“Kau sudah baca pesanku,” kata Boneng.
“Pesan yang mana, aku tak melihatnya,” kata perempuan itu. Sambil mengalihkan perhatiannya pada pengunjung lain. Menerima pesanan dari pengunjung lalu kembali ke dalam warung.
Pemilik warung yang ayahnya sendiri sudah memantaunya dari jauh. Tetapi ia tak bisa berbuat banyak. Anak perempunannya rupanya tak menghiraukan nasihatnya. Ia masih bercakap-cakap dengan Boneng.
“Sri, satu piring pisang goreng jangan lupa,” seru seorang pengunjung yang baru turun dari truk.
“Antri!” teriak Sri dari dalam.
Lima belas menis kemudian Sri keluar dari warung membawa pesanan. Satu nampan besar berisi puluhan kopi dan beberapa piring pisang goreng. Setelah memutar mengantarkan pesanan. Sri kembali lagi ke arah warung. Kesempatan ini tak boleh hilang. Boneng melancarkan aksinya lagi.
“Kau sudah baca kan?” tanya Boneng.
“WA-ku banyak, tak sempat membacanya satu persatu,” ucap Sri.
“Berarti kau tak menyimpan nomorku,” cecar Boneng. Ungkapan yang menyalahi kaidah pendekatan.
“Siap bilang, dari mana kau tahu, jangan asal tuduh!” pungkas Sri.
“Habis kau tidak tahu pesanku, mana mungkin tidak tahu, itu pesan yang terbaik yang pernah kukirimkan untukmu, masa sih, kau tak pernah anggap semua perhatianku selama ini,”
“Bukan begitu Mas Boneng, jangan salah sangku dulu, jangan-jangan ke semua perempuan kau lakukan hal yang sama?” ungkap Sri curiga. Ayahnya di dalam mengacungkan kedua jempolnya tinggi-tinggi.
“Jadi Sri nggak percaya sama aku,” tegas Boneng. Ia menyeruput kopi dalam-dalam.
“Bukan nggak percaya, sekarang begini saja. Coba aku lihat HP mu!” pinta Sri.
“Lihat saja!” kata Boneng, terdengar emosi.
HP berpindah ke tangan Sri. Beberapa detik ia tampak menang. Pada detik berikutnya Boneng blingsatan, kopi yang masih panas tiba-tiba diminumnya cepat-cepat. Tandas. Ia pun berkali-kali melonggarkan kaosnya.
“Dasar buaya!, sok ganteng!, playboy cap kuda!, kata Sri. Ia pun buru-buru masuk ke dalam warung.
Boneng yang merasa kecolongan, mengejar Sri sampai ke dalam warung. Didapatinya Sri yang tengah menangis di pelukan ibunya. Ayahnya sedari sudah memilin-milin kumisnya yang tebal dan panjang.
“Jangan pernah ke warung ini lagi, ngakunya belum punya pacar, tetapi WA dari peremuan banyak banyak, bayar hutang-hutangmu sekarang juga!” kata Sri marah.
Ayahnya mendekati Boneng. “Matilah aku sekarang,” bisik Boneng. Pandanganya menunduk ketika ayahnya sudah ada di hadapannya. Pengunjung lain ikut hening, mereka berhenti menyeruput kopi dan mengunyah pisang goreng. Menanti putusan terakhir untuk seorang Boneng.
“Lihat Bapak, sampeyan laki-laki kan?” tanyanya, suaranya berat. Boneng makin lemas. Mungkin ini petualangannya yang terakhir.
Boneng mengangguk.
“Lain kali, hapus pesanmu sebelum pulang, HP-mu sudah bersih dari chat dari wanita lain, kamu harus belajar lagi sama Bapak, main cantiklah?” ungkap Ayah Sri. Semua pengunjung yang tadinnya cemas. Langsung riuh, ada yang tertawa, memukul meja, berisiul, dan seterusnya. Sri berlari ke arah ayahnya, dan menghujaninya dengan cubitan.
0 Comments:
Posting Komentar