Minggu, 16 Maret 2025

Obrolan Siput di Pagi Hari

"Bu, Mau kemana?" kenapa ayah nggak ikut?" tanya anaknya."

"Ayahnya sudah tak ada, di melindungimu ketika banjir air asin menghantam rumah-rumah temanmu,"

"Apakah kita perlu bertukar cangkang dengan paman kura-kura."

"Tak perlu, kita hanya perlu sembunyi saja."

"Tetapi kita nggak bisa secepat burung, sembunyi saja tak cukup untuk mengontrol diri kita agar tak lekas punah oleh penduduk bumi."

"kita tak perlu jadi yang lain. Tuhan menciptakan kita agar bisa menggunakan kekuatan kita bukan kelemahan, ingat kita hanya mahluk, semuanya sudah ada takarannya."

"Mengapa kita sangat lambat."

"Karena kita tekun."

"Bukannya pemalas."

"Kaum seperti kita tak ada yang pemalas. Mereka semua punya jam kerja masing-masing. Ada yang mamatuk, menghisap, menggulung, mencengkram, mengoyak, memamah, menggigit, mereka semua punya cara kerja yang hebat."

"Apakah kita akan menjadi Qurban seperti paman Sapi?"

"Tidak ada cerita nenek moyang, kalau kaum kita menjadi konsumsi orang-orang merayakan hari Kurban, kau jangan aneh-aneh."

"Seluruh teman-temanku mati ditusuk diatas api, meski mereka menggeliat, tetap saja mereka diatas dibakar bara api."

"Kita diciptakan untuk itu, salah satunya, ada banyak hal yang bisa dilakukan."

"Tiap hari aku mengutuki mereka, mereka orang-orang sombong, tak mau berkomunikasi dengan kita bu."

"Mereka tak pernah omongon kita, untuk apa kita berteriak, kita punya cara masing-masing unutk beribadah."

"Hanya untuk itu."

"Tak ada yang lain."

"Tidak."

"Paman Sapi selalu menangis, ketika manusia mulai memotong lehernya, di hari rara."

"Mereka sedang berbagia."

"Tahu dari mana."

"Tangisannya."

"Ibu sok tahu."

"Ya memang."

Keduanya tertawa.

"Apakah hewan seperti kita akan masuk surga bu. Lalu bisa melihat penduduk surga sedang duduk-duduk bersantai.

"Itu hak Tuhan, kuharap ibu menjadi tanah saja, itu caraku saja berterimakasih sudah diciptakan."

"Ibu tak sedih."

"Untuk apa sedih, sekali lagi semua hewan memiliki sendiri caranya menghamba."

"Termasuk surga."

"Tentu. Kalau kita beribadah karena surga dan takut neraka. Itu menyedihkan. kita mencintai Tuhan semesta Alam, mengerti!"

"Bu Awas...ada manusia, dia mau ngambil kita dan dijadikan makanan."

"Aman mereka sedang puasa, kalau mau tentu saja bukan kita yang dijadikan pilihan."

"Benda apa itu?"

"Ibu tak tahu."

"Bisa mengeluarkan cahaya, kabur saja bu."

"Kita perlu ratusan menit untuk maju beberapa langkah. jadi lebih baik kita tetap tenang.

"Ibu punya firasat, itu manusia baik."

"Dari mana ibu tahu?"

"Pengalaman."

Seorang manusia selesai mengambil gambar kedua siput yang berjalan bersisian. Lalu pergi meninggalkan.

"Tuh, aman kan?"

meraka melanjutkan perjalanan lain untuk mencari tumbuhan segar untuk nutrisi tubuhnya.

Sabtu, 15 Maret 2025

SEPATU BESAR HITAM

Sepatu besar hitam:
Suaranya kasar membentak-bentak
Tertawanya, senyumannya mengejek

Galak-galak, suka menolak
Derap langkahnya menghentikan nafas
Sepatu besar hitam:

Suka merampok hak-hak
Melempar syahwat pada lubang keterpaksaan
Menelanjangi kehormatan-kehormatan
Abai, tak peduli meski ratusan tangisan

Sepatu besar hitam:Tanah lelulur diinjak-injak
Menjualnya dengan harga murah
Pada tangan-tangan yang panjang tangan
Suka bersembunyi di balik kambing hitam

Jumat, 14 Maret 2025

Kamis, 13 Maret 2025

MEWARISI SALINAN

Sebagai perekat kuat
Menghalangi deburan air
Tak muncrat kemana-mana
Sajikan penampilan terkini

Merah, kuning, biru
Hijau, oren, hitam
Ia mewarisi salinan
Kepercayaan, kekuatan, serta keseimbangan

Kemasan yang elegan enutupi semua kelabu
Sajikan penampilan yang terus populer
Tetap menyediakan ruang untuk rasa yang klasik
Semua untuk pemenang
Menyisihkan para pecundang

Rabu, 12 Maret 2025

MATA MALAM


Mata-mata yang jalang dan beringas

Sepatu-sepatu yang berketuk keras

Langkah-langkah yang terburu-buru

Ingin menuntaskan tugas-tugas


Teriakan yang membisu

Suasana serba buram

Fajar belum merekah

Menyisakan malam


Genangan darah di sudut-sudut ruang

Pagi yang kelam

Menyisakan tangis dan dendam

Pada hidup yang panjang 


Menjereng harapan

Pada kedamaian malam juga sebagian siang 

Meski sedu sedan telah lama tinggal 

Nurani siaga sepanjang nyawa 

Selasa, 11 Maret 2025

8. Drama Pengakuan

"Orang jawa lugu dari kampung itu perlu diberi tahu soal siapa yang kuat dan lemah," ucap seorang berkulit hitam berminyak. Bibirnya mengulum permen jahe yang dibelinya dari toko, tepatnya gubuk di jalan depan.

"Aku tak berani bang, orang macam tuh, biasanya tak kosong, ada isinya," ucap seorang lagi.

"Dasar pengecut, nanti malam, lihat saja siapa yang berkuasa disini, di kandang ayam."

Umar lewat didepan mereka. Tawa dan canda sebentar hening. Jam kerja tinggal sepuluh menit lagi. Umar sudah membawa cangkul dan pakan ayam.

