BAB
Tiga Puluh Tiga
Tiga Puluh Tiga
Cuaca pagi ini sangat cerah. Sinar matahari belum merekah sempurna. Awan-awan putih berserakan terhampar bagai lukisan indah yang menempel pada kanvas. Latar belakang langit yang bergradasi mewah menambah kemegahan pesono langit Purbalingga. Ruam-ruam kemerahan bercampur biru luat terpampang di ufuk. Tak heran kalau para penikmat alam sangat betah untuk menikmati awal pagi yang indah. Rusukku sudah sembuh setelah penyembuhan hampir satu bulan. Para Polisi kehilangan jejak para penyerang markas Polisi. Sedangkan ku kini sedang menelusuri jejak takdirku.
Pagi ini aku sudah sampai di proyek pembangunan sekolah untuk sekelas SMA. Posisiku sebagai kenek alias membantu para profesional (Tukang) mengerjakan segala sesuatu yang berhubungan dengan adukan semen, bata merah, kayu, paku dan sebagainya. Sudah hampir 4 bulan aku menjalani profesi ini. Aku merasa pekerjaanku terasa menyenangkan. Di samping mendapat imbalan tak mengecewakan, aku juga dapat menatap gerbang besar pintu penjara yang luas. Lalu bila ada waktu senggang maka aku menyempatkan untuk mengunjungi Nara pada setiap jam istirahat. Itupun bisa di hitung dengan jari. Karena sangat susah untuk bisa bertemu dengan Nara dalam penjara. Kalau Polisi Saryo sedang piket maka kunjunganku tak banyak mengalami kesulitan. Selesai kunjungan, aku kembali ke proyek pada jam setengah dua.