya kasihan kalau ayah marah, ia kelihatan sedih banget ketika setelah marah-marah, nafsu makannya turun dan langsung tidur biasanya. Beberapa hari kemudian pasti mengeluhkan sakit badannya. Kejadian main "fisik" itu bisa dihitung, setahun bisa dua atau tiga, tidak tiap hari. Lagi-lagi kalau aku sudah melampaui batas. Bila tak menghadap selepas mahgrib untuk mengaji, main game kelamaan, tidak bantu bunda, sholatnya ditunda-tunda. Pernah ayah marah-marah sambil berucap. "Itu semua buat kamu, bukan buat ayah, ayah nanti tua dan nggak bisa berbuat banyak. Kamu harus lebih bertanggung jawab dong!"

Paling 'senang' kalau ayah pergi beberapa hari untuk pendampingan murid kemah. "Jaga rumah, bantu ibu, kalau ada orang ketuk pintu, lihat dulu dari jendela, jaga adik-adikmu!" Aku menjawabnya sambil cengengesan dan pegang HP, mobile legend yang sedang kumainkan. Ayah melirik saja. "Jangan lupa solat, ayah berangkat?" begitu katanya. Lalu ceremonial peluk-peluk dengan bunda dan ketiga adikku. Qeis biasanya akan mengantar sampai gerbang garasi rumah. Adikku yang ketiga memang agak lain, lebih intim, mungkin ayahku sudah lebih siap ketika ada Qeis dan Qoqo. Aku dan QQ kebagian pendidikan semi militer, mungkin untuk jaga-jaga. karena Adikku masih kecil.

Kemudian selain beladiri ayah hobi koleksi buku-buku kesayangannya. Jika waktu senggang ayah akan ngelap-ngelap buku dari debu. Biasanya buku yang sudah dibaca akan ditata lebih rapi, yang belum dibaca akan diletakkan di rak paling atas. Makin ayah suka dengan buku itu, makin sering bolak-balik mengambil buku. Entah itu sedang makan, gendong Qoqo, atau lagi mules di kamar mandi. Di kamar mandi ayah lebih suka membawa buku untuk dibacanya. Aku kadang heran, bunda saja nutup hidung kalau lagi BAB, kalau ayah malah betah untuk membaca dua atau tiga halaman. Pernah adikku QQ mendapati Novel Ayah yang baru di beli-24 Jam bersama Gaspar kehujanan. Sepulang mengajar wajahnya sedih sekali tetapi lucu. Tangannya menerima buku dan langsung di jemur sebentar. Malamnya novel itu di kipasi 24 jam sampai novel itu benar-benar kering tiap halamannya.

"Apa enahknya sih membaca yah? kataku ketika suasana sedang enak.

"Senang aja, kayak kamu main hujan. Kalau kamu main ujan senang nggak?"

"Seneng."

Ketika hujan deras dan tak ada petir ayah sering mengizinkan aku dan QQ untuk main hujan, ia pernah juga main hujan. Rasanya nyaman banget. Semua beban lepas, seperti sekolah nggak ada PR. Enteng dan santai. Mungkin ayah nggak larang aku dan QQ main hujan karena ia tahu betapa asiknya main, hujan deras nan lebat membuatku tetap kuat. Aku seperti minum vitamin banyak. Kalau soal batukku, kayaknya aku kurang istirahat dan selalu minum dingin. Belakangan tiap malam jika ayah tak lupa, ia akan memberiku sesendok madu untuk memulihkan tenaga dan mengurangi batuk. Kalau ayah dengan buku, aku lebih suka dengan hujan, dan juga main game. Ayah 'nggak pernah' main game, mungkin sesekali saja. Lebih banyak bantu bunda dan masak. Buku, bikinin masakan, jaga anak, bantu bunda, ngajar, cari ilmu adalah kesukaan ayah yang membuatnya terus tampak kuat dan sehat. Kata orang pinter itu namanya therapi. Ayah hanya sesekali sakit itu pun hanya flu saja. Nggak lama. Sehari-harinya ayah masih menyempatkan olahraga, biasanya kulihat ada barbel besar, pushup, situp, dan kadang-kadang main bola.

