Di depannya dua gadis sedang memesan makanan.
“Bang bungkus tiga ya?, pakai semur ati, orek tempe, capcay, jangan lupa kasih sambel.”
Aroma semur ati menguar kemana-mana. Begitu juga sambel medok di campur irisan pete. Andri menelan ludahnya sendiri. Dari subuh ia sudah mengelus-elus perutnya, bukan oleh mulas ingin buang air besar.
Abang itu mulai membungkus pesanan gadis itu. “Yang dua menunya apa?” tanya si abang sambil mengikat nasi bungkus itu dengan karet geleng merah. “Yang dua samain aja bang?” jawab gadis itu.
Abangnya membungkus pesanan dalam waktu yang mengagumkan. Semunya diberikan karet gelang merah, tak ada sobekan pada kertas nasi.
“Berapa bang?”
“24 ribu neng?”
Gadis itu membayar dan kemudian bergegas pergi.
“Saya pesan empat bungkus bang,” ucap gadis selanjutnya.
“Pakai apa,” tanya abang warung.
Abang warung sudah menaruh nasi di atas kertas nasi, lalu dibentuk cekung agar nasi tidak tumpah. Tangan kanannya sudah memegang gagang sendok menunggu lauk apa saja yang di pesan oleh sang gadis.
“Pakai lele goreng, sayur nangka, tahu goreng satu, kasih sambel ya bang?”
Si abang mengambil kesemua lauk itu cekatan. Meletakaknnya di atas nasi putih. Lalu membungkus dengan karet gelang kuning.
“Terus,” kata si abang yang sudah siap dengan pesanan kedua.
“Telor balado, orek tempe, capcay, tahu goreng satu, juga sambelnya bang.”
“Dua lagi pakai apa neng.”
“Samain saja bang lauknya.”
Hening sejenak.
“Semunya 32 Neng,” kata si Abang. Si gadis itu pun membayar dan lekas pergi.
Andri menoleh ke belakang. Tak ada orang yang mengantri di belakangnya. Ia menatap berbagai menu yang ada di depannya. Seperti dosen yang melihat mahasiswa presentasi.
Si abang menatapnya. “Pesan berapa?” ucap si abang. Andri kikuk meremas uang kertas yang sedang digenggamnya.
“Satu saja bang,” jawab Andri mantap.
“Pakai apa,” tanya si abang.
“Ini apa bang,” tanya Andri menunjuk menu secara bergantian.
“Sayur nangka, lodeh, capcay, opor, ati, dan lainnya ” jawab si abang agak manyun.
“Kuahnya saja bang, banyakin ya.”
Untuk sejenak si abang tertegun, kedua alisnya mengkerut. Ia menatap Andri cepat-cepat, lalu mengguyur nasi itu dengan kuah sayur nangka, lodeh, opor dan ati. Andri makin kikuk dan memberi intruksi lagi kepad si abang.
“Jangan lupa sambelnya bang.”
Si abang membungkusnya dengan cekatan setelah menambahkan satu sendok sambal. Ia memberikannya kepada Andri.
“Berapa bang?” tanya Andri. Keningnya banjir oleh keringat. Dan ia makin kuat meremas uang kertasnya.
“4000 ribu saja?” jawab si abang.
Ia tampak lega, lalu memberikan uangnya.
“Nih saya kasih gorengan Tahu gratis,” ucap si abang agak meleleh. Gorengan tahu itu tampak gendut dan menggiurkan.
“Terimakasih ya bang?” tutur Andri. Bergegas berbalik ingin keluar dari warung makan. Tak di duga, dua gadis tadi kembali lagi dan tengah duduk mengantri, meraka tersenyum manis padanya. Andri cepat-cepet pergi dari warung makan, menyesal tak sempat membalas senyum dari kedua gadis manis itu.
0 Comments:
Posting Komentar