Senin, 04 Maret 2019

Kawan Lama

BAB 
Tiga Puluh Lima 


Pagi yang mendung tak membuat Nara menjalani hari-harinya frustasi. Berbagai hukuman sudah di jalankan, seperti mengepel, membersihkan halaman, mencuci WC penuh tinja, Push Up, di guyur hujan saat membuang sampah, lari karena hukuman, semua hukuman dan rutinitas di jalankan dengan ketegaran. Satu hukuman di penjara yang tidak akan di jalaninya adalah melayani nafsu bejat oknum sipir penjara.

Bulan Agustus 1977. Nara sudah menjalani masa tahanannya selama empat tahun. Keadilan yang digaungkan oleh para hakim ketika memutuskan hukumannya tak juga di rasakan di penjara, berkali-kali ia akan di perkosa oleh Polisi Marno tetapi pada saat itu pula pertolongan kerap datang untuk menjaganya dari cengkraman kotor Polisi Marno. Sipir yang baik dan teman sesama tahanan mengindarkan dirinya dari tangan biadab Polisi Marno. Satu kali Polisi Marno di buat bingung oleh Nara yang tiba-tiba menghilang ketika sedang di kejar olehnya. Ternyata jalan rahasia yang di tujukan oleh sipir pendiam itu dapat menyelamatkan Nara dari tindak bejatnya.

Seperti rutinitas pagi ini. Nara baru saja selesai mengikuti olahraga yang rutin di programkan untuk seluruh napi di penjara. Nara di kejutkan oleh seorang yang telah lama di kenalnya. Ia menghadang jalan utama ke kamar mandi. Adegan cepat itu begitu terasa saat lebaran idul fitri dimana seluruh teman-temanku yang baik memberi kejutan yang membuatku menitikkan air mata.

Di Nusa Kambangan

BAB
Tiga puluh Empat

Mendengar Kabar Marko di culilk. Perasaan Bu Kinar dan Bu Bar sangat terpukul. Marko seperti di telan mahluk malam yang mengerikan. Hilang tanpa jejek dan arah. Tiky dan Wiro juga sudah berusaha mencari informasi kepada para temannya. Tetapi tidak menemukan tanda-tanda keberadaan Marko. Wiro kinilah yang menjadi pemimpin dalam keluarga.

Wiro menolak saran dari teman-temannya untuk bertanya kepada orang-orang “pinter” karena di nilai sebagai buang-buang duit saja. Dia berpendapat kalau orang pinter tidak semua pinter. Ada hal-hal tertentu yang mereka tidak ketahui. Salah satu contohnya adalah: Kapan orang kentut.

Masalah menerpa silih berganti kepada dua keluarga itu, masalah Nara belum selesai di susul dengan Masalah Marko yang menghilang tanpa jejak. Semua itu membuat air mata terus saja di peras oleh kelopak-kelopak mata yang makin senja.

***
Di tempat lain yang terpencil, Pulau Nusa Kambangan.

Minggu, 03 Maret 2019

Proses Kreatif Menulis TERE LIYE

Cara berpikir Tere Liye tentang menulis. Penulis dapatkan ketika mengikuti kegiatan literasi yang diadakan oleh Sekolahalam Tangerang pada tanggal 15 Mei 2016 dengan kesimpulan yang menurut penulis adalah sebagai berikut: CARA MENULIS NOVEL YANG SPESIAL.

1. Bagi bang Tere menulis dapat dituangkan ide-idenya dalam bentuk apapun. Menurutnya mengawali menulis dapat disusun dengan TOPIK BISA APA SAJA, TETAPI PENULIS YANG BAIK PUNYA SUDUT PANDANG YANG SPESIAL. Spesial dapat diartikan dengan tidak lazim, orang tidak menyangka akan pesan yang kuat, dan berbeda dari kebanyakan orang.

Bang Tere memiliki catatan penting untuk hal ini yaitu:

Tidak semua orang yang bisa menulis, bisa menjadi penulis. Maksudnya bisa saja menulis 2-3 halaman, tetapi menulis sampai ribuan halaman adalah hal yang spesial.

Kuncinya adalah LAKUKANLAH RISET.
ANDREA HIRATA bisa menulis Novel Laskar Pelangi selama dua pekan, karena sebelumnya telah melakukan riset yang lama dan mendalam.
TERE LIYE melakukan riset yang mendalam untuk meneliti tentang perjalanan haji tahun 1938, Bang Tere melakukan riset yang serius untuk Novel Rindu.

