Senin, 25 Februari 2019

Novel Frans Maki

Bab 9

Memancing
Part 2

Kegiatan memancing berakhir dengan duduk di sebuah gubuk beratap daun-daun pohon Aren. Tubuh Ical makin kurus, tirus dan ada sinar kedewasaan di wajahnya. Tapi sulit untuk di ungkapkan oleh Frans. Sambil membetulkan letak duduknya, Frans merapihkan alat pancingnya.

Sudah tiga puluh menit yang lalu, Ical sudah meringkuk mirip seekor udang bakar. Wajahnya damai, walau ada kelelahan yang tampak jelas. Beberapa tetes hujan menerpa tubuhnya, tapi acuh. Ical terus mendengkur keras, mengabarkan pada alam sekitar kalau kemerdekaan hatinya yang jernih dapat membantu tidur damai, nyaman, dan sentosa.

Hujan deras telah menjebak kami setelah selesai memancing. Ikan gabus yang kami bakar mengurangi rasa lapar setelah setengah hari memancing. Gubuk yang kami jadikan tempat berlindung dari derasnya hujan pun bergoyang ketika angin kencang meniupnya kuat-kuat.

Burung-burung tak mau ketinggalan, bersembunyi di balik dedaunan. Pucuk-pucuk pohon padi seperti berkeringat, tetesan hujan membuat efek dejavu berburu burung Brondol. Ical menggeliat sebentar dan keduanya matanya terbuka. Ia terbangun dan duduk tak jauh dari Frans.

Lima menit berlalu kedua anggota kopi anjing itu  membisu. Keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing. " Frans, bolehkah saya menginap lagi di rumah mu?" Ujar Ical, suaranya beradu dengan suara hujan.

" Tentu saja, kau takut pulang." Jawab Frans.

" Ayah akhir-akhir makin tidak terkendali. Durhaka tidak kalau saya melaporkan kelakuan ayah ke Polisi." Gugup Ical bertanya. Boleh tidak aku menginap lagi?"

" Boleh, Kita harus pulang, Marmut ku belum diberi rumput. Kau tak takutkan dengan hujan." Ledek Frans.

" Emang saya Kucing."


Minggu, 24 Februari 2019

RINDU

Tanjung Pinang, 20 Februari 2002
Menjumpai Anakku
Sutarmi/Amy

Bismillahirrahmanirrahim
Assalamualaikumm Wr. Wb


Dengan ini tidak lain Bapa kasih kabar sama kamu bahwa Bapa sekarang dalam keadaan sehat saja tidak ada halangan sesuatu apapun. Begitu juga kamu, Bapa daoakan semoga demikian hendaknya.

Selain dari itu Bapa mau berlayar melalui Kapal Bukit Siguntang, Bapa bareng dari Tanjung Pinang, Tanggal 25 Februari 2002 semoga Bapa selamat di perjalanan bisa berjumpa keluarga di Kaligondang. Terutama Bapa lama tak jumpa kamu, Bapa rindu sekali semua anak-anak. Dan apalagi Ari, Bapa selalu ingat terus. Selanjutnya kamu ingin jumpa Bapa ya, ke Kaligondang sebentar. Kebetulan kalau kamu ke Kaligondang, Mbakyumu mau diboyong ke Kaligondang.

Demikian saja yang Bapa kabarkan sama kamu dan pada waktu itu Bapa kasih kabar sama kamu Bapa berlayar bulan 3, tapi mama suruh bulan 2 saja. Demikian dari Bapak.

Bapa (Sumarjo )

Jumat, 22 Februari 2019

Matahari Terbit dari Barat-4

Jenjang karir tak berguna bila semuanya menengadahkan tangannya kepada sesama penghamba keduniawian.

Slogan, jargon, trend, adalah produk yang meninabobokan kesenjangan materi, bila tak kuat-kuat memegang perisai ketangguhan mental berapi-api melawan penjajah moral nomor wahid.

Matahari akan berguna bila menjadi pusat pengukuran waktu yang akan memapas seluruh persendian waktu. Waktu berakhir bila matahari tak lagi tenggelam di ufuk barat. Matahari menjadi pusat rehabilitasi moral dan pengingat bahwa kenikmatan dunia sangat terbatas.

