Minggu, 20 April 2025

PINDAH SEKOLAH?

BABAK 41

Ayah melihatmu 'terkapar' lagi di UKS berwajah malas ke kelas. Ayah tak mampu memberi semangat yang kau maui. Sementara perjalanan hidupmu masih panjang. Ada banyak hal yang belum kau pahami hingga kau memilih untuk berlari dari masalah yang sedang menderamu di awal-awal kelas tiga.

Pekan lalu kau memberi pilihan sulit pada ayah bunda. Bahwa di kelas-di kelas barumu nanti, jika ayah memberi kesempatan padamu untuk mengiyakan bahwa pindah sekolah adalah satu-satunya cara agar kau bisa keluar dari ketidaknyamanan di kelas. Kau sering menyebutnya bully, ayah tak tahu dari mana kau menemukan kata yang horor itu. Apakah kau mendapatinya ketika kau pernah berantem dengan kawanmu, lalu kakak dari temannya menghasut seluruh gang di rumahmu agar menjauhimu. Itulah bully yang kau maksudkan itu. Maaf ayah belum bisa memahami isi pikiranmu seutuhnya. Jangan-jangan kau menyerap pijakan dengan cara yang kurang tepat. Sementara kau punya seperangkat alat yang kau bisa gunakan untuk membalasnya. Tetapi kau enggan, apakah ayah perlu merubah redaksi bahwa beladiri bukan untuk berantem menjadi beladiri digunakan ketika kau mendapatkan bully lagi.

Ayah sedang mencari ramuannya. Agar kau kuat menjalani masa-masa kecilmu dengan ceria. Apakah ayah perlu mengubah cara belajarmu menjadi home schooling agar kau kembali ceria seperti kelas-kelas kecil dulu.

Kau pernah cerita tentang bagaimana menahan amarah ketika tersudut dalam bully yang pernah kau alami ketika tak ada mata awas dari orang dewasa sekitar, sang pembully begitu leluasa melancarkan ambisinya untuk menaklukkan setiap yang lemah agar bisa puas, atau setidaknya bisa menujukkan sesuatu yang lebih dalam bentuk apapun. 'Katanya' sang pembully mendapatkan perlakuan kasar dari ayahnya. Hingga dalam kepalanya bisa kau bayangkan dalam kepalanya meredam amarah dengan amarah lain. Kau bisa membayangkan betapa menyedihkan waktu-waktu di rumahnya, jika kau bisa membantunya menemukan cara lain agar tak menumpahkan kekesalannya dengan cara bully. Jika kau mampu.

"Dia punya mata yang menyedihkan," ungkap sang anak.

"Bisa kau ceritakan." Tanya ayah

"Seperti mata sapi yang habis disembelih yah ketika Qurban, sebenarnya kasihan. Tetapi ia bisa menyebalkan jika tersentuh sedikit dan ia tidak terima bisa jadi masalah yang runyam."

Lalu kau membayangkan akan terjadi hal-hal yang buruk jika kau membalasnya. Kau pun menyadari dengan selangkah lebih, betapa keputusan adalah segala sesuatu yang mahal dibanding apapun. Keputusan mengurungkan niat, melihat dampak lebih besar yang bakal ayah terima. Hatimu begitu lembut nak, padahal kau sedang serapuh-rapuhnya perasaan.

Untuk sekarang kau bertahanlah sedikit saja, maka jalan panjang ketakutan-ketakutan itu akan hilang bersama kekuatan-kekuatan yang kau munculkan sedikit demi sedikit pada derita menakutkan bernama bully.

Satu kali kau bertanya tentang orang yang bunuh diri pada ayah. "orang yang bunuh diri adalah orang yang tidak kuat menahan ketakutan dari bayangannya sendiri, memiliki konsep diri yang rapuh, dan tentu saja ia di hadapkan pada kekuatan yang tidak bisa ia lawan sendiri. Yaitu kekuatan untuk menolak patah. Jika mereka bisa bangkit dari kerapuhan itu dan bisa menghadapi kenyataan pahit lalu mengubahnya menjadi keyakinan berkobar, maka tiang gantungan akan menggantung angin dan senyap. Tak ada orang yang gampang sekali menyelesaikan masalah dengan bunuh diri."