RISET bisa dilakukan dengan proses mengumpulkan informasi sebanyak dan seakurat mungkin.

2. Selanjutnya bang Tere dengan semangat mengatakan bahwa, Penulis yang baik membutuhkan amunisi, tidak punya amunisi tidak bisa menulis. Amunisi dapat dicari dan ditemukan melalui beberapa cara salah duanya adalah: BANYAK MEMBACA, karena dalam proses membaca ada proses pengendapan informasi. (berhenti membaca...lalu membaca lagi dan seterusnya)

BERSAMBUNG

Penculikan

BAB 
Tiga Puluh Tiga 

Cuaca pagi ini sangat cerah. Sinar matahari belum merekah sempurna. Awan-awan putih berserakan terhampar bagai lukisan indah yang menempel pada kanvas. Latar belakang langit yang bergradasi mewah menambah kemegahan pesono langit Purbalingga. Ruam-ruam kemerahan bercampur biru luat terpampang di ufuk. Tak heran kalau para penikmat alam sangat betah untuk menikmati awal pagi yang indah. Rusukku sudah sembuh setelah penyembuhan hampir satu bulan. Para Polisi kehilangan jejak para penyerang markas Polisi. Sedangkan ku kini sedang menelusuri jejak takdirku.

Pagi ini aku sudah sampai di proyek pembangunan sekolah untuk sekelas SMA. Posisiku sebagai kenek alias membantu para profesional (Tukang) mengerjakan segala sesuatu yang berhubungan dengan adukan semen, bata merah, kayu, paku dan sebagainya. Sudah hampir 4 bulan aku menjalani profesi ini. Aku merasa pekerjaanku terasa menyenangkan. Di samping mendapat imbalan tak mengecewakan, aku juga dapat menatap gerbang besar pintu penjara yang luas. Lalu bila ada waktu senggang maka aku menyempatkan untuk mengunjungi Nara pada setiap jam istirahat. Itupun bisa di hitung dengan jari. Karena sangat susah untuk bisa bertemu dengan Nara dalam penjara. Kalau Polisi Saryo sedang piket maka kunjunganku tak banyak mengalami kesulitan. Selesai kunjungan, aku kembali ke proyek pada jam setengah dua.

Arah Jam 10

BAB 
Tiga Puluh Dua

Gerimis turun deras menghajar alam maya pada, desa Kaligondang yang sunyi. Di luar kantor Polisi suasana tenang. Jalanan sepi, pedagang bakso yang biasanya berkeliling menjajakan dagangan tak terdengar dentingan mangkok yang di pukul sebagai ciri khasnya.

Para Polisi yang berjaga tengah asik mendengarkan radio sambil menyeruput kopi, tak ketinggalan batang rokok yang terselip diantara kedua bibirnya, katanya dapat menyebabkan serangan jantung, impontensi, gangguan kehamilan dan janin. Anehnya masih saja banyak orang yang membakar duit untuk alasan yang tidak jelas. Entah sampai kapan kebiasaan tidak sehat ini akan berakhir.

Bondan masih terkurung menunggu pengadilan yang akan di gelar pekan depan. Sekarang dia menjadi saksi kunci bagi kejahatan konspirasi dan pembunuhan mutilasi. Para Polisi sudah melacak keberadaan kelompok yang di pimpim oleh Farah dan Arkon beserta anak buahnya. Santer kabar kalau Farah dan Arkon membentuk suatu kelompok dengan sebutan Geng Fark. Keluraga Farah cenderung menutupi keberadaan putrinya. Dengan alasan pergi keluar kota dan sebagainya. Apakah keluarganya juga menjadi dalang besar dari setiap kematian yang tidak wajar di didesaku.

Saksi Kunci

BAB 
Tiga Puluh Satu

Pagi ini aku tengah berada di kantor Polisi untuk memastikan kalau Bondan benar-benar dalam kurungan. Setelah mendapatkan pengakuan darinya tentang bagaimana ia menjadi provokator hingga membuat Nara mendekam dalam penjara, Bonda pun meringkuk dalam sel sempit.

Kabar tentang penyerahan Bondan ke kantor Polisi telah sampai juga kepada Polisi Saryo. Informasi penyerahan Bondan begitu cepat hingga Polisi Saryo siang ini sudah berkunjung ke Polsek Kaligondang. Ku lihat dia tidak berseragam hanya membawa kartu tanda pengenal sebagai identitas. Polisi Saryo memakai sepatu olahraga, celana panjang bersaku banyak, dan sebuah sweater berwarna hitam menempel di tubuhnya. Tak ketinggalan sebuah pistol berada di atas pinggangnya lengkap dengan sarungnya.

