Sebuah cerita tentang ketergesa-gesaan. Sebuah keputusan yang berakibat pada harga iri yang terinjak-injak. Sebuah palu norma kesantunan, hingga berujung pada sebuah tetesan air mata yang begitu deras tak terbendung lagi. Kepribadian cacat tak utuh lagi, hanya kenangan buruk yang sering manjadi hantu, dan mengucapkan terimakasih kepada mulut yang mengatakan tidak pada sebuah rasa serta tentang kebusukan di balik jubah kepribadian.
Sikapku membuatmu tak banyak cakap
Sebuah rona nggak enak ada di mimikmu
Membuatku semakin bersalah
Ada kata-kata yang mengusik relung hatimu
Agustus yang ketus
Ada sikapku yang memelas
Pada rasa palsu yang terbatas
Pada hampa sebuah cemistry
Angkuh, Sok pede pada putusan rasa
Hinggap di daerah jantung
Hinggap pada iman yang lemah
Diriku tak serendah cita-citaku