Jumat, 27 Desember 2024

Somplang dan Batu Nisan

Selepas asar Somplang pergi ke rumah neneknya mengantarkan rantang bekal buat buka puasa. Jalan terdekat adalah menerobos setapak diantara makam-makam yang rebah. Apalagi kalau berhasil melewati makam bertanda salib besar di salah satu sudut kuburan itu. Teman-teman Somplang akan berhenti meledek dengan label cupu. Setapak demi setapak Somplang mulai berjalan. Tubuhnya tiba-tiba merasa dingin, ia seperti diawasi oleh ratusan mata yang tak bersahabat.

“Aduh!” teriak somplang. Kakinya menabrak batu nisan.

“Kenapa Som?” tanya seorang dari arah gubuk pertama.

“Aku tersandung batu Nisan, gimana ini?” Reflek Somplang menjawab. Ia menoleh kanan kiri tak ada orang sama sekali. Bahkan penjaga makam yang biasa duduk di gubuk pertama pun tak ada. Makam benar-benar kosong.

“Jalan saja tak apa,” perintah sebuah suara yang berat dan serak. Kali ini dari arah makam bertanda salib itu.

Somplang melirik batu nisan itu. Agak bergeser. Lalu berjalan. Tubuhnya mulai basah. Ia ingin kembali ke jalan semula. Tapi urung, kini ia sudah berada di tengah-tengah makam.

“Hei kau yang menabrak Nisan, benerin dulu, main kabur saja.” Sebuah suara cempreng dari arah gubuk kedua.

Somplang berhenti. Ia menoleh berkali-kali. Hanya ia sendiri dengan nafas yang mulai berat.

Ia melangkah kembali. Mencoba abaikan suara itu. Toh batu nisan hanya geser dikit.

“Bocah geblek!, ayo benerin!” suara itu muncul lagi. Somplang mencoba mengamati sekitar, tak bosan. Jantungnya terasa mau lepas. Di gubuk kedua, ada seorang laki-laki berwajah bayi sedang duduk menatapnya. Dan jari telunjuknya menuju ke arahnya.

“Cepat!” tuturnya galak matanya melotot memutih.

Ia meletakkan rantangnya cepat-cepat. Gemetar tangannya. Lututnya terasa lemas. Somplang membetulkan letak nisan yang doyong sedikit menjadi tegak kembali, dibawah tatapan lelaki berwajah bayi. Setelah selesai ia kembali menatapnya sambil menjulurkan lidahnya dan lari lintang pukang. Lelaki berwajah bayi berubah merah, dan tertawa lebar.

Somplang menoleh, lelaki itu berubah kembali menjadi berwajah bayi. Ia tengah melambaikan topeng yang menyeramkan itu. Dan ia tertawa lebar. Satu persatu teman-temannya keluar dari arah yang terduga. Makam yang sunyi jadi ramai oleh tawa temannya. “Sial!” umpat Somplang.

Terdengar tawa menggema dari alam yang berbeda. Besar dan berat.

Somplang dan teman-teman yang usil lari terbirit-birit. Dan batu nisan yang dibetulkan oleh Somplang kembali miring.

 

0 Comments:

Posting Komentar