Setelah mendapatkan alamat dari Bu Bar. Beberapa kali aku berkunjung ke rumahnya. Hingga aku tak begitu asing dengannya. Aku bertegur sapa seperti biasa. Ini mungkin sebagai kode etik para pelindung rakyat. Terjadi dialog sebentar sebelum kami berdua masuk ke dalam ruangan tempat dimana Bondan sekarang mendekam dalam ruang tahanan. Bondan masih berpakaian sama ketika dia menyerahkan diri ke kantor polisi. Beberapa orang Polisi tengah memeriksa keadaan dan mencatat semua yang di ucapkan oleh Bondan. Wajah Bondan masih menyisakkan bekas luka pukulan beberapa hari yang lalu. Ruangan itu tersekat oleh Kaca besar sehingga aku hanya bisa melihat gerak bibir para pengintrograsi dengan anggukan dan sesekali matanya melotot-ekpresi keget.

Titik Balik

BAB 
Tiga Puluh 

Udara sejuk di awal pagi membuat suasana tenang dan nyaman. Saat itu pula Bondan terbangun dari pingsannya. Ia dapati sekujur tubuhnya penuh denan lebam ke biru-biruan. Pelipis matanya sebek dan terasa sangat menyakitkan. Bondan tengah berada di rumah Ibu Baroroh, atas bantuan dari warga. Ibu Kinarsih setelah ikut mengantar kerumahnya ia pun langsung pamit melanjutkan perjalanannya ke Pasar. Sebuah naluri kemanusiaan yang kerap kali menggendor jiwa untuk menolong orang yak tak berdaya. Keduanya belum tahu kalau laki-laki hitam berkumis itu adalah penyebab dari kemelut yang menerpa dua keluaraga itu.

Tubuh Bondan di letakkan pelan-pelan di sebuah bale. Sebuah tiker anyaman daun pandan menjadi alas tidur dengan bantal berwarna hitam. Dengan telaten Bu Bar mengelap luka yang tampak menganga di kedua pelipisnya. Wajah Bondan seperti baru saja di pukuli oleh Muhammad Ali petinju yang telah bersyahadat lewat tangan dingin Malcom X sebagai guru spiritulanya. Tetapi Bondan bukan Muhammad Ali yang bisa menahan pukulan telak dari anak buah Arkon dalam durasi panjang. Bondan memang punya beladiri, tetapi ketika di keroyok bisa babak belur juga.

Sabtu, 02 Maret 2019

Geng Fark

BAB 
Dua Puluh Sembilan 


Malam semakin larut. Farah tengah tertawa sambil membagi-bagikan sejumlah uang kepada orang yang telah membantunya menyelesaikan dendamnya. Hingga Marko dan Nara berada dalam penderitaan yang mendalam. Dendam dan sakit hatinya kini telah terbayar juga.

Farah menyalakan radio butut dan mencari sinyal untuk saluran lagu-lagu keroncong, bila bosan tinggal memindahkan lagu-lagu dangdut yang menyajikakan suara emas bukan liukan tubuh yang tak sadarkan diri. Farah dan kelompoknya sedang melintasi sebuah masa yang telah menjungkirbalikan sebuah peradaban dalam batas yang tidak biasa.

Sebuah kasta-kasta mulai berdengung hinggap di permukaan hati yang di bakar rasa cemburu, Farah yang berkasta Brahmana mulai melampiaskan ke Brahmananya itu kedalam wujud sifat licik, picik, keras kepala, mau menang sendiri, dan segala sesuatu harus sesuai dengan kemauannya. Bila tidak, wujud iblis akan hadir dalam paras cantiknya itu.

Sudah dua jam Farah dan kelompoknya menghabiskan tawa-tawa penuh laknat itu. Beberapa minuman bergambar Topi Miring tergelatak kosong di atas meja kecil di temani kopi pahit bergelas-gelas. Mereka sedang di tanah lapang yang diapit oleh dua buah sungai besar yang sekelilingnya terdapat banyak pohon beringin dan Kamboja. Sebuah tempat yang di anggap angker dan jauh dari pemukiman warga. Sungai besar itu berkelok-kelok mengelilingi desa Kesamen.

Penjara

BAB 
Dua Puluh Delapan 


Pak Lurah tak bisa berbuat banyak karena akses kepenjara Purbalingga amatlah sulit. Sepertinya pejabat di daerahku tak bisa untuk di andalkan. Mereka sibuk dengan dirinya sendiri, dalihnya bermacam-macam. Hukum telah di beli dengan uang. Siapa yang punya duit banyak maka kekuasaan ada dalam genggamannya.