#Diary Ayah 13#

Keberanian Kreatif

BABAK 94
Seorang guru apapun alasannya ketika mengajar, di kantongnya sudah ada gudang ide untuk ia pakai ketika ingin pembelajaran sesuai yang di inginkan. Entah itu idenya bisa berjalan baik atau tidak, yang jelas ide itu bisa membersamai kegiatannya dan bisa mendukung tercapainya rencana pembelajaran. Kreatifitas itu seperti jet tempur yang bisa melesat melampaui rencana pembelajaran, karena yang namanya rencana kadang bisa dilaksanakan kadang tidak, itu sangat situasional. Tetapi jangan juga menggampang rencana pembelajaran, karena ia bisa jadi semacam petunjuk untuk sebuah pelakasanaan pembelajaran. Memungkinkan semua rencana dapat berjalan maksimal, meski ada saja yang terlewat, setidaknya rencana pembelajaran membuat terencana sebuah kegiatan.

Ketika kreatifitas dibendung karena terlalu ketat dalam rencana pembelajaran, yang terjadi bisa saja terpendamnya kemampuan siswa dalam mengeksplor sebuah kegiatan. Ia tidak mendapatkan kunci gembok imajinasi, karena terlalu kaku dengan pijakan dari gurunya agar ini dan itu. Maka dari itu guru memperoleh wisdom untuk mendobrak keraguan siswa terhadap suatu hal yang menunjang kemandirian dalam satu pelajaran. Memunculkan sikap berani untuk berkreasi seperti menipun balon raksasa dengan impian kecil-impian kecil di ruang kelas. Balon raksas sebagai pilar kemandirian, anggap saja begitu, akan menampung jutaan udara berisi keberanian-kebaranian untuk berkreasi.

Adegan pembuka dalam film Vanilla Sky (2001), yang dibintangi oleh Tom Cruise dianggap sebagai sebagai salah satu yang paling menakjubkan dalam sejarah sinema modern, sekaligus salah satu yang paling mahal dalam setiap detik pengambilan gambarnya, fokusnya pada adegan pembuka saja ya. Yang saya temukan dalam IG milik wissenlab yang diakses hari ini untuk kebutuhan penulisan. Di sana ada pengorban untuk melahirkan sejuta kreatif yang memungkinkan film bisa jadi epik sepanjang masa. Karena bisa memperlihatkan 20 Blok di jantung New York dalam keadaan kosong mlompong kayak kota mati. Meski harus mengeluarkan 1 juta USD untuk biaya logistiknya. Ini menandakan ada keberanian luar biasa dari tim film, tentu saja dengan perencaan yang super detil. Keberanian kreatif ditunjukkan oleh semua kru dengan lanskap tugas-tugasnya, hingga yang lahir kemudian sebuah pekerjaan sinema yang mempertunjukkan sebuah craftsmanship luar biasa. Sebagai pendidik layak untuk menarik kesimpulan dari sebuah pekerjaan besar, yang diniatkan untuk mengampil gagasan besar yang tumbuh (insight) untuk kemudian di perbaharui menjadi satu lesson plan yang mendekati sempurna. (dalam hal ini saya pun masih babak belur ketika membuat lesson plan, setidaknya ini menjadi alas untuk selalu dalam mentalitas pejuang-pendidik yang dibarengi keberanian kreatif)

Ada banyak cara menuju Mekkah, ada banyak cara juga dalam mendidik yang bisa diamalkan melalui sejuta keberanian untuk selalu memperbaharui caranya mengajar dan tak berhenti untuk membuka wawasan pedagogik dan turunannya, agar nanti muncul satu peradaban yang mendulang kreatifitas tanpa perlu melacurkan keyakinan dan tetap cinta dengan Tuhan-Nya sebagai goals terbaiknya. Tanpa merasa diawasi oleh Tuhan seringkali kreatifitas akan mencapai pamor puncak dengan menerabas semua jenis norma. Bukan bermaksud untuk membatasi hak, tetapi sekadar untuk mengingatkan ada banyak jembatan penyebrangan yang bisa dipakai tanpa perlu merusak tiang-tiangnya. Ada banyak gagasan yang bisa diamalkan tanpa perlu susah payah untuk jadi firaun berikutnya. Tidak juga rigid dan menafikan semua jenis kreatifitas, sepanjang siswa/i bisa bertumbuh, maka disitu ada potensi untuk mengembangkan imajinasi, dan siswa dapat menikmati semua momen kreatifitas tanpa kehilangan telos di setiap jejak kreatifnya.