Semua jenis waktu bersumpah dengan penguatan yang tak main-main. Demi Waktu, Demi Malam, Demi Siang,dan demi-demi yang lain, yang demikian itu harusnya menjadi alarm betapa dekatnya matahari terbit dari barat.

Selasa, 19 Februari 2019

NAIK SETINGGI TELINGA

Ketika kebebasan harus di bayar mahal, maka merdeka adalah satu nafas yang harganya selangit. Bukan " pertengkaran" yang tak berujung, melainkan cobalah untuk berjalan dengan kecepatan berlari. Seperti matahari yang tak pernah tenggelam, dia hanya beralih dari tugas di belahan dunia yang lain.

Satu kata untuk kemerdekaan kita dari balik tembok para penguntit rempah-rempah adalah berjuang dengan cara yang lain, dedikasi terhadap cita-cita adalah salah satunya, naik setinggi telinga berupa penghormatan terhadap salah satu kata magic, menakjubkan, magnet, dan kata penggelora semangat.

Ketika kata merdeka dilanjutkan dengan hormat setinggi telinga, berarti gejolak cinta tanah air meluap, membuncah, hingga kata-katanya menggetarkan, menciutkan nyali lawan, apalagi mengatakan kata merdeka sambil menaikkan hormat setinggi telinga, lalu dibalut dengan asma ilahi. Maka musuh kocar-kacir, tunggang langgang, morat-marit, putus asa, dan sang saka merah putih berkibar di ujung tiang tertinggi.

Novel Frans Maki

Bab 9

Memancing


Sungai kecil di tengah sawah mengalir tenang. Di dalam sungai kecil itu, Frans masih menyakini berbagai rupa-rupa hewan yang bisa di pancing untuk makan siang. Frans mengajak Ical yang menginap di rumahnya. Ical yang masih memakai baju Frans tak peduli dengan keadaan dirinya, kucel, kurus, dan bola matanya cekung.

Tak sia-sia kegiatan memancing mereka membuahkan hasil. Dibalik kecanggungan Ical bertemu dengan Frans, mereka berdua mulai membakar ikan-ikan dengan ranting-ranting, dan kayu bakar kering, soal ini Ical yang paling mahir melakukannya.

" Kau tak rindu dengan ayahmu." Tanya Frans.

" Entahlah, saya tak mengerti dengan keadaan ayah. Ayah seringkali berubah, dia seperti terkena penyakit Bipolar."

" Aduh..., kau ini bicara terlalu tinggi, apa itu bipolar."

" Terlalu ekstrim perubahan suasana hati ayah saya, kau benar Frans, saya harus melanjutkan hidup saya."
" Jadi ayahmu bisa sangat tidak terduga kondisi batinnya."

" Ya bahkan lebih parah dari itu, makanya saya memutuskan untuk menginap di rumah pohon sampai waktu yang tidak terduga. Eh, bagaiman kau sudah tahu siapa pencuri Marmut?"

" Belum, sekarang Marmut tinggal sepasang, mau tak mau saya pindahkan kandangnya kedalam rumah."

" Kau yakin aman."

" Ya, tak ada tempat lain."

Kegiatan memancing berakhir dengan makan siang ikan gabus, dan beberapa ekor udang-udang ukuran sedang, sungai masih menyimpang sejuta aneka ragam makan gratis dari alam. Frans merasa lega, sahabatnya Ical telah menemukan kembali keyakinannya. Untuk beberapa hari kedepan, Ical menginap di rumah Frans. Kegiatan sekolahpun sudah mulai dilakukan kembali.

Minggu, 17 Februari 2019

Tentang Umar

5. Merantau


Meninggalkan tempat yang nyaman, anak dan istri adalah hal yang paling berat. Tapi Umar harus mengambil keputusan, pekerjaan di kampung yang sulit membuat ia mengiyakan ajak seorang teman untuk merantau ke Tanjung Pinang. Meski pahit ia harus jalankan niatnya untuk memupus nasib sekaligus melawannya hingga akhir nafasnya. Keluarga Umar termasuk Outlander atau pendatang, sebagian besar tetangganya tak begitu menyukainya, beberapa dari tetangga juga secara terang-terangan memberi label kepada Umar: "Sekarang Umar jadi kere, merantau saja harus jual sebagian rumah."

