Selasa, 31 Desember 2024

HAKIM RAKUS

Emir tengah duduk di kursi pesakitan, pandangan matanya menatap seorang hakim yang sedang duduk mengawasinya. Kepalanya menunduk menatap koper yang berisi lempengan-lempengan batu yang ia susun sebelum menjalani sidang. Koper diletakkan dekat dengan kedua kakinya. Kedua tangannya mencengkrem lengan kursi jati warisan zaman kompeni. Emir tengah menghadapi tiga tuntutan.

Pertama, tuntutan dari kakaknya, Aldino. Mobil yang ia pinjem untuk mengantarkan temannya ke kampus apes, kecelakaan. Kakaknya yang superduper pelit menuntutnya dengan ganti rugi seratus juta karena telah menghilangkan dua spion mobilnya.

Kedua, tuntutan dari temannya. Masing-masing menuntut ganti rugi sebesar lima puluh juta. Karena telah membuat anjing termahal sedunia kehilangan ingatan pada tuannya (temannya).

Ketiga, Emir tak sengaja menyenggol temannya hingga masuk got yang menyebabkan Arloji bertahta berlian dari Paris mati total.

Emir sudah mencoba segala cara, tetapi tidak berguna sama sekali. “Ini negeri yang aneh,” batinnya. Ia menatap ke arah hakim yang sudah bersiap-siap membacakan putusannya.

Kopernya ia angkat dan dilitekkan di depan kakinya. Hakim mendelik menatap koper itu. Ia tersenyum senang dan membayangkan bagaimana banyaknya uang yang akan diterimanya. Tanpa berpanjang kata, si Hakim mulai membacakan putusannya.

“Untuk kasus pertama, kakakmu harus membelikan sepeda motor Yamaha YZR-M1 yang pernah dipakai oleh legenda hidup motoGP,Valentino Rossi,” ucap sang Hakim meyakinkan. Aldino terhenyak, wajahnya sepucat salju.

“Kasus kedua dan ketiga, kalian harus memberikan Honda RC212V yang pernah dikendarai oleh Dani Pedrosa. Dan satu lagi, kau harus memberikan honda Ducati Desmosedici, yang pernah dikendarai oleh Casey Stoner,” kata Hakim tegas. Ia mengetuk palu tiga kali, dan kembali menyidang kasus-kasus yang lain. Koper pun berpindah tangan, si Hakim mengedipkan matanya ke arah Emir. Ia berencana akan berlibur ke luar negeri membawa semua anggota keluarga, serta menginap di hotel mewah berbintang tujuh.

Selesai menyidang, si Hakim membuka koper. Matanya membelakak; Jika Tuan Hakim memutuskan tidak adil, akan kubunuh dengan koper ini. Secarik kertas berisi pesan Emir terbaca oleh si Hakim. Tangannya gemetar meraba lempengan batu pipih yang dikiranya uang berlimpah. “Jika aku tak menolongnya, kepalaku sudah berdarah dihantam koper berisi batu-batu ini,” bisiknya lirih. Ia sangat terkejut sembari tersenyum kecut.

Kakaknya tak mampu memberikan apa yang diminta Pak Hakim, ia hanya mampu membelikan motor bebek, Emir merasa senang dan menerimanya. Kedua temannya yang penipu itupun hanya mampu memberikan motor klasik kesayanganya dan motor metik yang baru lunas. Mereka terpaksa memberikan karena tak mau merasakan dinginnya lantai penjara.

0 Comments:

Posting Komentar