BAB
Empat Puluh Dua
Empat Puluh Dua
Aku dan Nara mengawali pagi dengan tenang. Bila tidak hujan kami berdua sering berjalan menembus kabut tipis pagi yang turun mencium tanah di tengah pematang sawah. Setahun rasanya sudah kami lalui bersama Nara. Akhirnya pernikahan kami berdua bisa berlangsung dengan sahdu. Semua mata yang hadir dalam pernihakan kami berdua menitikkan air mata. Cobaan besar sudah kami lalui menjelang pernikahan. Polisi Saryo juga hadir dalam pernikahan. Luka tertembus peluru di pahanya sudah sembuh.
Bondan di beri keringan hukuman. Setelah menjadi saksi atas kejahatan Farah dan Arkon juga bos besarnya Polisi Marno. Ketiganya kini sedang mendekam dalam jeruji penjara. Dan Nara di nyatakan tidak bersalah, namanya di bersihkan dari catatan kewarganegaraan. Kedua adikku sekarang bertambah dewasa. Ibuku lebih memilih untuk tinggal di rumah. Rupanya racun yang bersemayam di tubuhnya mulai menggerogoti ketahanan tubuhnya. Aku dan kedua adikku bertekad untuk menjaganya sampai helaian nafas terakhir. Walaupun begitu Ibuku tetap melakukan aktivitas jarak pendek setiap hari.
Setiap selesai Sholat Shubuh aku sudah membocengkan Nara dengan sepedaku untuk berdagang ke pasar. Sementara ibu mertuaku menghabiskan masa-masa tuanya di rumah tercintanya. Berkebun, menumbuk padi, menyapu halaman. Bahkan kalau lagi musim panen padi, Ibu mertuaku bersikeras untuk ikut memotong padi dengan ani-ani. Kondisi kesehatannya memang membaik. Tetapi penyakit akibat usia gampang menerpanya bila badan teralalu di paksa untuk bekerja. Kami berdua sering kewalahan menghadapi niatnya.