Hati perih, jiwa tergores, air mata mengalir, sang istri membesarkan tekadnya. Nasib harus diubah, meski harus melawan waktu yang memedihkan. Rumah yang berdinding bambu harus ia ubah menjadi bata merah hingga rayap tak sanggup menggerotinya. Bukan hanya itu, ada misi besar yang ada di kepala Umar, yaitu menunjukkan kepada para penganut kebencian, pendengki, bahwa semangat mampu merobek sebuah takdir, semunya ada masanya. Kehidupan akan terus bergerak, roda pedati terus berjalan. Kadang kita di bawah dan di atas. Takdir akan berlaku adil kepada siapapun yang berani mengubah nasibnya sendiri.

Persahabatan Kiki dan Eza

Walau hidup di pulau yang berbeda, Kiki dan Eza kerap kali bertemu setidaknya sepekan sekali ketika hari libur tiba. Kiki tinggal di pulau Jambu. Sementara Eza tinggal di pulau Kelelawar. Persahatan mereka sudah terkenal, banyak penduduk pulau yang memuji kedekatan mereka, bahkan menjadi semacam model dalam persahabatan.

Suatu pagi yang cerah, kiki keluar dari rumah untuk menatap pulau Kelelawar yang terlihat kecil di sana, tempat Eza tinggal. Tiba-tiba bola matanya membelalak, lututnya gemetar, rahangnya mengeras, nafasnya naik turun, Kiki tak percaya asap tebal pekat membumbung tinggi yang berasal dari pulau Kelelawar.

Dalam kecemasan, Kiki memanggil ayahnya. Keduanya melihat pemandangan yang mengerikan itu. Tanpa menunggu lama, keduanya lari ke arah perahu tempel yang bersandar tak jauh dari mereka. Hati Kiki pilu dan ragu-ragu apakah rumah sahabatnya menjadi korban api. Keduanya tak banyak bicara, mereka beradu pandang setiap jarak semakin dekat dengan pulau Jambu.

Sabtu, 16 Februari 2019

HUKUM KESALAHAN

Hukum kesalahan adalah memperbaiki kesalahan dengan perbaikan, jelas tidak ada bedanya menatap rasa bersalah pada titik yang terlalu merasa bersalah. Merasa bersalah adalah mutlak, karena itu adalah perwujudan dari koreksi hati atas masalah yang ditimbulkan.

Hukum kesalahan adalah fitrah, kita sebagai manusia tak ada yang lolos dari luput dan khilaf. Cara mengembalikan kekhasan fitrah adalah dengan menambah cita rasa kebaikan hingga rotasi kesalahan yang terus menggunung akan terkikis dan kembali sosok manusia pada rel yang sangat manusiawi.

Hukum kesalahan adalah rasa percaya diri agar tak sampai melukai hati seseorang dengan sikap salah kita yang terlampau salah, karena sejatinya tidak ada masalah yang diselesaikan tanpa masalah, mirip slogan program produk yang menjual dan menyelesaikan masalah. Masalah akan selesei bila kita sendiri tidak bermasalah.

Hukum kesalahan adalah menyesal dengan sesal paling dalam, disambung dengan itikad baik agar tidak tersandung masalah baru. Itikad baik berkelindan dengan semangat untuk menandai dalam setiap perbaikan. Pisahakan antara menyalahkan diri terlalu pahit, karena pahit tidak selalu obat. Terakhir, lakukan dengan proses yang mendasar, terima kesalahan lalu bangkit untuk memperbaiki kesalahan. Lalu berjalan mantap tanpa merasa paling benar. Tetap rendah hati dan tetap menerima kebenaran.

Jumat, 15 Februari 2019

SPEKTRUM

Menyimpan dan melindungi segela jenis prasangka adalah lebih baik dari pada mengumbar sesumbar apa yang tidak perlu dikatakan karena menjawab semua keegoisan dan meluapkan kewenangan yang ia punya. Amanah adalah cara paling buruk bila digunakan untuk mengintervensi semua gejala psikologis yang berada dibawahnya. Sampai puas Ia membully sampai buih dimulut menetes seperti air liur binatang menjijikan.