Mereka kembali bekerja di kandang ternak ayam sampai senja. Mereka kembali ke bilik setelah bersih-bersih. Makan kenyang. Hujan turun setelah mereka mengunci dan meringkuk hangat dalam selimut usang turun temurun. Pada bagian biliknya terselip foto-foto keluarga mereka yang ditinggalnya di pulau jawa. Lelap segera menyergap pada mereka. Sementara Umar masih menulis surat yang ia akan kirimkankan ke Jawa.

Langkah tertib dibawah derasnya hujan. Seseorang hati-hati mendorong gerobak. Sarung ninja menyelimuti wajahnya. Nafasnya panas teratur. Sampai pada kandang besar. Ia berhenti dan masuk mengamati sejenak situasi. Merasa aman, ia mengambil telur-telur yang sudah dikemas siap diangkut ke dalam truk esok harinya.

Satu persatu dimasukan ke dalam gerobak. di rasa cukup, ia keluar dan mendorong gerobak nyaris tanpa suara.

Umar sudah tertidur pulas meninggalkan kertas surat yang sudah ditulis penuh dua halaman. Tulisannya miring ke kanan. Dengkurannya membuat si maling adalah jaminan bahwa dirinya mudah melakukan banyak hal.

"Siapa yang berani mencuri telur-telur dari kandang tadi malam!, sampai sore harus ketemu orangnya. Umar, kau urus ini, Hari ini saya mau ke kota."

Umar mengumpulkan semua karyawan di depan kandang. Mulai mengintograsi satu-satu.

Senin, 10 Maret 2025

Pagi Yang Berbahaya


Episode 3
Mentari pagi agaknya bersahabat, sinarnya dapat menembus sampai ke celah-celah pohon. Bul-bul sudah terbangun sejak ayam jantan liar berkokok. Dari atas pohon Bul-Bul melihat Gubuk tempat dimana ia di sekap. Ia merasa angin berhembus lembut. Pandangan matanya mencoba memperlebar jarak pandangan. Ia terkejut ketika melihat pohon lain lebih rendah di banding dengan pohon yang sedang jadi rumah perlindungan. Pantas saja kalau hangatnya sinar matahari dapat di rasakan lebih cepat. Bul-Bul seperti sedang di atas menara tinggi menjulang. Ia teringat menara eivel pada buku pelajaran sains. Rasa takut terhadap dua ekor buaya kelaparan membuatnya tak sadar kalau ia sudah menaiki pohon setinggi kira-kira 100 meter. Energi ketika terancang jiwanya membuat seorang Bul-Bul mampu melampuai batas kekuatannya.

Banjir sudah lama surut meninggalkan bercak lumpur di sela-sela semak belukar. Ia ngeri sendiri melihat gubuk tempat dimana ia di sekap. Gubuk itu berbentuk mirip batok kelapa, bedannya hanya bentuknya yang lebar dan sangat mirip helm pelindung tentara ketika sedang bergerilya. Susana di sekeliling sudah cukup meriah. Burung dan hewan lainnya mulai mencari sarapan pagi. Sudah beberapa hari di landa dehidrasi dan kelaparan. Sulitnya medan hutan yang belum pernah ia temui membuatnya terus memompa diri agar tetap survive di tengah hutan sendirian. Bul-bul berpikir kalau sudah saatnya ia turun dari atas pohon untuk mencari sesuatu yang bisa di makan.

Puji syukur karena cabang pohon yang membentuk jaring laba-laba membuatnya tetap stabil ketika kantuk tak lagi di tahan. Pelajaran pramuka di sekolahnya membuatnya tetap bertahan sampai sekarang. Sambil menahan rasa perih kedua tangan bul-bul mulai turun melalui batang-batang pohon. Ia tetap waspada kalau ada ulat bulu yang mulai gerilnya mencari makan.

Sampai di bawah, Bul-Bul menandai pohon tersebut dengan cara menghafal cabang dan tinggi pohon tersebut. Menurutnya pohon ini lebih unik di banding dengan pohon lainnya. Letaknya yang menjaga jarak dengan pohon lain, membuatnya tampak sebagai pilar raja pohon. Cabang yang banyak tumbuh sejak 5 meter keatas membuatnya. Mudah untuk di naiki, begitu juga sebaliknya ketika turun.



Minggu, 09 Maret 2025

Bertahan


Episode 2
Hujan turun dengan deras, hingga membasahi hutan sabuk wulung yang luas dan masih perawan. Di tandai dengan masih banyaknya hewan-hewan buas yang masih mendiami pedalaman hutan itu. Tampak beberapa burung khas hutan sabuk wulung tengah berlindung dari derasnya hujan. Burung yang bernama pelatuk itu sedang menghangatkan telur-telurnya agar segera menetas. Buung Pelatuk itu tampak hangat dalam lubang-lubang yang di di pakai sebagai sarangnya. Beberapa hewan yang lain juga mungkin melakukan hal yang sama, berlindung dari derasnya hujan. Kecuali Ikan, yang mungkin makin asyik dengan kedatangan hujan yang deras.

Tak terasa hujan turun makin lebat. hal ini menyebabkan sebagian sungai-sungai yang ada di dalam hutan itu meluap banjir. Tampak beberapa Buaya sedang berenang menuju ke tempat tinggalnya. Tanpa di duga luapan banjir itu sampai juga ke dekat gubuk, tempat dimana Bul-Bul sedang tertidur dengan lelap. Akibat dari tubuhnya yang lemah, Bul-Bul tak menyadari kalau air dari luapan sungai pelan-pelan masuk kedalam gubuk. Makin banyak dan makin tidak terkontrol.

Bul-Bul yang masih terlelap dalam tidur akibat kelelahan fisik dan mental membuatnya tak peka dengan kedatangan air yang mulia merembes masuk kedalam gubuk. Inchi demi inchi air masuk, makin lama makin banyak. Bul-Bul kaget dan terkejut. Pikirannya mulai panik. Tak lama air sudah sebatas pingangnya. Bul-Bul makin panik dengan air yang terus menerus memenuhi ruangan gubuk. Bul-Bul panik bukan karena tidak bisa berenang, tapi karena Bul-Bul sudah merasa putus asa tidak bisa menemukan pintu keluar.

