Saat istirahat, penjaga wartel membuka cemilan. Minum beberapa teguk dari air kemasan dan makan camilan. Di samping tempat duduknya tergeletak cemilan lain, seperti kripik, kue, marning, dan seterusnya yang dibelinya dari warung sebelah.
Seorang anak kecil usia 5 tahunan datang mendekatinya. Lalu duduk disampingnya sambil terus melihat ke arah penjaga wartel. Kedunya sudah sering bertemu, tetapi kesempatan untuk duduk bersama, bisa dihitung jari.
“Kamu sudah mandi belum?” tanya penjaga wartel sambil menyesap air yang tidak sehat untuk ginjal, jika sering-sering.
Anak kecil itu mengangguk. Ibunya dari seberang berkata. Suara cukup lantang. Tetapi masih bisa ditoleransi.
“Jangan ganggu Omnya, dia lagi istirahat,” ucap ibunya dalam bahasa sunda. Lalu si Ibu kembali lagi dengan cucian menggunung.
Anak kecil itu mengangguk-angguk menggemaskan.
“Lucu banget sih kamu,” ucap penjaga wartel.
Anak kecil itu tertawa. Lalu kedua matanya langsung fokus pada sepotong kue yang terbungkus plastik bening. Dan ia tak berhenti menatap.
“Kamu mau kue ini?” ucap penjaga wartel.
Anak kecil itu hanya tersenyum. Tetapi matanya tetap pada kue yang terbungkus plastik bergambar daun salak. Dan ia tersenyum lagi.
“Mau nggak?” tanyanya lagi.
Anak kecil itu mengangguk semangat. Dua sampai tiga kali anggukan.
Penjaga wartel menelan ludahnya ketika anak kecil itu mulai membuka pembungkus kue. Perutnya sudah mulai dangdutan. Kue itu bisa memberinya kekuatan hingga sore, bahkan sampai malam. Jika terlelap, bisa sampai pagi, dan itu bisa jadi bonus yang tidak perlu dicari-cari.
Anak kecil itu mulai mengunyah nikmat. Dan ia mengangguk-angguk senang. Sambil tersenyum ia berkata.
“Kuenya amis Om?” katanya.
Mendengar kata amis penjaga wartel tertegun sejenak. Sementara anak kecil itu masih melanjutkan kunyahannya.
“Masa sih Amis, manis kok,” kata penjaga wartel.
“Ya bener Om, amis?” ucap anak kecil pada gigitan ketiga.
“Ya udah buang saja,” tutur penjaga wartel.
Sesaat kemudian penjaga wartel mengambil kue dari tangan anak kecil itu. Lalu melempar kue itu kedalam got kecil di depan wartel. Anak kecil itu melongo.
“Kok dibuang Om?” katanya.
“Amis, berarti nggak baik buat perut kamu,” kata penjaga wartel.
Tak lama ibunya datang untuk mengajak anaknya makan siang. Anak kecil mengadu kejadian tadi sama ibunya dalam bahasa sunda. Ibu itu tertawa terbahak-bahak.
“Om, amis itu manis, bukan anyir atau amis yang Om maksud,” kata si Ibu, tertawanya masih saja lanjut. Dan ia berlalu dari hadapannya.
Penjaga wartel itu termangu, tampak menyesal melihat anak kecil itu bertampang sedih. Kepalanya terkulai di bahu ibunya. Ia masuk kembali ke dalam wartel. Membalik tulisan TUTUP menjadi BUKA.
0 Comments:
Posting Komentar