Rabu, 23 Juli 2025

Ketika Pembaca dan Pendidik Saling Jatuh Cinta

BABAK 93
Pembaca buku ketika membaca halaman demi halaman, ia melepas sejenak kediriannya untuk masuk kedalam si tokoh yang dalam buku itu, jika buku yang dibaca adalah bukan fiksi, maka ia sedang memasuki cara pikir penulisnya, mencoba untuk mendeteksi arah pikirannya. Ia tahu betul bagaimana memperlakukan buku yang sedang ia baca tanpa perlu repot-repot untuk menutupnya lebih cepat. Lalu melemparkannya diatas sofa tanpa pernah memikirkan bagaimana penelitian dan lamanya penulis menuntaskan bukunya. Ia mencintai bukunya untuk masa depannya sendiri, bagaimana melatih untuk terbuka pada pemikiran lain, tanpa perlu untuk menelan mentah-mentah semua pemikirannya, semuanya bisa diwakili oleh caranya sendiri merespon buku yang sedang dibacanya. Pendekatan membaca dengan meninggalkan kedirian seperti itu menimbulkan efek untuk bisa memberi jeda pada diri sendiri, menyerap maksud dari kalimat yang dibacanya, dan peka terhadap maksud-maksud penulis. Ia mampu menerka apa isi kepala seorang penulis tanpa perlu menagihnya terang-terangan. Semuanya bisa dilatih, seperti asalnya membaca buku adalah bentuk ketrampilan yang dimiliki oleh semua orang. Membacanya saja butuh waktu untuk menelaah setiap maksudnya, apalagi untuk mengerti bagaimana harus memperlakukan setiap kalimat yang telah disusunnya susah payah. Semuanya membutuhkan ketekunan di atas rata-rata.

Seorang pembaca sedang mewariskan ilmu telepati yang didapatinya dari seorang penulis. Ia mendapatkan dari duduk-duduk berjam-jam sambil menelusuri setiap jejak pikirannya, kemana maksud kalimat itu, bagaimana mengira dimana memasang jebakan, bom waktu, isian kaldu, isian kebab, juga segudang ide yang digelontorkan tanpa tedeng aling-aling. Semuanya membuat penginderaan semakin lengkap dan makjleb ketika menemukan satu bahkan lebih dari maksud-maksud penulis. Sebagai pembaca sepatutnya berterimakasih kepada penulis yang telah rela menghabiskan (menuliskan) satu buku dalam waktu yang tidak singkat, mereka harus berbagi peran dan terus membakar diri dengan bacaan lain-sebab penulis pun harus terus membaca karya orang lain, jika tidak ia akan kehilangan sumber, dan mulai terjebak pada narsis berlebihan tentang kemampuan diri dan seterunya. Mereka para penulis lebih suka membaca banyak-banyak buku, mungkin yang dibutuhkan hanya tiga sampai empat paragraf dalam buku yang akan dirampungkannya. Detail adalah hal lain, jika kita ingin menjadi pembaca 'lain' yang tidak hanya sekadar untuk menampilkan diri sebagai pembaca, tetapi juga sebagai penafsir dari sekian juta kata dari masing-masing bacaan. Penafsir dimaksudkan untuk mengetahui seberapa dalam pemikiran pembaca, bukan untuk terus menangis seberapa dalam penulis menuangkan ide, gagasan, dalam bentuk kata. Melainkan untuk mencoba memahami seberapa besar pembaca tak perlu repot-repot untuk mempertanyakan ulang tentang ide atau maksud tersebut. Sebagai pembaca tahu diri akan memposisikan diri sebagai pengeluh atau sebagai seorang pendaki kata yang akan menaklukan setiap puncak kalimat dan buku sekaligus.