Kedua mata Bul-Bul terpejam. Bayangan Kedua orang tuanya dan kedua adiknya berkelabat dalam pikirannya. Bul-Bul menangis tersedu-sedu. Bul-Bul tak bisa membayangkan betapa sedihnya dirinya akan segera menemui ajal. Ia pasrahkan dirinya pada Tuhan yang Esa. Hatinya berucap: “kalau dirinya masih di perkenankan hadir di muka bumi, maka pertolongan pun begitu dekat”. Bul-Bul mangamini sendiri doanya dalam hati.

Kedua mata Bul-Bul kembali terbuka. Sementara air sudah sampai di tenggorokan. Dalam hitungan detik air sudah sampai mulut. Kedua kaki Bul-Bul mulai beregerak agar dirinya tidak tenggelam begitu cepat. Dalam keadaan genting dan gawat, Bul-Bul teringat pada sebuah celengan semar yang ia ingin kasihkan pada seorang nenek yang pernah ia temui pada perjalanan pulang sekolah. Bul-Bul masih ingat kalau nenek itu tinggal di kaki bukit, 10 kilo meter dari rumahnya. Dan satu celengannya lagi akan ia kasihkan pada Ibunya yang ingin di jadikan modal untuk berdagang.

Ingatan dan janjinya itu membuat Bul-Bul kembali mendapatkan suntikan semangat. Kedua kaki Bul-Bul bergerak cepat seperti gerakan mendayung. Air terus saja masuk tanpa ampun, hingga membuat seisi ruangan gubuk sudah terisi oleh luapan air sungai. Bul-Bul dengan cekatan beregerak dari satu sudut kesudut ruangan gubuk. Mencari-cari apakah ada bagian atap gubuk yang bisa di jebol dengan kedua tangannya. Sementara air sudah hampir menutupi pandangan matanya. Nafas Bul-Bul mulai tersengal-sengal.

Bul-Bul bergerak kesudut kecil ruangan gubuk yang belum terisi oleh air. Dalam kepanikan dan rasa tertekan. Jari tangan kanan Bul-Bul tergores paku yang menyembul keluar, karena tidak tepat di pasang. Darah segar keluar dari jarinya. Bul-Bul tak menghiraukan. Bul-Bul mengamati paku tersebut dengan seksama. Bul-Bul seperti mendapat kemenangan. Paku yang tersembul keluar itu adalah bagian dari pintu kecil yang sengaja dibuat oleh para penculik sebagai jalan keluar masuk. Pintu hanya pas untuk satu orang. Kedua tangan Bul-Bul mulai menjebol pintu kecil tepat di atas kepalanya. Sementara air terus saja memenuhi ruangan gubuk. Ada semacam pengait dari kulit rusa yang mengunci pintu kecil itu dari luar.

Ruangan gubuk sudah terisi semua oleh luapan air sungai. Bul-Bul masih saja berusaha untuk menjebol pintu kecil yang terpasang diatas gubuk. Sementara kepala dan tubuhnya sudah mulai terendam oleh luapan air sungai . Takdir masih berpihak pada Bul-Bul, disaat segala sesuatunya begitu menegangkan. Pengait yang terbuat dari kulit rusa itu terlepas. Kedua tangan Bul-Bul mendorong pintu kecil itu keatas. Dengan susah payah, Bul-Bul keluar dari pintu kecil dan berusahan menyembulkan kepalanya keatas untuk menghirup udara segar.

Sampai di permukaan air, nafas Bul-Bul masih tersengal-sengal. Ia tak mengira ternyata dirinya telah di sekap di pedalaman hutan yang sama sekali tak ia kenal. Bul-Bul disambut oleh pemandangan hutan yang asing baginya. Kedua matanya mulai mengamati sekeliling. Luapan air sungai telah membuat hutan seperti rawa-rawa yang menyeramkan.

Atap gubuk belum teremdam seluruhnya, ada bagian tertentu yang belum terendam luapan air sungai. Bul-Bul menangkap gerakan yang aneh tak jauh dari tempat berdirinya. Bul-Bul kaget dan panik, jarak 30 meter darinya 2 ekor Buaya tengah mengawasinya. Karena mendengar bunyi kecipak air ketika Bul-Bul baru keluar dari sergapan air yang masuk kedalam gubuk. 2 ekor buaya itu mulai mendekat ke arah Bul-Bul.

Di tengah kekagetan dan kepanikan. Bul-Bul akhirnya melompat dan berenang sekuat tenaga menuju sebuah pohon yang tidak begitu besar dan menurutnya mudah untuk di naiki. Cabangnya yang banyak dan rimbun menurutnya dapat di gunakan untuk naik dan berlindung dari terkaman taring Buaya.

Sampai di dekat pohon tersebut Bul-Bul langsung naik ke atas pohon. Dalam hitungan detik luapan air sungai sudah semakin tingggi. Bul-Bul berusaha memanjat lebih keatas agar terhindar dari banjir juga terkaman Buaya. Tangan Bul-Bul mencengkram kuat pada batang pohon yang rimbun dan ranting-rantingnya melebar, mirip sarang burung. Pohon itu diatasnya mempunyai cabang tiga, tepat di sudutnya Bul-Bul menyadarkan tubuhnya tanpa harus berpegangan. Hal ini memudahkan Bul-Bul untuk melihat ke bawah, sementara dari bawah tidak kelihatan sama sekali tubuh Bul-Bul, karena tertutup rimbunya pohon.

Beberapa jam kemudian, Gubuk sama sekali tidak terlihat. Semuanya terjadi begitu cepat. Keadaan tenang tapi menyeramkan. Jarak antara batas air dengan dirinya hanya terpaut 5 meter. Bul-Bul merasa aman dengan jarak seperti itu. Kedua mata Bul-Bul masih menikmati pemandangan yang ada di bawahnya. Bul-Bul seperti membayangkan sesuatu.

Dua ekor Buaya besar yang tadi mengejar Bul-Bul melintas tepat di bawah Bul-Bul. Hal ini mengagetkan Bul-Bul. Jantung Bul-Bul seperti berhenti berdetak. Sepertinya Buaya itu tahu kalau Bul-Bul bersembunyi di atas pohon. Dari atas pohon Mata Bul-Bul tak berkedip untuk memperhatikan kedua Buaya itu yang sedang berputar beberapa kali.

