Lihat saja perbandingan kamu ketika masuk lembaga pendidikan dan menemukan dirimu dalam situasi yang membuatmu makin hari makin tak menemukan Apa yang sebenarnya kamu cari ketika menjadi guru. Sekadar profesi dari sekian pekerjaan sampingan yang membuat dompetmu makin menggembung sulit ditutup. Bahkan merusak retsleting mahal yang dibelinya dari dalam Mall ternama. Menghabiskan sebagain gaji yang kamu tunggu selama sebulan, dan kamu menghabiskan dalam ukuran menit di kasir yang mbanya selalu tersenyum S.O.P banget, dan itu sangat menyebalkan. Atau sekadar menghabiskan waktu-waktu luang karena kamu sudah mendapatkan sertifikat dari pemerintah dan membunuh pelan-pelan waktu terbaik dalam hidupmu. Atau memang kamu tertarik untuk menghimpun sekaligus membandingkan apa yang kamu nanti dapatkan dan yang nanti tidak didapatkan selama menjadi guru, begitukan neracamu sebagai seorang guru? lalu kenapa begitu memaksakan diri untuk menjadi guru?
Jawabannya ada pada dirimu yang memiliki neraca yang tersimpan diantara otak hati gerak tubuh dan juga tujuan hidupmu, semuanya akan membentuk neracamu apakah akan miring ke kanan dan ke kiri. Setiap hari neraca itu akan bergerak sesuai dengan apa yang ada dalam benakmu yang menjadi tujuanmu mengajar. Ia akan bergerak ke kanan manakala pengabdiamu pada pendidikan dan dunia ajar mengandung ketulusan tiada banding, jarum neraca itu akan bergerak menuju langit, semuanya yang dilakukan membawa pada kebajikan luar biasa yang tidak bisa diukur meski dengan ratusan gepok uang. Tak ada manusia yang tidak suka uang, tetapi uang bukan jaminan untuk membeli hak didik siswa yang mereka peroleh sejak bel berbunyi atau sejak jam pelajaran pertama berkumandang. Jika bergeser ke kiri, ada kemungkinan pundi-pundi dari lebelmu sebegai seorang guru dapat mudah dikeruk di lahan basar, yang kamu paling tahu dari mana sumbernya.
Neraca guru bukan soal hitam putih saja, tetapi wilayah abu-abu yang mereka munculkan di depan matamu ketika baru masuk kelas dan belum juga mengucapkan salam pembuka. Ada banyak hal yang mereka selundupkan ketika kamu mulai mengucapkan salam. Mereka mengantongi ribuan jejak pada dirimu ketika mengajar. Bahkan sidik jarimu menempela kuat pada sinapsis, neuron, atau memory jangka panjang. Mereka telah mengalahkanmu ketika kamu meresa telah memenangkannya. Itulah anak-anak didik sekarang yang memiliki kemampuan untuk membaca kebiasaan seorang guru di kelas.
Neraca yang terus hidup dalam sanubari seorang guru memudahkan dirinya untuk memindahkan alam bawah sadar secara berganti-ganti tanpa perlu mengganti peran, siswa akan membenci seorang guru yang begitu munafik dengan dirinya sendiri. Menempatkan diri pada kategori selalu benar adalah salah dua bukti bahwa seorang guru mestilah rendah hati di hadapan murindya, bukan untuk mendiskon terlalu banyak dan mereka bisa mengulitimu bagian demi bagian, tetapi satu misi yaitu kekuatan membujuk hati mereka dan menaklukan ego mereka yang sedang meluap. Setelah berhasil meringkus hati mereka, seorang guru dapat mengisi hati mereka dengan ketaatan pada tuhan, kepalanya dengan pengetahuna, dan fisiknya dengan kekuatan. Tiga hal tadi menjadi pilar-pilar asasi yang mesti disuntikan kepada setiap siswa didik. Semuanya dimaksukan agar timbangan tetap stabil tanpa menutup mata.