Selangkah adalah rasa yang kau bangkitkan kelak dikemudian hari menjadi semacam perisai dari kecemasan dan situasi yang mestinya kau bisa pudarkan dengan sedikit humor dan bercerita pada ayah bunda di rumah agar hidup yang berwarna itu tak cepat-cepat gelap. Bila kau terpaksa berkawan dengan kegelapan kau bisa menaburi dengan ribuan bintang yang kau ciptakan semudah membalik telapak tangan.

Sementara itu dari ayah. Kau kuat-kuatkan hatimu dan teguhkan dalam-dalam.

Sabtu, 19 April 2025

MOGOK KE SEKOLAH

BABAK 40
 

Anak itu meringkuk memeluk bantal guling kesukaannya. Bundanya sudah mulai tak tersusun kata-katanya. Anak lelakinya mogok pergi kesekolah. Padahal ia rekor tak pernah macet pergi ke sekolah barang sehari pun. Mungkin baginya aib bolos barang sehari dan tak mengisi jurnal pagi untuk pertama kalinya.

Pada hari itu, ia benar-benar melakukan tugasnya dengan baik. Merajuk tak mau ke sekolah. Rupanya setelah selidik punya selidik ia tak nyaman dengan teman sebangku. Padahal ia sudah berjanji pada ayahnya agar berani agar tak meninggalkan masalah lalu pergi menjadi pecundang kelabu yang tak bisa membedakan warna apapun.

Ia mungkin lupa akan komitmen mulia. Sebuah kalimat yang jarang diajarkan di sekolah. Ia berangkat dari rumah membawa senjata pemusnah masal yang berisi kalimat-kalimat sakti yang diturunkan oleh lidah sang ayah agar berani bicara jika memang perlu dibela. Selanjutnya ayah seragkan segalanya pada keputusanmu yang mungkin berani kau cerna dalam-dalam isi kepala. Yang kau muntahkan kepada waktu dan orang yang terasa nyaman kau tumpahi segala unek-unek.

"Kami terus kuatkan anandanya bun, sebelum benar-benar dipisah duduknya." kata bundanya suatu pagi menjelang berangkat sekolah.

Yah, sebuah cara yang tak biasa agar ia terbiasa dalam tanda petik menyelesaikan setiap masalah yang menerpanya. Ada banyak fulan-fulan yang sejenis yang mungkin kau temui kelak ketika dewasa. Entah ayah bunda bisa memberi semacam penerang agar jalan tak terseok-seok sedemikian rupa. Tetap saja ayah bunda tak bisa menebak isi kepalamu meski darah yang deras mengalir dalam tubuhmu adalah darah kami. Kami mempunyai segudang pelita yang siap kau ambil kapan saja, tak perlu membayar. Jika sewaktu-waktu pelita mati atau hilang kau boleh kembali kapan saja tak perlu mengetuk pintu rumah tiga kali. Kami sudah tahu baumu darah ribuan mil. Jadi jangan sungkan-sungkan. Kami masih sama seperti dulu, yang berbeda hanya umur kami yang terus bertambah.

Sepulang main, ayahmu memberi tahumu kegiatan esok. Ia berbinar seperti biasa, lalu mengangkat kedua tangan, ayah maklum.

Ayah terlupa kalau gurumu itu yang kau bilang galak itu adalah daya ungkap yang belum bisa kau tangkap dengan seksama. Bahwa galak sama dengan tegas, jika kau tak sepakat tidak apa. Bahwa marah-marah sama dengan benci, lagi-lagi jika kau tak setuju tak jadi soal buat ayah. Lagi pula ayah hanya mengira-ngira. Ada banyak wilayah psikologi yang tak bisa ayah jangkau dengan alat hukum. Tetapi, setidaknya kau bisa belajar banyak dari semua orang yang kau temui, hingga pada satu hari kau bisa menyimpulkan dengan caramu sendiri bukan dengan cara ayah.

Siang itu senyummu kembali lebar seperti layar lebar. Kedua tanganmu menangkup ikan yang berhasil kau tangkap di dalam kubangan. Seorang yang kau anggap sebagai guru yang galak bisa menjadi teman menangkap ikan yang menyenangkan. Ayah senang kau menemukan kembali semangatmu untuk sekolah.

Kau rindu salju pada tiap iklan tv promosi tentang perjalanan wisata muncul. Kau bisa belajar dimana saja tak mesti disekolah, justru kau akan kuat nanti pada hutan belantara kehidupan yang banyak ranjau dan bisa meledakan isi kepalamu.

