Jumat, 27 Desember 2024

RUMAH MASA DEPAN

Badrun salah seorang tukang (ahli) bangunan sedang menunggu Pak Lebay, Bosnya. Ia telah menyelesaikan satu bangunan rumah bersama anak buahnya. Tak lama Pak Lebay. Mereka duduk-duduk di sofa ruang tamu. Udara sekeliling masih mengeluarkan aroma cat.

“Bagaimana kabarmu Drun, sudah lama nggak ketemu,” tanya Pak Lebay.

“Baik Pak, rumah juga sudah siap huni,” jawab Badrun bangga.

Pak Lebay tersenyum. Badrun bungah.

Pak Lebay beranjak berdiri. Mulai melihat-lihat hasil pekerjaan Badrun. Ia mulai dari ruang tamu.

“Kenapa kau pasang keramik warna-warni.”

“Karena melambang hati yang gembira, semua yang Pak Lebay lihat nanti adalah berdasarkan filosofi kehidupan.”

“OK.” Pak Lebay mulai berkeliling.

Ia tertegun melihat sebuah pipa bening transparan yang terpasang di sepanjang dinding lantai atas ke lantai bawah yang nanti berahir di septik tank.

“Ini adalah filosofi keterbukaan di mana masing-masing dari kita manusia punya kekurangan dan kelebihan, jadi tak perlu sombong.”

Pak Lebay manggut-manggut. Ia tersenyum melihat kasur yang dibuat persis peti mati.

“Sebagai manusia biasa kita wajib untuk terus instropeksi diri agar kelak manusia bisa menjadi lebih baik.”

Pak Lebay mau turun dari lantai dua. Dan satu-satunya jalan agar sampai ke lantai bawah dengan prosotan. Secara otomatis anak tangga itu akan menarik diri seperti seekor ular yang gagal mematuk mangsa. Ia pun turun sambil melewati akuarium ikan yang terbuat dari pipa-pipa transparan yang terpasang melilit sepanjang ruangan.

Kamar-kamar juga terlihat membingungkan. Di hiasi oleh bermaca-macam terompet. Hingga para penghuni bisa bangun tanpa perlu weker. Terompet-terompet itu bisa bunyi secara otomatis.

Pak lebay geleng-geleng kepala. Ketika ingin menyalakan lampu tak ada satupun saklar yang terpasang di dinding.

“Bagaimana lampu-lampu itu bisa menyala Drun.”

“Menyalakan lampu tamu dengan tepukan tangan. Lampu kampar berdehem. Lampu kamar mandi batuk. Lampu dapur bersin. Lampu luar dengan hentakan kaki tiga kali.”

“O,” Gelengan kepalanya makin sering.

Pak Lebay keluar, tiba-tiba pintu tertutup sendiri.

“Jangan khawatir Pak, tinggal bersiul tiga kali, maka pintu dapat terbuka kembali.”

“Semua ini apa tidak berlebihan dan akan merepotkan penghununinya Drun?”

“Saya jamin tidak Pak, semua sudah saya perhitungkan. Bahkan untuk menyiram Tinja ketika BAB pun mudah sekali, tinggal menepuk dinding tiga kali. Sudah saya siapkan buku petunjuk bagi konsumen yang ingin membeli rumah ini.”

“Hanya dapur yang terlihat normal,” tutur Pak Lebay.

“Simbol kejujuran Pak,” jawab Badrun mantap.

Pak Lebay mengangguk-angguk. Mereka duduk kembali di ruang tamu.

“Begini Drun, kedatangan bapak ke sini adalah untuk menginformasikan...” Badrun memotong ucapan Pak Lebay.

“Ada yang beli ya Pak!”

“Bukan..., rumah yang kamu bangun ini adalah hadiah khusus buat kamu.”

“Buatku Pak!”

Pak Lebay mangangguk. Badrun tak percaya, tubuhnya tiba-tiba kaku, mengejang, dan ia mulai menangis. Pak Lebay menepuk bahunya. Ia pamit untuk pulang. Membiarkan salah satu anak buah terbaiknya menangis keras di ujung sofa.

0 Comments:

Posting Komentar