Dua ekor Buaya itu tampak frustasi dan kehilangan buruannya. Pelan-pelan Buaya itu pergi dan menghilang di balik luapan air sungai yang sekarang menjadi genangan yang dalam. Butuh waktu cukup lama untuk menyurutkan banjir akibat luapan air sungai. Bul-Bul dapat bernafas lega dan berusaha meningkatkan kewaspadaan. Karena hutan ini belum di kenal oleh Bul-Bul.

Waktu mendekati malam, salah satunya terlihat dari banyaknya burung yang kembali ke sarangnya. Bul-Bul dapat melihat dengan jelas dari atas pohon situasi yang ada di bawahnya. Bul-Bul tak mempedulikan keadaan sekitarnya lebih lama lagi, kedua matanya sudah mulai terpejam. Sesaat kemudian terdengar dengkuran keras. Ia percaya Tuhan selalu menyertainya.


Sabtu, 08 Maret 2025

Bangun dari Pingsan

Episode 1
Jempol kaki Bul-Bul sudah seperti mati rasa. Kuku sudah tercerabut dari jempol kakinya. Begitu juga dengan jari-jemarinya. Semua kukunya sudah tercerabut dari jarinya. Sebagian darah yang keluar dari jempol dan jari-jemarinya mengering lama. Ini pagi pertama di mana tubuh Bul-Bul masih terikat pada sebuah kursi. Pantatnya seolah-olah tak menempel pada badan kursi. Kedua tangannya menelikung kebelakang. Lalat mulai menghampiri jempol dan jemari bul-bul yang mulai mengeluarkan bau. Darah yang tercecer mengalir dari jempol sampai jemari kaki sudah mengering. Tak hanya itu wajah Bul-Bul sudah nyaris penuh dengan bekas pukulan buku-buku jari yang terbiasa serta terlatih dengan angkat beban berat.

Darah yang keluar dari hidung sudah mengering membentuk sebuah kumis dadakan yang berwarna merah. Bibirnya pecah dan jontor. Malah hampir mirip orang sumbing. Pelipisnya robek, Sekitar mata menonjol lebam kebiru-biruan. Seperti habis di pukul oleh petinju professional. Hingga Bul-Bul kesulitan untuk membuka kedua kelopak matanya. Bul-Bul hanya bisa melihat sedikit. Tapi hatinya lega, ia merasa bisa melihat dunia dengan segala pesonanya.

Koas hitamnya masih menempel di badannya, Jika kaos hitam oblongnya di buka, maka akan terlihat dada Bul-Bul yang membiru. Semua itu akibat pukulan keras dari jarak pendek menghantam dada Bul-Bul berkali-kali. Kalau di peras kaos oblong hitamnya dalam ember berisi air. Niscaya airnya akan berubah menjadi merah ke hitam-hitaman.

Bul-Bul di sekap dalam sebuah gubuk sederhana yang sengaja di buat oleh para penculik. Gubuk sederhana yang di buat mirip sebuah semak belukar yang rimbun. Membuatnya tak mudah untuk di ketahui. Beberapa kali Bul-Bul pingsang ketika sedang dalam keadaan di siksa dan di hajar habis-habisan oleh para penculik.

Bul-Bul pelan-pelan membuka kedua mata sambil menahan perih di pelipisnya yang robek akibat pukulan para penculik dengan tanpa hati. Mata Bul-Bul ia edarkan ke sekeliling dalam gubuk. Jarak pandangnya masih kabur menjadikan pandangannya tak begitu jelas untuk melihat lebih tajam. Apa yang ada di sekeliling ruangan dalam gubuk. Samar-samar mata Bul-Bul melihat gelas-gelas plastik yang menyisakan air kopi basi di dalamnya. Juga terlihat bekas puntung rokok yang sebagiannya masih mengepul.

Butuh 15 menit untuk menunggu saraf matanya mulai bekerja dengan baik. Penglihatan bul-bul mulai tajam kembali. Begitu juga dengan telinganya yang berdengin keras, akibat sebuah pukulan mendarat di salah satu lubang telinganya.

Kesadarannya mulai pulih. Begitu juga dengan Saraf-saraf tubuhnya. Hampir seluruh tubuhnya terasa nyeri dan pegal-pegal. Tapi tak begitu ia hiraukan. Pikirannya hanya satu. Bagaimana tangan dan kakinya yang terikat bisa lepas.

Mata Bul-Bul melihat puntung rokok yang masih mengepulkan asap. Bul-Bul tak ingin kehilangan kesempatan. Bul-Bul menggeserkan sedikit demi sedikit tubuhnya. Jarak dari puntung rokok hanya satu meter. Tapi jarak itu terlampau jauh dari jangkaunnya. Kondisi tubuhnya masih ngilu-ngilu hingga gerakannya belum begitu cepat. Bul-Bul tidak menyerah. Bila ikatan tali plastik yang mengikat kedua kaki sampai mata kaki bisa di lepas dengan cara menyundutkan pada puntung rokok yang masih menyala, maka Bul-Bul bisa melarikan diri dari sekapan para penculik itu.

Bul-Bul mulai mengerakan sedikit demi sedikit jempol kaki dan jari jemari kakinya yang sudah terlupas kuku-kukunya. Apakah masih bisa di gerakkan atau tidak. Sambil menahan rasa nyeri yang menyedot saraf-saraf tubuhnya. Bul-Bul terus menggerakkan tubuhnya ke arah puntung rokok itu. Jarak satu meter dari tempat duduk dimana Bul-Bul sedang terikat dengan puntung rokok itu hanya satu meter. Sedikit-demi sedikit terpangkas jaraknya. Semuanya terasa begitu lambat jalannya.

Dengan mengangkat pantat, dan menggerakkan kedua kakinya terus menerus. Bul-Bul sudah semakin dekat dengan puntung rokok. Usahanya tak sia-sia. Kini jaraknya sudah 50 centimeter lagi dari puntung rokok itu. Bul-Bul tak bisa menahan lebih lama, tak ingin kehilangan kesempatan. Bul-Bul berusaha memiringkan tubuhnya, sengaja menjatuhkan dirinya sekuat tenaga agar sampai pada puntung rokok itu. Bayangan Ibu, Bapak, dan kedua adiknya yang membuat Bul-Bul kuat untuk melampaui semua ini. Hatinya berseru. Tuhan!..Selamatkan aku. Bul-Bul menjerit dalam hatinya. Agar keluar dari semua ini.