Salju adalah pikirmu dan tindakmu, jadi perhatikan langkah-langkahmu agar kau bisa menghirup udara yang sama dengan tempat yang berbeda.

Jumat, 18 April 2025

GURU JUGA 'DOKTER' JUGA 'PSIKOLOG'

BABAK 39

Setiap pagi Kano menangis ketika bundanya pulang ke rumah. Bundanya kukira kerja atau semacamnya. Rupanya ia dirumah, beribadah dirumah (prasangka baik saya), entah itu menyetrika, berbenah, menyapu, mengepel, atau ikut kelas motivasi yang diisi oleh pembicara yang tetangganya sendiri.

Ketika itu terjadi dan anak sudah ada di sekolah dan memiliki keberanian untuk hadir dan menatap guru-gurunya yang mungkin menyebalkan, tetap saja diapresiasi. Kesediaan mereka adalah di atas segalanya. Bahwa orang dewasa pun kadang masih mengeluh tentang kesediaan untuk belajar padahal mereka hanya menyediakan sedikit tenaga dan berani berkorban.

Soal nanti Kano akan merajuk, menangis, diam mematung, kontak fisik, itu sisi yang lain yang nantinya jadi bekal buat para guru untuk menantang dirinya agar bisa beradaptasi atau bisa membuat jalinan perasaan yang kuat dengannya kelak di kemudian hari.

Membangun kesepakatan itu penting karena akan membangun alam bawah sadar, bahwa kotak itu penting untuk di tempati tetapi tidak untuk dimiliki, agar nantinya sang guru kelas, pendamping, atau siapapun yang mendampingi punya kesamaan dalam hal pendampingan (penanganan). Seperti obat menemukan penyakitnya, atau sebaliknya.

Guru itu dokter yang tak berlisensi dalam hal penanganan yang lebih rumit, tetapi ia adalah seorang psikolog yang mengambil sudut pandang pada tiap-tiap kejadian. Hingga ia berjuang mematahkan mitos, bahwa si A itu gini lho, si B gitu lho. Tetapi ia mampu menerjemahkan setiap situasi kedalam perlakuan-perlakuan yang berbeda dari hari ke hari. Ia menyediakan banyak waktu untuk mendoakan mereka dalam setiap kesempatan.

Keasikan mengabdi pada perasaan anak-anak, saat kedatangan, kegiatan kelas, bermain, dan seterusnya adalah hal yang tak bisa mereka dapatkan lagi ketika mereka dewasa. Perasaannya nanti tumbuh seiring waktu. Jika mereka memang tumbuh, jika tidak ada hal terlewat pada masa pertumbuhan. Tetapi, tetap saja mereka akan merecalling sebagian masa kecilnya yang cukup berpengaruh kepada pertumbuhan dewasanya.

Maka, sampai disini kesepakatan terhadap hal-hal yang tak bisa dihindari adalah hal yang paling wajar sebagai perasaan yang tak di tebak meski dengan orang tuanya. Ada wilayah yang mungkin sebagai orang tua tak bisa menyentuh sisi terdalam, yang hanya bisa ditembus sekatnya oleh guru. Meski selazimnya orang tuanya lah yang paling punya legacy terhadap dunia anak nanti, apapun perannya.

Selanjutnya biarkanlah sejenak menghela tubuh agar tidak lelah menatap mata si kecil yang membutuhkan peluk dan dekap ayah bunda. Sekolah itu menjadi semacam gerbang, dunia sesungguhnya ada pada wahana yang mereka akan mainkan dan perankan.

Wilayah-wilayah sunyi adalah wilayah anak yang sulit untuk menentukan apa pilihan mereka. Ketika sedih apa yang harus mereka lakukan, pilihan terburuk adalah beberapa dari mereka mengambil jalan bunuh diri. Karena kesepakatan dalam dirinya telah diambil alih oleh pandangan buruk tentang dirinya sendiri dan orang lain, tak ada yang mencintai dirinya sendiri. Bahkan orang tua memberikan citra negatif kerap kali ia melakukan kesalahan. Maka bunuh diri jalan terbaik menurutnya, bahkan ini petaka dalam dunia pendidikan yang selayaknya diperhatikan tidak dalam wacana saja tetapi dalam pendampingan terus menerus.