Pagi ini dengan susah payah. Aku, Ibu, kedua adikku, serta Ibu Baroroh melobi sipir penjara agar mau mempertemukanku dengan Nara. Keberadaanku di Lembaga Pemasyarakatan ini sama sekali tak melibatkan aparatur pemerintahan. Ibuku membawa makanan dalam balutan kain batik warna hitam, sepintas terlihat mirip perbekalan para pendekar yang hendak melalang buana menembus dunia fana. Lewat bantuan Polisi Saryo kami sedikit di permudah bertemu dengan Nara. Selanjutnya biar kami menunggu kedatangan Nara. Birokrasi semacam ini sudah menjadi hal lama yang sulit di hilangkan.

Kulihat Ibu Baroroh sudah beberapa kali bolak-balik ke WC untuk buang air besar. Depresi yang terus menerus melanda pikirannya membuat Ibu Baroroh sering terkena penyakit diare dan demam tinggi. Kasihan Ibu Baroroh dalam kehidupannya yang sendiri tanpa suami Ia harus menanggung beban cobaan sendirian. Ku lihat dari wajahnya ada ketegaran yang terpancar dari wajahnya.

Topeng

BAB 
Dua Puluh Tujuh


Esok pagi aku sudah menyambangi temanku yang kena sabetan golok bersama dengan teman-teman. Aku melihat Narman sendirian sedang menikmati secangkir kopi hangat di warung. Aku mengira dia sedang mabuk dan sejak kapan dia mulia menggilai kebiasaan tak sehat itu.

“Apa Kabar Man?.”

“ Baik.” Cuek dan tanpa melihatku.

“ Mar aku kasihan sama kamu, tahu nggak?, gadis yang kamu bela mati-matian mungkin saja sedang bermesraan dengan lelaki lain sesama penghuni penjara, sudahlah... lupakan Nara. Hadapilah kenyataan yang ada.” Aku terkejut. Narman mengatakan hal yang menyakitkan itu. walau bagaimanapun aku tetap bersabar menghadapinya. Mungkin di hadapannya aku terlihat seperti laki-laki bodoh yang mudah di permainkan. “ Aku percaya Man pada Nara, Ia tak mungkin melakukan apa yang engkau tuduhkan itu.”

“ Kamu disini sudah seperti orang gila yang di mabuk cinta, padahal disana Nara yang kamu puja-puja itu sedang bercinta dengan lelaki lain di dalam sel.” Narman mengejek sekali lagi, temanku yang lain semua menatap wajah Narman seolah-olah tak percaya apa yang baru saja di ucapkannya. Kata-katanya tak lagi menampar pipiku, tetapi sudah mencoba meruntuhkan harkat dan martabatku.

Pencuri Bertato

BAB 
Dua Puluh Enam 


Di bawah cahaya rembulan, aku berlari ke tengah sawah lalu memanjat bekas runtuhan bangunan Rel Kereta peninggalan Belanda, setelah itu aku berteriak kencang agar beban di pikiranku sedikit berkurang. Aku sempat menghujat takdir yang sedemkian kejam karena tak berpihak padaku.

Suasana sekitar hening. Gemericik ari dari sungai kecil terdengar jelas. Suara kodok saling bersahutan. Di atas reruntuhan bangunan rel kereta api zaman Belanda aku berpikir keras bagaimana bisa Nara di penjara. Kedua tanganku menengadah ke atas. Aku mohon pertolongan kepada Allah Swt atas cobaan ini. Dadaku naik turun menahan kesedihan yang terpendam. Selain di Musholla aku sering mengadukan kesedihanku kepada Allah diatas bekas bangunan rel kereta Api yang terdapat di tengah-tengah sawah. Aku teringat dengan satu nama, “Polisi Marno.” Nama Polisi itu terasa sangat menganggu pikiranku selama ini.

Aku turun dari bangunan bekas rel kereta api zaman Belanda. Aku melangkah menyusuri pematang sawah sendirian dan hanya di temani dengan cahaya bulan. Beberapa kali aku melihat burung semak terlihat terkantuk-kantuk terkena cahaya bulan. Ular yang beroperasi malam juga sudah mulai mencari binatang pengerat. Dari kejauhan tampak cahaya petromaks yang tampak mengecil, para pemburu sedang mencari belut-belut yang akan di jual ke pasar, atau memenuhi pesanan beberapa tetangga.