Mulutnya menyeringai, darah yang keluar dari mulutnya sudah mengering. Tenggorokannya susah sekali untuk menelan. Ludahnya terasa habis dan kering. Ketika badannya mulai condong dan semakin miring kea rah puntung rokok itu.

Gedubrakkkk!. Bul-Bul berhasil menjatuhkan dirinya. Mulutnya mengaduh menahan ngilu yang demikian terasa. Bul-Bul jatuh dalam posisi miring. Posisi kakinya mulai di gerakkan sedikit kearah puntung rokok yang masih mengepulkan asap. Sementara sebagian paha Bul-Bul sampai keatas tertahan oleh kursi yang terus menempel dari tiga hari yang lalu.

Sudah dekat dengan puntung rokok yang masih mengepul. Bul-Bul harus menahan nafas lagi. Kedua jempol kakinya yang terikat pada kedua sisinya. Harus rela ikut tersundut oleh nyala api bekas puntung rokok itu.

Bul-Bul katupkan gigi gerahamnya kuat-kuat. Ketika tali plastik yang mengikat kedua jempol kakinya mulai mengkerut akibat terkena sundutan puntung rokok itu. Sedikit demi sedikit tali plastic yang mengikat kedua jempol kakinya mulai terkikis. Bul-Bul harus sedikit lebih lama untuk menahannya. Karena salah satu simpul yang paling kuat adalah tali yang mengikat kedua jempolnya. Bila Bul-Bul berhasil menahan rasa sakit, maka ada setitik harapan ia bisa melepaskan semua ikatan pada kedua kakinya.

Mulutnya mengaduh agak keras. Ketika simpul keduanya berhasil tersundut. Dan puntung rokok itu langsung menyundut tanpa ampun kedua sisi jempol. Sakitnya luar biasa. Seperti tersengat oleh seekor lipan. Panas dan pedas.

Kedua matanya melihat ke bawah mata kakinya. Kedua jempol kakinya seperti ada ruang udara. Simpul tali yang paling kuat ada di ujung jari jempolnya. Ketahanan Bul-Bul sudah teruji. Pelan-pelan ia gerakkan kedua kakinya. Ringan dan tanpa sesuatu yang menggecetnya terus menerus. Ikatan yang melingkari kedua betisnya mulai longgar. Begitu juga dengan tali yang mengikat antara paha dengan kursi mulai mengendur. Mungkin para penculik tak mengira kalau ikatan yang hanya satu simpul dapat berpengaruh pada ikatan yang lain. Mungkin juga karena Bul-Bul di ikat dengan tali plastic setelah di siksa dan di hajar tanpa belas kasihan terlebih dahulu. Baru kemudian di ikat. Atau bisa jadi mengira kalau Bul-Bul sudah tak bernyawa. Sehingga para penculik itu terkesan buru-buru untuk mengikatnya.

Bul-bul meronta-meronta sejadi-jadinya. Seperti orang kesurupan. Orang jadi begitu semangat, ketika sebuah harapan ada pada tangannya. Lama-kelamaan ikutan pada paha, kedua betis semakin longgar. Jarak antara tubuh Bul-Bul dengan kursi pun semakin bisa di gerakkan. Bul-Bul kembali menggeliat kuat agar bisa lepas dari jaring-jaring tali yang mengikatkan tubuhnya pada sebuah kursi. Prosesnya mirip seekor ular yang sedang ganti kulit.

Nafas Bul-Bul terengah-engah. Jantungnya menderu naik turun. Pertahanan tubuhnya kian lemah, hanya bara semangat yang tetap menyala dalam dada yang membuatnya terus semangat. Pelan-pelan kursi yang menempel di tubuhnya menggelosor ke bawah. Tali plastik yang mengikat antara kursi dan tubuh Bul-Bul sudah begitu longgar. Kini Bul-Bul dengan sisa tenaga dan semangat yang ada memakasakan dirinya untuk dapat berdiri. Kedua paha dan kakinya semakin terasa ngilu, pegal, hingga membuatnya terhuyung-huyung ketika ingin berdiri.

Kursi yang menempel pada tubuhnya sudah benar-benar terlepas. Bul-Bul seperti baru keluar dari kedalaman air yang di penuhi dengan Hiu-Hiu pembunuh. Kedua matanya kembali nanar, melihat sekeliling ruangan dalam gubuk. Tubuh Bul-Bul belum bisa berdiri dengan tegak. Kedua lututnya masih gemeteran, menahan rasa ngilu dan pegal-pegal yang teramat dalam sakitnya.

Kedua mata Bul-Bul mencoba mengitari sekeliling ruangan gubuk. Matanya tertuju pada sebuah kayu yang agak menonjol keluar, walaupun tonjolannya tak begitu kuat keluar, tetapi Bul-Bul berharap dapat memutuskan tali plastik yang ada di pergelangan tangan. Yaitu dengan cara menggosok-gosokan tali plastik pada kayu pipih yang menonjol.

Dengan lutut yang masih gemeteran, kedua kaki Bul-Bul langkahkan pada sudut ruangan gubuk agar lebih dekat dengan kayu pipih yang menonjol keluar diantara deretan kayu yang ada. Bul-Bul mulai menggosok-gosokkan tali plastik yang mengikatnya dengan sisa tenaga dan badan yang masih lemas.

Hampir 10 menit, Bul-Bul terus menerus menggosokkan tali plastik yang mengikat kedua pergelangan tangannya, keatas dan kebawah. Sementara hari sudah semakin sore, suasana dalam gubuk pun sudah semakin gelap. Rupanya waktu tidak bisa di kompromi. Bul-Bul masih terus saja berjuang melepaskan ikatan. Tanpa pernah kenal lelah. Bila lelah mendera Bul-Bul berhenti sebentar, sekedar mengambil nafas. Lalu kemudian meneruskan kembali menggosok-gosokkan tali plastik yang mengikat pergelangan tangan. Bul-Bul berpacu dengan waktu.

Lama kelamaan tali plastik yang terus menerus di gosok-gosokkan pada kayu pipih yang menonjol itu, berubah menjadi serabut-serabut yang tak lagi sesolid seperti semula. Rasa panas dari sisi pergelangan tangan menjadi penyemangat, layaknya cambukan penebus kesalahan. Semakin panas, maka Bul-Bul semakin kuat untuk menggosok-gosok nya. Serabut-serabut yang tak lagi solid, menjadi semakin rapuh. Kedua pergelangan tangan Bul-Bul akhirnya terlepas dari ikatan tali plastik yang mengekang kedua pergelangan tangannya.

