Keringat membanjiri tubuhku yang tengah mencangkul kebun milik salah seorang tetanggaku di ujung Desa Kesamen. Kebun yang akan di tanami pohon Singkong letaknya 2 Kilo meter dari rumahku. Setelah tidak ada kabar tentang proyek yang ada di desa Kalimanah, Aku melakukan aktivitas apapun untuk bisa membantu keuangan Ibuku. Tak pernah Aku pilah-pilih dengan pekerjaan yang akan di tanganinya. Bila hasil yang di peroleh berstatus halal dan Thoyib, Aku akan bekerja dengan ke sungguhan hati. Ah, Aku hanya bersyukur karena bisa mengurangi beban Ibuku yang sudah tak bersuami lagi. Dengan pekerjaanku yang sekarang ini aku berharap dapat mengurangi kegelisahan Ibu yang akan melihat putranya melangsungkan pernikahan dengan beban biaya cukup banyak.
Matahari sudah tepat berada di ubun-ubun kepalaku yang berambut tebal. Aku bersyukur di beri kelebihan rambut mirip Jacky Chan sehingga terik matahari yang memanggang kepalaku bisa berkurang rasanya. Walapun aku sudah memakai Topi sebagai pelindung kepala, tetapi panasnya masih terasa di ubun-ubun kepalaku.
Aku membuat Gubuk lebar sebagai tempat berteduh. Di samping sebagai tempat untuk Sholat. Karena jarak Masjid dari kebun termasuk jauh. Kira-kira satu jam pulang pergi.
Siang makin terik. Ku putuskan untuk beristirahat sambil menikmati singkong rebus yang ku bawa dari rumah. Rasanya nikmat sekali. Teh dingin dari teko menambah rasa nikmat sampai ke ubun-ubun.
“ Mas Marko!.” Sebuah teriakan mengagetkanku yang tengah mengamati kebun habis di cangkul. Aku mencari sumber suara yang sangat ku kenal. Letakku termasuk di lembah yang di kelilingi oleh bukit-bukit kecil dengan semak-semak rendah membuatku mendongak ke atas melihat wujud sang pemanggil.
Aku melihat keatas bukit kecil yang di penuhi oleh pohon Pete Cina, Jambu Monyet dan semak-semak setinggi pinggang orang dewasa.
“ Ada apa Tiky!.” Aku berteriak karena hembusan angin dapat mengaburkan panggilanku.
“ Mba Nara Mas!.” Adikku menyebutkan sebuah nama yang sudah sangat ku kenal dalam sudut hatiku.