Kamis, 17 April 2025

SEKOLAH MEMANGGIL KEPEKAAN

BABAK 38

Bagi jiwa yang tidak memiliki hubungan dengan Tuhan-Nya maka ketersediaan nilai kesadaran akan hubungan-Nya terus menyusut. Kemuliaan-kemuliaan yang melekat pada setiap jiwa akan mengkerut jika tak terdapat secuil kepekaan dalam pikiran juga dadanya. Ia membiarkan karat mengganggu perjalanan nuraninya. Ia juga tak cepat-cepat mengkoreksi coretan itu dengan lafal-lafal dari langit, melepaskan begitu kehendak yang sempat terbesit dalam pikiran jernih. Ia rela menuangkan segelas gelap yang membutakan langkah-langkahnya, bahkan tongkatpun tak juga memberinya jalan kemudahan. Ia malah mengeratkan ikatan yang telah lama mengungkungnya diam-diam, lalu tanpa disadari muncul benjolan yang menyerap terus menerus kelembutan hingga tak berbekas.

Ketaknormalan yang merajalela tak juga ditanggapi sebagai panggilan Tuhan agar ia lekas-lekas mengoreksi catatan keimanannya. Jika tak sanggup ada pilihan hati yang bisa menyokongnya menjadi detak-detak semangat dan inspirasi bagi manusia lain. Sebagai cipatan-Nya insan menyediakan secuil potensi agar gerak lisan dan jiwanya tak hitam jelaga. Sesekali tisu putih yang berubah menjadi krecek akan terasa nikmat, jika tak disadari keberadaannya.

Yang lain, penggerak roda pikiran menjadi lebih mulus ketika semua fungsi tubuh mengarahkan pada kebahagiaan yang hakiki. Insan menjadi lebih terpanggil pada kenyataan hidup di depan matanya, meski statusnya sebagai insan 'papa' menjadi incaran mulut-mulut yang miskin kasih sayang. Mereka juga butuh pertolongan, tinggal menunggu momen saja.

Malaikat turun ke bumi menyapa sang Nabi terakhir ingin menyampaikan mandat dari Tuhan-Nya. Ia mengatakan "Wahai Nabi tak jauh dari Anda ada seorang "Malang" yang nantinya akan masuk neraka." Setelah selesai ia melesat pergi dari hadapannya.

Lalu lewatlah seorang ibu yang tengah menggendong anaknya yang tak berhenti menangis sebab lapar yang menohok. Wanita "malang" yang bekerja di tengah lumpur kegelapan tengah menggigit sebagian kurmanya. Ia menghentikan gigitannya dan berjalan tergesa-gesa menyambangi si anak dan memberikannya. Malaikat turun dan menjalankan mandatnya bahwa si wanita "malang" itu akan menjadi penghuni surga.

Level keibaan wanita "malang" itu pada level yang membuatnya nasib si wanita berubah seketika, tidak perlu menunggu waktu lama agar takdir si wanita "malang" menjadi takdir yang mulia. Itulah definisi dari insan yang berfilantropi.

Jiwa yang keras jua menjadi titik gelap hingga ia tak bisa menyerap kejadian dari Tuhan. Bahkan Ahli kegiatan langit pun tak bisa membedakan sebuah peristiwa. Ketika banjir melanda dan air sudah menyentuh lututnya, menyentuh dadanya, bahkan ketika air sudah sampai loteng ahli kegiatan langit tetap menolak semua pertolongan manusia. Ketika ia protes dengan Tuhannya. "Mana pertolongan Mu" kata si ahli kegiatan langit. "Aku sudah memberi pertolongan kepadamu sebanyak tiga kali" kata Tuhannya. Hati yang keras telah membuatnya menolak semua kebenaran (pertolongan) dari para penolongnya. (Hanya Tuhan Yang Tahu).

Rabu, 16 April 2025

DRAMA DI PAGI HARI

BABAK 37
Pagi itu sebuah keluarga kecil bangun. Alarem sudah bunyi menjerit-jerit sedari sepuluh menit lalu. Kokok ayam tak terdengar lagi. Seorang ayah bangun dengan letih. Beberapa tahun belakang ia ingin mengakhiri saja profesi sebagai guru. Di kepalanya sudah tertanam beberapa pola di masa depannya. Salah satunya, ia ingin serius untuk meniti karir sebagai seorang penulis. Setidaknya ia bisa bertahan karena ada ambisi yang meluap-luap di kepalanya. Ia bisa mengajar di mana saja dan kapan saja. Soal mendidik tidak terbatas ruang dan waktu. Tak perlu meniti rutinitas yang bisa membunuh bakatnya secara kejam.