Bul-Bul bernafas lega. Kedua tangannya normal kembali, tak lagi menelikung kebelakang. Rasa panas pada pergelangan tangan, tak lagi sepanas seperti tadi. Sekarang Bul-Bul berhasil menaklukkan ketidakberdayaan dirinya. Sebuah ketabahan sedang di perankan dengan baik oleh mental Bul-Bul. Bul-Bul mampu melampaui keterbatasan yang ada. Salah satu yang menjadi penyemangat adalah bayangan kecemasan mendalam yang mungkin sedang di rasakan oleh kedua orang tua dan adik-adiknya.

Ikatan yang membelenggu pergelangan tangan, paha, dan kedua kaki sudah terlepas dengan susah payah. Walau begitu, pikirannya masih tegang. Bul-Bul masih di liputi oleh rasa cemas dan setiap detik adalah kesempatan untuk dapat melarikan diri. Yang ada di pikirannya sekarang adalah, Apakah penculik itu benar-benar sudah tak berada lagi di sekitar gubuk atau sedang dalam perjalanan menuju ke gubuk, tempat dirinya di sekap tanpa makanan dan minuman. Bul-Bul tak ingin kembali di siksa dan di hajar oleh para penculik, tanpa alasan yang jelas serta kesalahan apa yang telah di lakukan. Bul-Bul merasa di perlakukan seperti sansak para petinju, yang di jadikan tempat melampiaskan kekesalan. Atau jangan-jangan dirinya adalah korban salah tangkap lalu setelah puas menyiksa dan menghajar, ditinggalkan begitu saja di pinggiran hutan yang seram.

Yang di lakukan Bul-Bul sekarang adalah kembali mengumpulkan kekuatan yang ada. Kedua matanya kembali menangkap sesuatu yang menggugah naluri bertahan hidupnya. Pada sudut ruangan dalam gubuk ada gelas-gelas plastik berisi kopi yang tinggal sisanya. Pada permukaan gelas tersebut lalat-lalat sudah bersuka ria menyantap sisa-sisa yang masih bisa di nikmati oleh lalat tersebut. Beberapa ekor lalat bahkan masuk kedalam air kopi. Tapi bagi Bul-Bul semua itu tidak jadi masalah, Bul-Bul merasa tubuhnya perlu asupan energi dari sisa kopi yang di tinggalkan oleh para penculik.

Bul-Bul segera menghampiri gelas plastik berisi air kopi itu. Langhkahnya belum stabil betul, tapi ia paksakan dengan segenap kekuatan. Kedua tangan Bul-Bul juga masih gemetar ketika memegang gelas plastik berisi air kopi. Satu persatu lalat yang masuk dalam air kopi itu, ia pungut dengan tangan kanannya. Setelah dirasa bersih dari lalat, air kopi itu tanpa pikir panjang langsung masuk masuk dalam tenggorokan Bul-Bul yang kehausan. Sekarang sisa air kopi yang sudah basi itu masuk kedalam lambungnya. Mungkin cacing yang ada dalam perut Bul-Bul berteriak, antara sedih dan senang. Tapi Bul-Bul tak akan menghiraukan teriakan cacing-cacing dalam perutnya. Setidaknya Bul-Bul dapat memperoleh tenaga dari kopi basi itu. Setelah meminum air kopi basi itu, bul-bul mengambil nafas dalam-dalam dan bersender pada salah satu sudut ruangan. Bul-Bul masih merasakan kedua lututnya yang gemeteran, disusul dengan keringat dingin yang keluar dari pori-pori tubuhnya. Ia menyadari kalau dirinya sudah bertahan dalam batas kemampuannya. Sambil menyandar di salah satu sudut ruangan gubuk, Bul-Bul menenangkan dirinya dari kecemasan yang sekarang hinggap di pikirannya.

Tapi itu cuman sebentar, Bul-Bul kembali di hinggapi perasaan tegang dan was-was. Pikirannya selalu menghakimi kalau selama dalam masa pelepasan diri dari ikatan itu hanya jebakan semata. Ia menganggap setelah dirinya berhasil melepaskan diri. Para penculik itu kembali menangkap dan menghajar habis-habisan. Pikiran-pikiran seperti itu nyaris menghentikan dirinya dari sikap bertahan hidup. Bul-Bul kembali meneguhkan dirinya agar pikiran-pikiran yang mematikan langkahnya bisa berangsur-angsur hilang.

Sinar cahaya yang menerobos masuk kedalam gubuk membantu Bul-Bul mengenali detil isi dalam gubuk. Hatinya bangkit, dan kedua matanya melihat sebuah pintu sederhana tak berdaun kunci. Dengan tubuh yang masih lemas, Bul-Bul bangkit dari tempat duduknya menuju pintu sederhana itu. Kedua tangan Bul-Bul mulai meraba dan mendorong pintu itu, apakah bisa terbuka atau tidak. Beberapa kali tangan Bul-Bul mendorong pintu itu, seketika itu juga pintu itu seperti ada yang beban berat yang menahan pintu itu.

Bul-Bul bergeser ke samping pintu, mencari celah-celah agar dirinya bisa mengintip dari celah itu dan mengetahui benda apakah yang menghalanginya. Kedua matanya berbinar, Bul-Bul menemukan sebuah celah kecil yang bisa ia gunakan untuk mengintip dari dalam. Dari celah kecil itu Bul-Bul melihat 2 buah drum besar yang di susun tegak berdiri kokoh menyender di pintu. Bul-Bul sedikit bersemangat melihat peluang untuk lolos dari cengkraman para penculik itu.

Bul-Bul mengambil ancang-ancang untuk mendobrak pintu itu. Dengan segenap tenaga yang ada, Bul-Bul hentakkan bahu kanannya ke tengah pintu yang di palang melintang lengkap dengan paku kokoh tertancap di masing-masing ujungnya. 

Bunyi Brukk dari tubuhnya tak membuat pintu itu bergerak. Yang dirasakan Bul-Bul sekarang adalah bahu kanannya terasa agak linu. Bul-Bul mencoba berkali-kali mencoba mendobrak pintu dengan bahu kanan atau kirinya. Tetapi rupanya pintu yang tak berdaun kunci itu, terasa sangat kokoh dan solid. 