Pada intinya setiap dari kita memerlukan kecerdasan untuk memaknai dari setiap kejadian yang sudah ada atau belum ada. Sebagai pembaca, perlu memisahkan diri dari keengganan untuk mengakui karya orang lain memang ciamik, memang yahud, memang bombastis, memang 'killer' agar nantinya apa yang persiapkan bisa jadi katro buat orang, bisa jadi dungu, bisa jadi lawas, dan seterunya. Hingga pada ujung pembacaan yang terus menerus akan menemukan dirinya sebagai humble reader yang bisa memasung sejuta makna ulang dari tiap buku yang dikunyah nya pelan-pelan sampai terasa lembut dan menyenangkan. Ada kegembiraan besar ketika bacaan itu terus melekat dalam ingatan dan berujung pada kemandirian untuk bertransformasi menjadi 'kutukan' perbaikan diri terus menerus. Sampai pada level guru itu terus mencari metode mendidik (pedagogik) dan terus memperbaharui ilmu kependidikan (pedagogi), serta tak berhenti untuk terus mencari pendekatan dalam mendidik untuk semua murid tercinta (pedagogis).

Pada wilayah lain, seorang pendidik cara kerjanya persis yang dikerjakan oleh pembaca. Pembaca menangguhkan diri sejenak dari keakuannya, sementara Pendidik terus meninggalkan diri dari keegoisannya merasa cukup dengan ilmu yang ada. Ia terus mendatangi (studi banding) kepada sekolah-sekolah yang terus bertumbuh dan mencitrakan diri sebagai sekolah yang terus mengedepankan pada peda pendampingan luwes sebagai Muhammad mendidik para sahabatnya. Pendidik akan terus menanggalkan sejenak ketika berkunjung ke sekolah lain, ia meniggalkan sejenak peran sebelumnya (di sekolah) untuk menjadi peran lain agar atmosfir guru yang diobservasi dapat dipindahkan ke dalam dirinya, lalu diterapkan kepada murid-muridnya dengan keluwesan tertentu. Ia meninggalkan kedirian sebagai guru berkunjung ke sekolah lain, dan memakai mode guru yang sedang dikunjungi hingga ia tak lagi terjebak pada merasa pintar saja tak cukup. Ternyata ada banyak tangga yang bisa dilaluinya, tanpa pernah lelah untuk mengejar ketertinggalan, meski usia tak muda lagi.

Pada titik ini keduanya saling menjaga untuk menjalankan misi peradaban dan keberlangsungan pendidikan sepanjang hayat, dan ada pula yang menjadi tulang punggung perjuangan marwah seorang guru, dan agar tindakan saling melengkapi satu sama lain, dan tulang pertumbuhan tawa menjadi pilar-pilar asasi generasi rabbani.

Selasa, 22 Juli 2025

Daily Activity

BABAK 92
Saat masih kecil aura guru itu masih saja terbayang lekat dalam ingatan. Bagaimana tidak, murid itu datang tergopoh-gopoh sambil mengelap bibirnya yang licin oleh minyak kelapa, murid itu selesai sarapan dengan lauk oseng ampas kelapa dengan cabai melimpah. Ia lalu duduk sambil memperhatikan Ibu Guru yang berbadan besar. Senyumnya selalu lebar, dan ia mengabsen satu persatu murid-muridnya. Kami maju satu persatu lalu membalik gambar yang sudah kami pilih sehari sebelumnya. Seorang murid membuka gambar layang-layang dan di balik gambarnya ada namanya. Nama pemberian dari ayahnya yang perantau. Ia duduk setelah gembira membuka gambar itu, dan kegiatan berikutnya adalah bernyanyi.

Selesai bernyanyi Bu Guru berbadan besar itu tersenyum lagi, lalu duduk di kursi yang lawas, berderit salah satu kayunya. Beberapa murid meringisn menahan seperti menahan sesuatu. Ternyata itu ketakutan kalau Bu Guru kesayangan jatuh dari kursi tua, menahan beban tubuhnya yang semakin lelah untuk di seret, ia tersenyum seperti tahu apa yang sedang kami pikirkan. Ia menurunkan kaca mata dan memberi kode pada guru di sebelahnya agar berdiri.