Setelah ia bangun. Kedua anaknya ikut bangun. Istrinya tak lama bangun. Sementara anak ketiga yang masih bayi sudah bangun lebih dari semunya. Tengah berbicara dengan dunianya. Ketika lampu di kamarnya dihidupkan, ia kaget lalu tersenyum kepada orang yang telah dikenalnya. Ayahnya sendiri.

Ayahnya pergi ke toilet menjalini rutinitas yang tak pernah bosan. Berak. Di tengah asih buang hajat ia mendengar bunda dari anak-anak tengah mengulang materi untuk ulangan pekan ini. Bunda yang pernah mendapat beasiswa kedokteran rupanya sedang menerapkan pola belajar yang dulu pernah digelutinya, mencoba diturunkan kepada anaknya. Kepada anak lelakinya tradisi itu cukup berhasil, kepada anak perempuannya agak mentah. Darah seniman ayahnya rupa mengalir deras di tubuhnya. Ia menolak pelan-pelan, ia sedikit mirip kepada cara ayahnya yang membuat jawaban di kepalanya.

Ayahnya selesai buang hajat. Tradisi intelektual itu masih saja berlangsung, mungkin bundanya ketika tidurpun mimpinya tentang algoritma, kalkulus, kimia, yang memusingkan ayahnya. Sampai kegiatan sarapan tradisi ilmiah itu masih alot. Ayahnya menikmati sepiring nasi uduk yang dibelinya bersama kedua anaknya. Mencuri tradisi yang sedang panas di pagi hari. Anak perempuannya ikut kabur bersama kakaknya mengendari motor yang di jokiin oleh ayahnya. Ia tampak gembira menghindari sejenak tradiri yang membuat wajahnya sering cemberut. Bundanya ketus ditinggalkan ketiga orang yang dicintainya. Tanganya masih mengenggam modul yang di buat oleh guru-gurunya di sekolah.

"Kertas dibuat lap sepatu ayah saja." Pungkas bundanya. "Buat apa dibuat, kalau kamunya tidur. Besok setelah sekolah, tidur saja, bangun sinetron, kalau disuruh belajar banyak sekali acaranya. Makanlah, ngantuklah, kartunlah, gemlah, kalau begitu hapus saja gemnya, semua pertanyaan bunda, tak ada yang bisa kamu jawab." Tambahnya, wajahnya nggak enak dilihat.

Kakaknya ingin mengelak, bahwa ia tak segaris dengan adiknya yang menurutnya akan mempersulit main gem setelah pulang sekolah.

"Nggak, dua-duanya nggak ada yang main gem!" Bunda mulai mengaum. Teritorinya mulai terganggu. Ayahnya menjadi pendengar saja. Ia pikir ini wilayahnya. Hewan saja punya teritorinya apalagi manusia yang punya segala-galanya dari hewan buas itu.

Ayahnya manggut-manggut saja dalam hati. Bunda sedang mewariskan pola yang membuatnya dulu disegani dalam dunia aljabar dan turun-turunannya. Permainan di luar sana lebih ganas dari apa yang dibayangkan oleh kedua anaknya. Ia coba mewariskan jurus-jurusnya agar mereka sedikit bertahan di lahan yang culas serba instan.

Ayahnya mengira mereka akan merengut sampai di sekolah. Ketika berpamitan hanya anak lelakinya yang mau cium tangan, sementara ia menolak tegas. Di hadapan bundanya. Sampai di sekolah wajahnya jernih setalah ia melihat temannya dan menyapanya. Begitu juga kakaknya. Transisi emosinya begitu cepat. Mungkin orang dewasa setidaknya berkenan melihat kejadian ini. Tapi, sepertinya untuk ayah saja. Terimakasaih kalian telah mengajari kami.

Selasa, 15 April 2025

BELAJAR MENGENDARAI SEPEDA

BABAK 36

Awal yang baik. Ia mau belajar tentang keberanian, dan kemampuan untuk mengendalikan rasa takut. Ia sedikit ragu untuk mengayuh pertama kalinya tanpa menggunakan roda bantuan. Kedua alisnya naik keatas dan membentuk formasi menguasai diri. Setiap Ia berpikir keras untuk melakukan sesuatu hal baru, perubahan pertama adalah Alis terangkat, bola mata agak melebar, bibir terkatup, ada keseriusan tertangkap pada wajahnya.