Bul-Bul beristirahat di dekat pintu itu untuk mengambil nafas dan tenaga yang ada. Bul-Bul mulai di hinggapi perasaan putus asa. Lama ia merenungi kondisi yang sedang menimpa dirinya. Tanpa Ayah dan Ibu, adik-adik, juga teman-teman baiknya. Dalam keletihan dan kecemasan yang ada, pelan-pelan kedua mata Bul-Bul tertutup dan tertidur.



Jumat, 07 Maret 2025

Membaca Sebagai Paradigma

BABAK 8
Seorang guru mesti terbiasa membaca, karena  dengan aktivitas membaca ia memperoleh  informasi yang cukup, dan selalu memperharui pola mendidik. Saya pikir, hal tersebut merupakan komponen mendasar yang mesti dimiliki oleh seorang guru. 

Dari mana datangnya mental seperti ini, yaitu datang dari kebiasaannya membaca buku sebagai paradigma, lalu ditambah dengan bacaan lain, lahirlah seorang guru yang kerangka berpikirnya holistik tidak parsial. 

Pikiran pertama yang hadir di kepala ketika bertemu situasi di luar kendalinya, tidak sesuai yang direncanakan, adalah pikiran analisis yang tiba-tiba saja muncul tanpa pernah diminta. Kota-kotak informasi yang dikumpulkan bertahun-bertahun menjelajahi  hutan buku membuatnya piawai, dan ide tersebut yang diendapkan oleh kalbu dan kantong-kantong memori hadir memenuhi benaknya yang kemudian dituturkan oleh lisannya yang terjaga.  Dengan kata lain, seseorang yang memiliki budaya membaca akan memiliki respon yang cukup untuk membantu seseorang untuk menembukan jawaban, itu maksimalnya, minimalnya ia tidak jumud dan terpasung oleh kedunguan yang tak berkesudahan. 

Cara ia membaca buku apa saja (Fiksi/Non Fiksi) pun melalui serangkain metode membaca sekaligus proses berpikir. Salah satu hasilnya terlihat bagaimana caranya merespon situasi yang paling sederhana. Contohnya memberi umpan balik pada walimurid yang bertanya di melalui jaringan pribadi dengan cara yang elegan-jernih, jelas, dan beberapa detailnya jika diperlukan.  

Ini era dimana platform digital mengitari semua dimensi. Apakah guru tak boleh bersentuhan dengannya? kalian bisa menemukan sendiri jawabannya. Jika sang guru ingin meluangkan waktunya di media sosial untuk melihat, mendengar, dan menulis apa saja, ringan, sekaligus cepat. Semua dimaksudkan untuk membantu penyerapan dari buku-buku yang ia baca, bukan semata mengisi waktunya yang kosong sebelum memulainya mengajar pada keesokan harinya.

Dari sini sang guru bisa menakar, mengukur, sekaligus menimbang apakah  dirinya sedang terjebak dalam ILUSI TAHU dampak dari menggulir layar HP ke atas ke bawah selama lima belas menit saja, atau lebih. Lalu petantang petenteng merasa lebih tahu, misalnya.  Mestinya ia tetap membaca selama mungkin, tidak mengajar hasil scroll media sosial dalam hitungan menit. Seolah-olah merasa cukup, dan tampak percaya diri dan mampu merespon semua kejadian kelas dan sekolah pada umumnya. Ini refleksi saja, sebagai guru yang memiliki kemewahan untuk mengajar. 

Bahkan di malam hari seorang guru kembali bergumul dengan jenis setan lain,  seten gepeng (hp) lebih dari waktu-waktu yang telah ditentukan, memang itu hak kalian.  Lalu keesokan harinya melakukan pendampingan dengan martabat seperti itu, hasilnya bisa jadi tak berimbang. Merasa sudah tahu padahal minim pemahaman, yang lebih parah ia gagal paham. 

Bukannya tak boleh, boleh silakan bergumul dengan setan gepeng itu. Porsi membaca buku lebih lama, lebih tebal, lebih ilmiah, karena kebutuhan untuk mengajar, memberikan pengetahuan, bagaimana ia memiliki pengetahuan mendalam, kalau sediki-sedikit ia gulirkan HP dari atas dan bawah. Apalagi menangkap isi bacaan yang nantinya membentuk visi pribadi. Suatu waktu, saat kesadaran telah bertumbuh, murid itu kelak bisa membedakan mana guru yang martabat dan yang gagap beradaptasi.  

Pada siapa martabat (dignity) mesti diambil sebagai pilar tinggi, ya salah satunya guru. Martabat itu tidak hanya pada orang (guru) tetapi juga pada profesinya. Jadi dobel itu,  kelak kemudian namanya self respec (harga diri). Dimanapun guru itu beradaa, dua label akan terus melekat sampai ia dipanggil sama Tuhan. Dua hal tersebut, martabat dan harga diri bisa bertahan manakala paradigmanya sudah terbentuk dengan kokoh. Paradigma bisa lahir dan menyentuh manakala kegemaran membaca menjadi makanan otak yang tak kenal arah angin. 

Pikirannya membaca apalagi tindakannya untuk menggali informasi dan formatif sekaligus. Dampaknya orang terlatih untuk berakrab dengan frase, dan otak dipaksa terus memecahkan hal-hal yang sulit dari teks yang ia dalami. Salah satu hasilnya membantu daya ingat dan menimbang mana yang penting dan tidak penting. 

Membaca sebagai paradigma menghasilkan satu pikiran kokoh, penangkapan makna teks secara utuh, menghasilkan gudang ide, membentuk nalar kritis, memiliki kontruksi dalil relevan, mampu mengakumulasi karakter dalam puncak tertinggi. 

Kamis, 06 Maret 2025

"The Power Of Teachers"

BABAK 8
Satu waktu di kelas, pelajaran matematika sedang berlangsung, setengah jam kemudian salah satu siswa sudah selesai mengerjakan dan terpotret oleh sang guru, anak itu tampak banyak bercanda, menggoda temannya, dan isengnya nggak ketulungan. Saat itu juga siswa tersebut dipanggil oleh guru tersebut. Lalu diberikan 'hukuman' untuk pergi ke perpustakaan lalu ambil buku sastra dan tidak baca buku yang lainnya. Guru tersebut memberi pesan kepada petugas perpus agar memperhatikan selama ia berada di perpustakaan. Si murid itu terus membaca sampai selesai. Pada waktunya nantinya Guru matematika yang juga sastrawan telah mengajarkan agar terus mengolah pikir tetapi juga mengolah batin agar menjadi lembut.