Kegembiraan itu segera lenyap, berganti cemas. "Tangan ke atas, tangan ke samping, tangan ke depan, duduk yang manis, shuuth-shuut," ia meletakan jari telunjuknya di tengah bibirnya, mengunci mulutnya dan menggemboknya, dan melempar keluar jendela. Suara kecipak bebek di kali kecil sampai terdengar jelas, situasi berganti cepat. "Bu..." kata Bu Guru yang berbadan besar, sambil tersenyum lagi. Ia menyuruhnya duduk dengan isyarat tangannya. Situasi kelas kembali berdengung, Setelah Bu Guru berbadan besar berdiri lalu memberi wejangan untuk membuka kelas paginya.

Ruang imajinasi kembali terbuka, hanya dengan ekpresi wajahnya, situasi kembali normal layaknya di taman-taman bermain. Kami siap menerima instruksi dari Bu Guru, apapun asal kami bisa bermain kembali.

"Kita akan olahraga terlebih dahulu, dan dilanjutkan dengan makan bubur kacang hijau."

Kami bertepuk tangan. Temanku mengepalkan tangannya tinggu-tinggi. "Asik...!"

Dunia Mendidik, Hari Ini, Esok, dan Nanti

BABAK 91
Dunia mendidik seringkali diguncang oleh peristiwa yang membuat dada ini sesak, tunjuk lah diri sendiri kenapa selalu membiarkan apa-apa terjadi dulu baru evaluasi, ini bukan kebencian tetapi tetapi tentang kasih sayang. Seberapa sayang kita dengan dunia pendidikan, jika kita ini pendidik maka peristiwa tidak memanusiakan seseorang, apalagi itu seorang guru senior (sepuh) yang telah mendedikasikan seluruh kehidupannya pada dunia ajar, maka yang terjadi kita tutup muka, akibat malu bila sedikit saja mengeluh tentang kelas yang sulit untuk "dipegang" atau apapun keluhan yang sifatnya bisa dicarikan akar masalahnya, tinggal bagaiman kita serius tidak mencari solusi dan menerapkannya dengan gaya tidak didaktik, satu lagi selalu mendoakan mereka dalam sujud-sujud yang panjang ketika solat.

Sebagai penggenggam peradaban mari berhenti sejenak untuk sekadar menarik nafas dan merenungi setiap kejadian yang sudah berlalu, ada yang bisa dijadikan pembelajaran ada yang berlalu begitu saja, tanpa bekas tanpa aksi nyata, mereka seperti gelas penuh yang airnya makin keruh, jika para pendidik ribuan jam menghabiskan sesuatu yang kurang bermanfaat. Tengoklah seorang guru yang rela untuk memperdalam ilmu ikhlas, langsung dari walimurid nya sendiri yang menjebol marwah seorang guru secara terang-terangan, tanpa tedeng aling-aling. Ketika ilmu ikhlas sudah dihatinya, maka kesedihan macam apa yang bisa meruntuhkan bangunan ikhlas yang telah mendarah daging, Meski guru itu telah kehilangan "marwah" menurut orang yang telah 'dirugikan' tetapi pada saat yang sama marwah itu justru makin bersinar, bantuan langit begitu nyata terasa. Si guru itu pun terjaga ruhul mudarisnya, karena bantuan langit yang datang datang secepat kilat. Sebuah senyuman yang memporak-porandakan arogansi dan kultur sombong tiada banding.

Ini tidak hanya menerpa mereka (para pendidik pejuang) yang terus menyalakan api tekad untuk para murid-muridnya, meski kadang kezaliman mampir sebentar dalam kehidupannya, tetapi untuk para pendidik yang sudah hangat dalam balutan situasi dan kondisi, tetap saja menjadi alunan evaluasi agar makin larut dalam kenyamanan dan lupa bahwa sedang berjuang, melakukan pendampingan bagi siswa/siswi yang sedang bertumbuh dan berkembang.

Agar kejadian yang membingungkan kepala kita sebagai pendidik cepat segera disudahi, langkah mereka masih panjang, anak murid dirumah masih merindukan suaranya. Cepat kembali mengajar agar dunia pendidikan tak lagi 'suram' seperti yang sedang beredar dalam rekaman yang mesti diulang-ulang. Agar cinta itu tidak lekas menguap dan menyelusup dalam bangunan sunyi bernama makam, dengan status mendiang.