"Ayah aku masih takut." Katanya pelan.

"Kamu bisa nak, seimbangkan badan, santai saja,lihat jalan, dan jangan lupa rem." Kata Ayah. Bagi keduanya mereka mencoba selalu menerapkan pijakan ketika melakukan sesuatu.

Sepeda meluncur. Ayah tahu kamu bisa membunuh rasa takut. Meredam keraguan. Dan memeluk keberanian. Sepeda meluncur dengan kecepatan sedang. Permulaan yang baik. Ayah lupa kalau di depan rumah ada saluran air (got) setinggi betis orang dewasa. Dengan kondisi sebagian tertutup oleh rumput liar. Ia sudah berada dalam mode khusus, ayah tak ingin mengubah konsentrasi. Tangan kecil kamu belum seimbang, tak mengurangi kecepatan, dan masih kaku. Ia terjerembab dengan posisi jatuh yang tidak berbahaya. Dia gunakan kakinya untuk menginjak rumput. Lalu di keluar got dengan wajah tegang.

Ayah tak ingin kamu panik berlebih. Walau jantung ayah berdetak cepat. Ayah ingin kamu menguasai ketegangan. Ia menangis dengan kondisi yang lebih berani. Karena dia berani untuk keluar dari zona nyaman. Sepedaannya bukan dengan roda tiga lagi. Aku memeluknya. Memberi ketenangan. Dan memberi listrik keberanian dan apresiasi. " Kamu hebat, sudah bisa naik sepeda roda dua." Kamu sudah mengalahkan rasa takut, takut untuk jatuh.

"Aku nggak mau naik sepeda lagi, sepedanya rusak ayah." Gerutunya sambil menangis.

Ayah tahu kalau ungkapan itu sebaliknya. Ciri khas putranya. Karena esok harinya, kamu ngajak ayah untuk belajar sepeda. Hasilnya subhanallah, meluncur dengan beberapa meter, lalu kamu berteriak girang, lupa rasa sakit, jatuh karena berhasil mengendalikan sepeda, menyeimbangkan, dan fokus. Senyumnya mengembang. Ayah mengikuti dari belakang. Ayah tertinggal jauh di belakang." Ayah aku bisa yah". Jalanan komplek berhasil kamu taklukkan.

Selamat untuk rasa berani.

Senin, 14 April 2025

PERISAKAN

BABAK 35
Apa yang kau rasakan, sudah lama ayah rasakan. Ayah harap kau bisa melalui dengan lapang dada. Kau menyebutnya Bully (Perisakan) untuk pertama kalinya. Ayah ingin sekali memelukmu pada kau selesai berbicara. Ayah menahan diri, karena kau kenal sekali dengan respon ayah pada saat-saat titik itu lemah. Maksudnya, nanti saja peluknya ketika kau merasa tak lagi bisa menopang. Mungkin itu maksudnya.

Hari itu kau bisa menyebutkan siapa saja yang sering dibully, termasuk dirimu sendiri. Ayah ini korban Bully, oleh kakak kelas, senior, lingkungan, bahkan orang dewasa. Ada rasa sakit muncul padahal tak ada satupun bekas luka sayatan di bagian tubuh ayah. Tapi rasanya pedih, dan kau bisa merasakan dengan tatapan itu.

Ayah pernah melihatmu menangis ketika pertahanan terbaik mereka koyak. Tidak apa, untuk sementara bisa menghentikan sejenak kelakuan mereka. Meski itu tak selalu tepat, kau harus bisa berdiri tegak menerima badai dan apapun itu. Sampai mereka menurunkan topi dan memberi sedikit empati. Ayah ingin marahi mereka dengan cara ayah, tetapi ayah takut bisa membutmu lebih rapuh. Apalagi kau punya penilaian ajeg, padahal usiamu masih 8 tahun. Air matamu suatu saat menjadi sekuat baja, jika kau banyak belajar.

Berani bicara adalah harapan ayah agar kau bisa menolak sesuatu yang tidak nyaman menghampirimu. Agar mereka tak terlalu kuat menekanmu pada semua lini, mungkin ayah yang salah dalam beberapa pola asuh, dan itu belum terlambat. Ayah coba kenali dan kuatkan apa yang terlihat lemah pada diri ayah. Kamu adalah prodak sekolahan yang tak pernah gagal, karena kau sendiri yang menciptkan kekuatan itu.