Saya yakin paragraf diatas telah memberi sentuhan batin yang mendalam hingga seorang TOKOH bisa sedemikian terbuka pada perubahan dan memaknainya lebih terukur, katakanalah seperti itu. Ketika sedang menulis  metafor dan seterusnya ternyata sangat diperlukan ketika sedang meriset  sains misalnya. Dari balik itu semua, sastra bisa sangat bermanfaat bagi seluruh aspek pengetahuan. Jika kalian betul-betul menganggap karya sastra penting untuk dijadikan salah satu bahan olah pikir dan olah rasa.

Hasil pemikiran adalah salah satu wilayah sastra yang dipadu padankan dengan daya tangkap dari kehidupan ini. Guru menjadi lebih cakap dalam menghargai setiap potensi dari pada siswanya. Pikirannya telah terpapar Demokratic Value, meski hanya berlabel guru Good Enough, itu sudah lebih dari cukup. Lalu pertanyaan dikepalanya selalu muncul, kenapa aku jadi guru?, apakah pengetahuanku sudah cukup untuk siswa di kelas? ini guru percaya menyakini bahwa siswa akan lebih baik dari waktu ke waktu, hingga ia mempercayai setiap potensi yang dimiliki siswa. Meski sebagian mata memandang ia tipe guru yang Good Enough, tetapi ia telah memiliki power full untuk membangkitkan setiap rasa penasaran--natural sifatnya, bisa muncul dari dalam diri setiap siswa tanpa ancaman dan intervensi akut.

Kekuatan guru terletak pada kemampuannnya memerdekaan setiap murid untuk bertanya apapun tentang dirinya dan lingkungannya. Dan membiarkannya untuk berpikir terbuka, dan lepaskan pagar-pagar dari pikiran siswa yang melambung tinggi tak terbendung. Hingga isi kepalanya tidak terpagari, misalnya apa-apa tidak boleh, ini nggak boleh, itu nggak boleh. Isi kepalanya merdeka untuk mengungkapkan sesuatu yang menurutnya bisa diuji secara nalar, bukan didkotrin oleh serbuan mitos dangkal, hingga gagap menatap masa depan.

Setiap siswa ada kurikulumnya yang kalau bisa diciptakan oleh guru, agar potensi muncul dan lompat melangkahi mimpi-mimpinya sendiri. Tidak mengisinya kurikulum yang centang perenang. Konsepnya terbentur oleh pembatasan-pembatas ilmu saja. Dampaknya anak cenderung mudah mengkotak-kotakan dan ini sangat merugikan dunia pendidikan. Pada saat dewasa, ia cenderung mudah memberi frame, kalau anak hukum tidak berhak ngomongin sosil, anak sains nggak boleh soal Budaya, dan seterusnya. Wah, ini bisa menimbulkan cacat berpikir. Karena pembatasan ilmu tadi. Di zaman keemasaan ada tokoh sosial, tapi ngerti fiqih, ngerti politik, karena berangkat dari mentor yang mengakomodir seluruh pengetahuan tanpa melakukan pembatasan yang degil.

Seorang guru satu waktu didatangi murid yang membawa satu buku berisi kurikulum yang ia bikin sendiri di rumah. "Apakah bapak bisa mengajarkanku tentang semua ini, atau tunjukan padaku guru-guru mana saja yang harus kudatangi." 

"Selamat datang di masa depan, Bapak doakan semoga bisa membaca masa depan, kurikulummu akan bapak pelajari satu malam, dan mulai besok kamu saya terima sebagai murid pertama."

Jawaban dari sang guru membuat si siswa pulang dengan isi kepala, hati, fisik, sebagai seorang yang nanti jadi pembenci politisi busuk, sebal melihat pendidik yang menunda mengisi pengetahuan para siswa dengan berleha-leha dikantin sambil ghibah, pedagang busuk yang selalu mengurangi timbangan, dan busuk-busuk lainnya. Dari mana datangnya energi pembeda itu, dari kekuatan guru yang lisannya berangkat dari doa yang diapanjatkan di setiap sujudnya. Dan mencoba mendekatkan diri pada role model seorang guru, rahim guru, sekaligus pahlawan berjasa. Bukan pahlawan tanpa tanda jasa yang bernada meremehkan  (derogatif). Saya ingin mengembalikan bahwa profesi guru memang tak bisa diremehkan, dan  jasanya seberat mutiara. 

Kekuatan guru yang potensial itu terbaca sejak lama, bahkan disituasi sulit kaisar hirohito, berbicara kepada bawahannya agar mencari guru yang tersisa, dan akan membangungkannya dua puluh tahun kemudian, tuturnya berapi-api. Ini menandakan, hadirnya guru sebagai mentor untuk melatih para siswa untuk berdialektika terus menerus hingga rasa penasaran terbangun dan terjauhkan dari krisis pikir.

Debat didalam kelas tak menurunkan martabat seorang guru, justru kelas-kelas yang sunyi yang perlu dicurigai, apakah guru terlalu asik untuk mengambil alih seluruh jam kelas, dan mengaku telah mengajar dengan pendampingan maksimal. Yang mesti dilakukan adalah selundupkan pedagogi kepada siswa tidak hanya dikelas tetapi di luar kelas. Keluar dari sekolah mereka bisa membaca masa depan dengan alam pikiran, tidak gugup dan gagap menghadapi perubahan. 

Kadang 'ribut' dikelas dengan guru Good Enough saja bisa membangkitkan potensi tersembunyi dari tiap siswa yang kerap membawa masalah rumah kedalam ruang kelas. Kapasitas guru ada situasi ini, kekuatan guru dengan mengelaborasi pedagogi dengan situasi random yang di miliki siswa,  kemudian bisa mengaktifkan multiple Intelegences pada tingkat yang menakjubkan. Lalu menemukan dirinya pada bakat tertentu. Sementara cukup, terimakasih. Salam Pak Pelita.