Senin, 21 Juli 2025

I am something you are nothing

Ungkapan kepercayaan diri yang terlalu tinggi, hingga melupakan dari mana sebenarnya dia berasal. Ia terus menggemborkan jerih payah atas sesuatu yang telah dicapainya tanpa pernah mengukur lagi seberapa besar ia kemudian menjadi pioner dari keberhasilan yang telah capai, selalu mengingatkan bahwa itu hasil kerja kerasnya, dan seolah menafikan semua tim yang telah melaluinya bersama-sama. 

Semuanya terjadi atas dirinya, ia hampir-hampir terjerumus kedalam situasi yang mempopulerkan dirinya pada lingkaran lamanya, menganggap semuanya akan baik-baik saja, padahal ia pelan-pelan telah menceburkan dirinya pada penyakit kesombongan, yakni menolak kebenaran (tidak bersikap rendah hati), dan juga menghina orang lain (tidak mengaggap sama sekali jerih payah, karena orangnya mudah untuk dimanfaatkan). 

Ia sedang mengikuti tren batu sebagai firaun abad baru. Tetapi lihatlah sekarang, semua jerih payahnya yang dulu ia gagas bersama orang-orang terdekatnya, perlahan-lahan hilang oleh bosnya sendiri yang memiliki kecenderungan yang sama dengannya. Mengira ia akan lolos dari jebakan merasa punya kelebihan yang bisa ia gunakan untuk mengelabui bosnya sendiri, pada saat yang sama ia sedang menenggelamkan diri dari penyakit hati yang semakin dalam, dalam dan gelap. 

Sampai kapan, sampai ia menyadari apa yang dilakukan betul-betul telah melampaui batas. Orang-orang yang melampaui batas seringkali tercebur pada perasaan kagum pada diri sendiri dan melupakan orang lain, orang lain dianggap tak ada, ketika masih ada keberadaan dirinya. Ia lupa kalau suatu saat matahari akan terbit dari barat, itu akan merugikan dirinya sampaia batas yang telah ditentukan.

"Oh aku sudah melakukan ini, ini kalau nggak ada aku..." dan bla-bla sejumlah alasan yang sering membuat orang lain gerah menikmatinya. Karena situasi yang tidak menguntungkan ini kalian boleh mencari alasan kuat untuk melakukan hal ini, tetapi menurut saya lupakan trik ini kalau kalian nggak mau dianggap sebagai, "dia memang hero, tapi yang lain dianggap zero. Itu kenyataan yang akan diingat sebagai kenyataan kepalsuan sebagai akibat merasa paling hebat, yang lain 'sampah', merasa paling jago yang lain nol. Semakin merasa potensi dirinya melimpah, semakin dirinya hinggapi oleh perasaan serba atas.

Selanjutnya, tetaplah rendah hati terus perbanyak kualitas diri, agar bukti potensi diri bisa membungkam arogansi mereka, yang hidup dari bersilat lidah, dan gampang melupakan kebermanfaatn orang lain. Saya pikir ini cukup dulu.

MAAF

Laksana air surga yang efeknya menenangkan sekaligus melegakan, perisai dari sebuah hubungan, dan dijauhkan dari keretakan berujung perpisahan, yang kemudian anak-anak menjadi 'korban' dan keegoisan dari hal-hal sepele. Maaf dalam arti tertentu tak lagi berlaku jika salah satu dari kalian telah hilang dari pandangan, terlukanya jiwa seseorang membuat perubahan bahwa maaf adalah tidak untuk sebuah ketegasan, perlindungan, juga rasa aman.

