Setelah melewati jembatan bambu panjang. Aku dan adikku sampai di halaman rumah. Di sana dua orang yang aku kenal sudah menungguku dengan wajah cemas. Makin dekat aku menghampirinya makin menyadari betapa peliknya masalah yang sedang ku hadapi. Ibuku langsung memelukku dengan erat lalu mengajak Bu Bar bersama Tiky ke dalam rumah. Berita di penjaranya calon Istriku itu membuat hampir-hampir meruntuhkan peratahananku sebagai seorang lelaki sejati.
“Nak Marko, Apakah ada jalan keluar untuk membebaskan Nara dari penjara?. Ibu Kinarsih bertanya.
“Aku belum tahu Bu. Karena aku sendiri kurang paham tentang hukum dan penjara. Mungkin nanti malam aku akan bertanya ke Pak Lurah Kaligondang. Dari sana mudah-mudahan ada jalan petunjuk.”
Sementara Ibuku memandangi wajahku dengan cemas. Apakah Ibuku punya firasat tentang masa depan anak-anaknya. Atau malah ia sedang membayangkan membawa kunci gembok ruang tahanan dan membawa kabur calon menantunya lewat pintu rahasia.
Aku menepis khayalan tersebut dengan menyadari hidup bukan tawar menawar soal pengalaman hidup tetapi lebih kepada cara kita menyikapi hidup dengan pikiran dan logika sehat.