Rabu, 07 Januari 2015

GADIS MERAH SAGA

17

Setelah melewati jembatan bambu panjang. Aku dan adikku sampai di halaman rumah. Di sana dua orang yang aku kenal sudah menungguku dengan wajah cemas. Makin dekat aku menghampirinya makin menyadari betapa peliknya masalah yang sedang ku hadapi. Ibuku langsung memelukku dengan erat lalu mengajak Bu Bar bersama Tiky ke dalam rumah. Berita di penjaranya calon Istriku itu membuat hampir-hampir meruntuhkan peratahananku sebagai seorang lelaki sejati.

“Nak Marko, Apakah ada jalan keluar untuk membebaskan Nara dari penjara?. Ibu Kinarsih bertanya.

“Aku belum tahu Bu. Karena aku sendiri kurang paham tentang hukum dan penjara. Mungkin nanti malam aku akan bertanya ke Pak Lurah Kaligondang. Dari sana mudah-mudahan ada jalan petunjuk.”

Sementara Ibuku memandangi wajahku dengan cemas. Apakah Ibuku punya firasat tentang masa depan anak-anaknya. Atau malah ia sedang membayangkan membawa kunci gembok ruang tahanan dan membawa kabur calon menantunya lewat pintu rahasia.

Aku menepis khayalan tersebut dengan menyadari hidup bukan tawar menawar soal pengalaman hidup tetapi lebih kepada cara kita menyikapi hidup dengan pikiran dan logika sehat.



Lalu Ibu Baroroh menceritakan semua kejadian yang berunjung pada penangkapan Nara Wina calon istriku. Di akhir ceritanya ia memberikan sebuah kertas berisikan sebuah tulisan: Bila Ibu dan Keluarga tidak menemukan Jalan hubungi segera alamat ini: Polisi Saryo, Desa Kalimanah Rt 03/05, Jalan Jambu No 45. Kabupaten Purbalingga.

Pertemuan singkat itu di tutup dengan sebuah acara makan siang sederhana tanpa bercanda dan gurauan seperti biasa. Terdengar obrolan sederhana mewarnai makan siang di beranda rumah lengkap dengan pemandangan kebun singkong di samping rumah. Ibuku dan calon Ibu mertuaku pipinya berkali-kali menyeka air mata yang mengalir tak di undang. Berita berat telah membuyarkan orang-orang ku cintai.

Aku dan Ibu beserta kedua adikku mengantar dari pintu menjelang kepulangan Ibu Baroroh dari rumahku. Dia membawa payung yang di pinjem oleh Ibuku sewaktu pulang melamar Nara. Ibuku berpesan kepada kang Dirman agar mengantarkan pulang Ibu Kinarsih. Kang Dirman yang rumahnya hanya satu desa dari sini tak keberatan untuk mengantarkannya.

Keramahan kang Dirman yang sering memberi tumpangan gratis pada Nara dan Ibu Kinarsih juga patut di pertanyakan. Aku sendiri mendengar dari cerita Nara dan Ibunya sendiri, terbesit rasa cemburu mengingat Kang Dirman walaupun usianya sudah kepala 4 tetapi sampai saat ini dia juga belum punya istri. Ibuku sendiri membenarkan cerita dari Nara, kalau Kang Dirman memang orangnya baik dan ramah. Mendengar nama Kang Dirman berita berat itu terasa lebih menyesakkan dada. Ya... Allah tolonglah hamba-Mu ini.

0 Comments:

Posting Komentar