Laksana perisai dari situasi yang tidak menguntungkan diri, tetapi bisa menjadi keberlangsungan hidup orang lain, karena kita bukan Tuhan, kita yang diciptakan oleh-Nya, maka sifat Tuhan yang Maha Pengampun lagi Pemaaf mampir diseluruh pikiran dan nafas kita, hingga yang kemudian lahir adalah kebijakan prilaku dan tidak meninggalkan prinsip kehidupan yang memanusiakan manusia. Ia tidak sekadar memberi kesempatan tetapi juga membuatnya tumbuh menjadi pribadi yang baru tanpa perlu melakukan 'kebiadaban' terlebih dahulu. Seorang pencuri singkong meninggalkan seluruh tatanan prinsip dan melanggar pitutur yang diajarkan oleh gurunya disekolah sebagai bekal, lenyap begitu saja ketika kelaparan melanda keluarga, ia harus memutuskan antara menjaga pitutur atau memeluk mereka dengan kelarapan akut. Ketika ia mencuri, keluar dari kebun, pemilik kebun sudah menungguhnya, intrograsi dilakakan, sang pemilik kebun memilih melepas keakuan dan membiarkan si pencuri itu pulang menemui keluarganya dengan setandan pisang ambon yang hampir masak, pemilik kebun tersedu-tersedu menangis melihat salah seorang tetangganya berjuang dengan lapar, sementara perutnya terisi oleh nasi goreng pete lengkap dengan telor orak-arik.

Ada banyak lagi maaf yang bisa diwujudkan dalam pelbagai hal, tinggal kitanya memilih di bagian mana maaf itu semestinya diletakkan.

Minggu, 20 Juli 2025

Perjalanan Ini Terasa...

Sangat menyejukkan ketika bersama orang-orang yang mendukung apa-apa yang kita lakukan, tahu betul kapan untuk menegur, kapan untuk tidak setuju, sejatinya kita masih ada di  persimpangan jalan, hanya untuk menakar dan mengukur seberapa jauh sebuah keyakinan untuk setia, pada komitmen yang telah terikat jauh sebelum keberadaan kebersamaan. Ketika orang terdekat sudah memberikan sinyal resmi untuk melambai pada setiap perjuangan, meski mereka tahu, kita sering terjatuh pada tiap kebangkitan.

Sangat memilukan bila orang terdekat, tak mau tahu apa yang menjadi kebutuhan dan kesulitan, mungkin menggendong anak saja menggerutu, bahkan ikut menyalahkan situasi yang tidak sesuai dengan pikiran sendiri, karena trauma masa lalu. Sang ayah sudah mendeklarasikan untuk menyimpan kepedihan masa lalu dan itu diturunkan secara kasat mata pada keluarga yang ia bina dengan sajadah cinta. Mestinya tak perlu sang istri meminta pertolongan pada suami ketika anaknya butuh gendongan, tetapi ini kisah yang tak perlu dilirik, manakala ini membutuhkan penyesuaian yang merilis setiap energi negatif. katakanlah seperti itu.

Sangat menyenangkan bila keduanya mengayun sama-sama dayung yang mereka buat sendiri dari bahan kejujuran dan kesetiaan, cinta yang tumbuh seiring waktu, yang didasari oleh kemampuan saling mengisi satu sama lain. Wilayah itu seringkali bertumbuk pada seberapa besar ikhtiar yang dilakukan. Sejuta 'masalah' pada sisi lain ada sejuta 'solusi', keduanya hanya terbentang pada luruskan niat dan sempurnakan ikhtiar. 

Sabtu, 19 Juli 2025

Gurunya Ikut Bertumbuh

BABAK 90
Ketika guru mengajar kepada murid-muridnya seperti sama-sama menebar benih di atas tanah yang gembur nan subur. Humus,kompos, hara, bersatu pada bersuka cita menerima benih yang datang/jatuh menghempas bumi, bersembunyi sambil memeluk tanah rapat-rapat. Dari sana pelan-pelan tumbuh setelah cukup waktu bakal tunas. Secara sadar, guru sedang bertumbuh bersama pikiran anak-anak, pikiran anak pikiran guru juga, sehingga pada satu momen guru dapat merasakan secara persis, apa yang sedang dialami oleh peserta didik tanpa perlu menjelaskan apapun, bahkan pada kalimat pertama, si guru sudah menerka apa yang sedang terjadi padi anak. 