Malahan ayah yang kadang merasa lemah dengan cara membatasi beberapa gerak dan langkahmu, Itu mungkin keliru. Tujuan ayah setidaknya bisa kau kenali, dengan cara mengenali penyebab awal Bully-Bully itu. Dan semakin kau menyadari lebih awal, kau bisa mengatasi dengan caramu sendiri, bukan dengan cara ayah. Ayah menjadi semacam mentor untuk melatihmu menjadi petarung terbaik. Best Of The Best.

Kau seperti mengumadangkan perang melawan Bully dengan cara tak biasa. Mengenalinya, membatasinya, dan membuat mereka menyadari perbuatan Bully sama sekali tak nyaman. Kau mencatatkan ingatan yang ayah dengar setiap kau menyebutnya dalam pembicaraan, bagi ayah itu sudah cukup.

Mungkin ayah perlu sedikit bersabar, agar kau bisa memunculkan pertahanan terbaik. Kau bisa melalui dengan kuat tanpa perlu menyalahkan diri terus menerus.

Pada masa-masa awal usia kau berani kelur rumah tanpa ayah. Itu bagian terbaik dari perkembanganmu ketika usiamu beranjak 5 tahun. Ini prestasi yang bisa kau ukir sendiri dalam menghempaskan rasa takut. 

Minggu, 13 April 2025

Kebanggan Seorang Ayah

BABAK 34

Satu malam jelang tidur.

"Kenapa tak silat lagi Mas," tanya si Ayah. Tangannya yang kukuh memeluk pinggangnya yang masih ramping.

"Naik sabuknya lama yah," katanya. Tangannya yang mungil meraih tangan ayahnya, lalu mengencangkan lebih erat lagi.

Lalu...

Ayah mendengarkan gerak bibirnya. Ada gurat sedih sempat terlintas. Ada wajah yang ingin berontak, tetapi ia sendiri tak tahu atau belum tahu soal apa yang harus dilakukan. Mungkin berhenti dari latihan adalah bagian dari jawaban.

Ia tak pamit pada pelatih, juga pada ayahnya. Pada pelatih ia seperti ingin melakukan demo atas keberpihakan yang salah. Ini agak lucu, bocah delapan tahun ingin menjungkirbalikan sebuah keadaan. Mesti mungkin saja terjadi, tetapi hal itu adalah awal dari ia mengerti tentang pencapaian.

Ayah mengangguk bukan untuk membenarkan, tetapi telinga ini setiap saat siap mendengarkan keluh kesahmu. Menjawab setiap pertanyaan. Jika ayah tak bisa menjawab, maka Ayah akan menangguhkan beberapa saat, setidaknya bisa mengintip buku, atau kalau tak sempat bisa melayang ke dunia mbah. Yang jelas, kau akan tumbuh seiring dengan waktu yang kau simpulkan sendiri. Maaf jika ayah tak sabar, tetapi paling tidak ayah bisa merobohkan ego yang kerap menunggangi semua hal. Bahkan kebaikan yang kau tawarkan, bisa menjadi petaka bagi Ayah. Bila ayah tak pintar mengolah Ego. Ego akan tetap bercokol meski kelak berpisah pada saat yang memungkinkan

Nama pelatihmu sama dengan nama ayah. Kadang kau menertawakan dan meledek soal nama ayah. Kau tak pernah menggerutu soal nama, adikmu yang kerap mengejek, maksudnya bercanda soal-soal nama, jika ayah kena 'mental' kalian akan tertawa keras. Lalu kembali pada tempat semula.

Soal nama pelatihmu, ayah kira bisa menangkis hujan air mata yang mulai kau tampilkan pada saat-saat tertentu. Itu kemampuan yang mesti kau rawat. Tak apa lelaki juga bisa menangis, jika itu menenangkan. Soal sabuk, ayah tahu kapan kau menitikkan air mata, kaupun tak bertanya. Ayah mulai menandai, air mata yang kau keluarkan diam-diam, meski hanya berkaca-kaca itu adalah simbol kau akan mengakhiri sesuatu. Begitu simpel, tetapi cukup tegas. Ayah simpati, kau mulai memustuskan sesuatu tanpa campur tangan ayah bunda.

Kau akan tumbuh terus Nak?, tetaplah kuat.

Sabtu, 12 April 2025

Sekolah Bukan Pabrik Robot

BABAK 33

"Kamu begitu saja nggak bisa, itu kan soal mudah!" Ucap ibunya sambil membereskan buku-buku yang berantakan, pelajaran seni sedang berlangsung secara daring.

