BAB
Dua Puluh Delapan
Dua Puluh Delapan
Pak Lurah tak bisa berbuat banyak karena akses kepenjara Purbalingga amatlah sulit. Sepertinya pejabat di daerahku tak bisa untuk di andalkan. Mereka sibuk dengan dirinya sendiri, dalihnya bermacam-macam. Hukum telah di beli dengan uang. Siapa yang punya duit banyak maka kekuasaan ada dalam genggamannya.
Pagi ini dengan susah payah. Aku, Ibu, kedua adikku, serta Ibu Baroroh melobi sipir penjara agar mau mempertemukanku dengan Nara. Keberadaanku di Lembaga Pemasyarakatan ini sama sekali tak melibatkan aparatur pemerintahan. Ibuku membawa makanan dalam balutan kain batik warna hitam, sepintas terlihat mirip perbekalan para pendekar yang hendak melalang buana menembus dunia fana. Lewat bantuan Polisi Saryo kami sedikit di permudah bertemu dengan Nara. Selanjutnya biar kami menunggu kedatangan Nara. Birokrasi semacam ini sudah menjadi hal lama yang sulit di hilangkan.
Kulihat Ibu Baroroh sudah beberapa kali bolak-balik ke WC untuk buang air besar. Depresi yang terus menerus melanda pikirannya membuat Ibu Baroroh sering terkena penyakit diare dan demam tinggi. Kasihan Ibu Baroroh dalam kehidupannya yang sendiri tanpa suami Ia harus menanggung beban cobaan sendirian. Ku lihat dari wajahnya ada ketegaran yang terpancar dari wajahnya.