Diam adalah kata kunci untuk menjernihkan hati karena tak sanggup menjawab kesombronoan orang untuk mengajak berkomunikasi, sumpah serapah inginnya diperlihatkan sebagai bentuk pelampiasan atas ketersinggungan hati karena perilaku orang yang tak hati-hati dengan hati. Kenyamanannya telah membawa akibat tak nyaman bagi sebagian orang, karena tak mengukur dimensi radar setiap orang.

Berdamai adalah cara orang yang untuk memberangus keegoisan seseorang dalam perjalanan satu atap dengan isi kepala orang dalam rentang spektrum yang berbeda. Suatu saat parameter akan berlaku hanya dengan rentang waktu yang terbatas, karena lihat dan tunggu saja, salah satunya keluarlah dari spektrum yang nyaman, ini adalah kegembiraan yang terus menantang. Warni-warni seperti pensil warna yang keluar dari kotak penyimpanan. 

Kamis, 14 Februari 2019

Tentang Umar

4. Sulap


Malam belum terlaru larut. Umar masih membantu istrinya untuk membuat kue kemplang, khas keluarga umar, kedua anaknya yang masih kecil menatap polah tingkah Umar yang kerap kali tak canggung melakukan hal-hal yang bersifat kewanitaan. Istrinya merasa senang, suaminya yang tak pernah mengeluh tentang pekerjaan receh sekalipun. Ada hal unik yang dilakukan oleh Umar ketika kue mentah kemplang yang berbentuk bulat itu Umar mainkan sebentar didepan anak-anak.

Bedug Magrib masih lama, buka puasa pada bulan Ramadhan memang masih menjadi hal yang ditunggu sampai sekarang, intinya ada jeda waktu yang bisa dilakukan oleh seseorang. Sambil jalan-jalan, menunggu ceramah, atau paling tidak tidak melakukan hal-hal yang diluar kewajaran. Bagi Umar, kue Kemplang yang masih mentah dapat dimainkan menjadi sulap yang menarik. Triknya sederhana, hanya menebak di mana kue Kemplang berada di tangan yang mana, kanan atau kiri, buat kedua anaknya yang masih kecil-kecil kegiatan sulap sederhana menjadi lebih menarik.

Rabu, 13 Februari 2019

PUTRA BAJAK LAUT

SATU

Kerajaan Babian dipimpin oleh Raja yang bernama Kukusan yang masih satu garis keturuan dari Raja Pasoma yang mangkat 20 tahun yang lalu. Alm Raja Pasoma masih teguh memegang teguh adat istiadat dan cenderung kaku, Raja Pasoma terlalu percaya kepada Ahli Nujum yang belum tentu kebenarannya. Sementara kerajaan Babian yang dipimpin oleh Raja Kukusan lebih terbuka dengan hal-hal logis, keberadaan ahli nujum mulai tergerus, dan membuat para ahli nujum mulai mengubah strateginya agar bisa bisa bertahan hidup dari suasana yang membingungkan. Kerajaan Babian terletak di pegunungan Makma. 

Saking terbukanya, para pengemis dari luar kota bisa menjamah pasar-pasar yang dekat sekali dengan wilayah kerajaan, keadaan ini tidak membuat Raja Kukusan melarang, bahkan di hari Kamis sebulan sekali, para pengemis di kumpulkan di alun-alun kerajaan dan diberikan baju terbaik, makanan terbaik, dan segala kebutuhan yang berkualitas tinggi.

Putri Raja Kukusan yang bernama Sheila sangat menyukai kegiatan amal ini, menurut Sheila ketika menatap wajah para pengemis membuatnya lebih tenang, dari pada menatap aneka makanan lezat yang tersaji di meja besar istana. Beberapa kali Sheila ingin muntah melihat salah seorang kerabat ayahnya makan dengan serakus-rakusnya, perutnya buncit tak terhitung lemak jenuh melingkar sepanjang pinggangnya, lalu tertawa sepenuh mulut dan tidur sepanjang siang. Sheila sangat membenci perilaku tak terpuji itu.