"Lain kali harus lebih fokus," tambahnya.

Adi yang merasa kesulitan, merasa keyakinan untuk memantapkan hati karya pupus. Perasaan terdalam seperti tak ada, ia kehilangan pijakan untuk menyambung perasaan yang setengah hidup sejak bangun pagi , agar bisa nyaman menghadapi guru seni itu.

Ajaib, ia kehilangan fokus di beberapa bagian, sementara momen terus saja berjalan. Ibunya yang sedang sibuk dengan kegiatan pribadinya merasa terganggu. Inilah momen yang mungkin Adi hindari, ia ingin menyelesaikan sendiri, tetapi ia belum sanggup untuk multitasking dalam soal-soal tertentu.

Ibunya kehilangan momen ketika Adi berhasi mencuci piringnya sendiri, pekerjaan di toilet, bahkan bisa menjaga adiknya yang masih kecil, mengajak bermain dan seterusnya.

Sekolah tidak dirancang untuk membuat anak didiknya menjadi robot dan menguasai banyak tanpa kesalahan, dan Adi bukan robot yang gampang distel tanpa kendala apapun. Ia adalah perangkat kompleks yang unik dan tentu saja ciptaan Tuhan. Hingga memperlakukan atas dasar-dasar tertentu dan program-program tertentu yang sesuai dengan perkembangan anak. Mari sudahi prasangka seperti itu.

Jumat, 11 April 2025

Cerita Anak Kepada Ayahnya

BABAK 32
"Aku udah tahu ayah, kalau ada yang marah mereka akan mengajak satu gang untuk musuhi aku yah, udah kebaca!" kata si anak pada Ayah pada satu sore.

Ayah berharap pada waktu yang bisa memberi kesempatan padamu agar kuat untuk mengucapkan sebuah alasan. Maaf jika ayah memakai seharusnya, kalau kamu memberi kepercayaan diri pada kekuatanmu maka hal ini tidak akan terjadi. Barang mainan itu, yang tempo hari temenmu titipkan. Berkurang jumlahnya, seharusnya kamu bisa mengucapkan hal-hal yang semestinya. Tanpa bermaksud untuk menggurui, ayah hanya belajar pada banyak kesalahan, kau mestinya juga demikian.

Ini sejarah yang kau cipatkan sendiri, kami melayani kepercayaan yang sudah demikian rupa untuk kami percayai, memang agak muter, tetapi dengan cara inilah sesuatu bisa dapat dibicarakan dengan selayalaknya.

Kami memercayai dengan kata dan sikap, akan halnya demikian roda yang kau putar sendiri. Jawabanmu mencoba menentramkan sedemikian rupa bentuk kekhawatiran yang kau baca dengan mudah melekat pada ayah.

"Masih banyak teman lain yah, di gang 3 dan 4, jadi aku tak begitu peduli."

Bila demikian perjalanan akan sedikit menenangkan ayah. Tetaplah kuat, dan menangis bukan berarti lemah, kau sudah berusaha dengan baik. Tangisan adalah senjata terbaik jika memang bisa meredam segala kekuatan yang tak bisa kau tangkis sekarang ini, di usiamu yang genap 8 tahun. Jadi berusahalah...

Agar ayah tahu kau mudah beradaptasi pada situasi yang paling buruk yang kini satu persatu mampir pada hidupmu.

Kamis, 10 April 2025

Skema Pembelajaran

BABAK 32
Ia membiarkan putranya untuk merasakan sebuah kenyataan hidup. Bahwa ada hal-hal di sekitarnya yang tak melulu soal kenyamanan. Di luar sana ada banyak ketidaknyamanan jika kamu enggan untuk berdamai, minimal pada perasaanmu sendiri.

Ia melihat putranya berpindah dari satu titik ke titik yang lainnya. Rupanya hari itu ia tak mendapatkan "nasi box" yang rutin disediakan oleh masjid dekat rumahnya. Ada kesedihan dalam hatinya. Ia ingin putranya belajar tentang kesiapan untuk menerima hal yang sesuai dengannya, dan kesiapan untuk menerima hal yang tidak di sukainya.

"Ada hari lain, jika kamu menginginkan"

Putranya masih diam tak menjawab sepatah kata.

"Bukan rezeki kamu, lain kali ada kesempatan lain," tambah ayahnya.