Ketika sedang memberikan pengetahuan kepada peserta didik, tentu saja dengan pandangan mata (lebah), si guru sedang membangun dengan peradaban gemilang pada masa mendatang dengan pendekatan semanis madu, dan ketegasan seorang ayah ketika mendisiplinkan putra tertuanya. Keduanya sedang bertumbuh, memperlihatkan perkembangan diri secara utuh, anak akan memperoleh setidaknya road map tentang diri dan kehidupannya nanti, sedangkan si guru menjadi pemandu bakat dengan kejernihan melihat potensi yang dimiliki oleh murid, meski framing dari pihak luar sering kali mengubur potensi mereka dalam batas yang menjengkelkan. 

Jika dalam proses mengajar menggunakan cara-berpusat pada murid atau berpusat pada guru, dua-duanya meski menampilkan citra diri sebagai pengembang misi, yaitu mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara, hingga yang dihasilkan nanti adalah ketahanan diri untuk menghadapi situasi yang sesuai dengan keinginan dan yang tidak sesuai dengan keinginan, keduanya bermaksud untuk membuat saya pikir dan daya gerak yang berdampak pada kemandirian untuk mengubah citra pada level menciptakan daya lejit yang proporsional. 



Jumat, 18 Juli 2025

Guru Sebagai Penagih Intelektual

BABAK 89
Betapa kacaunya isi pikiran seseorang pendidik ketika membaca buku, ia masih sibuk dengan pikirannya sendiri. Bukan untuk tabayyun, mengecek apakah isinya racun atau madu, dari situ saja itu sudah membekali sejumlah logika untuk bisa main tidak hanya di ladang sendiri. Kalau kata
Martin Suryajaya; "menangguhkan sendiri kepribadian sejenak, untuk mencoba menulusuri isi pikiran orang lain. Menurut saya itu sangat mengena, seperti kita sedang bercanda sambil berpikir. Seorang guru perlu memberi jarak antara dia dengan sumber bacaannya. Agar ia bisa menyerap apa yang mesti bisa diserap, dan apa yang mesti dijeda

Campur aduknya antara keinginan untuk menginterupsi bacaan orang lain, itu bagus. Tetapi kenapa ketika selesai membaca ada banyak yang hilang. Karena ketika ia membuka halaman baru dalam sebuah buku, kan iya sedang masuk dalam pikiran si penulis, tanpa perlu mengoreksi terus bacaan, tetapi lebih kepada seberapa banyak informasi yang bisa ditabung, diendapkan dalam memory jangka panjang, dan suatu saat bisa dipanggil kapan saja, tanpa perlu ribet-ribet untuk mengindarinya ketika berargumen.

Berhenti sejenak untuk mengetahui isi pikiran orang lain, adalah modal untuk berpendapat, berdiskui, dan berdebat yang hangat tentang sesuatu hal, tanpa bacaan yang melimpah orang dalam hal ini seorang pendidik agak sulit untuk menangkap gejala pada peserta didik, ada kegagapan yang mereka sedang pertontonkan, dengan jawaban yang diluar kendali mereka sebagai pendidik, sebagai guru, yang tetap rendah hati tanpa perlu bersikap feodal. 

Betapa campur aduknya pikiran pendidik manakala terus membereskan pemikiran orang lain dengan maksud bukan untuk pendampingan tetapi dengan maksud tertentu, yang mencoba meruntuhkan satu warisan yang sudah tersusun lama, berdasarkan pengalaman, evaluasi, segala kemungkinan yang bisa terjadi di masa depan terkait program dan kurikulum sekolah.

Buku itu berbicara, mengajak orang untuk berpikir, jadi jangan selalu mendapatkan apa yang diharapkan dalam satu buku, maksudnya ketiak pendidik membaca satu momen satu buku, dan hasilnya adalah kebingungan, jangan tagih pada penulis pemberi momen (kejadian), tetapi tagih apa maksud dari buku yang dimaksud, bukan terus menerus managih pada seorang pengarang, kitalah lah yang menerka apa yang dimaksud, karena si penulis menyampaikan simbol tertentu agar orang berpikir tidak selalu disuapi seperti bayi, lalu kapan berpikirnya seorang pendidik. Cara menagis isi pikiran pengarang bisa sangat melimpah caranya bisa macam-macam. Kalian bisa mencari sendiri jawabannya, dan itu tugas sebagai seorang pendidik.

Cekap semanten.