Sabtu, 27 April 2019

Lelap

Kata tepat untuk mewakili setiap kelelahan adalah terlelap dalam tidur panjang yang nyaman
Dalam dan sangat dalam, agar rotasi kelelahan berganti dengan kesegaran di pagi hari
Suara-suara gaduh di luar sana tak mengganggu prosesi tidur yang panjang. Semuanya untuk menebus rasa penat di siang hari

Lelap mengantarkan manusia untuk terus tumbuh dalam tiap detakan jantung
Lelap juga membuat saraf-saraf tubuh menjadi rileks dan nyaman
Lelap permulaan dari sebuah perjalanan panjang dari istirahatnya seorang mahluk

Padi

Petani tangguh berangkat pagi
Menyusuri pematang sawah
Cangkul menggelayut di atas pundaknya
Caping menempel di atas kepalanya
Tangan kanan membawa bekal dalam rantang bersusun
Matanya sigap mengawasi sekitar

Petani tangguh mulai mencangkul
Menggulingkan tanah
Mengaduk-aduk aduk merata
Lalu sebarkan benih merata
Agar tumbuh bibit padi yang tangguh

Rabu, 24 April 2019

Pujangga

Menyisir peradaban
Dengan tinta kelembutan
Menyibak kebenaran
Dengan tinta kebenaran

Berjalan tertatih
Hanya untuk setitik sebuah prinsip
Agar kedamaian terasa nikmat
Keamanan mendera setiap inci insan

Pelita tak pernah redup
Tak pernah lekang termakan zaman
Zaman keemasan
Pujangga sang peniti zaman
Agar zaman tak lekang dimakan zaman

MALAM

Temannya kegelapan
Jejak para bintang mengangkasa
Embun dingin di pagi hari
Jejak musafir ada pada tiap gerakan

Malam menjadi evaluasi
Jejak pagi, siang, dan sore
Merekam semua unsur gerakan
Teratur, tertib, dan tanpa hianat

Malam selimut pekat
Jejak pencari suaka
Selimut bulan
Tak pernah jengah memandang malam

Musafir penggenggam malam
Pejalan tangguh
Tak pernah mengeluh
Jati diri setiap insan
Pencinta malam

Hijab

Perisai yang tangguh
Mulia karena jati diri
Bukan penghamba duniawi
Selalu mencari kebenaran

Untuk "negeri" yang abadi
Tanah yang diberkahi
Ikatan yang mulia
Sedekah adalah utama

Hijab
Pelindung
Perisai
Benteng
Semua untuk kebenaran

Pencari Tajil

Langkah terseok kaki terperosok
Pandangan kabur tertutup debu
Jalanan lumpur dan terjal
Awan hitam menggantung
Hujan turun dengan lebat

Lapar dahaga
Siang terasa panjang
Malam mencekam
Hiruk pikuk berkelebat
Sembunyi sebagai satu jalan

Mencari perlindungan
Mencari kemenangan
Agar yang terseok dapat berdiri tegak
Kabur menjadi jelas
Hitam menjadi putih

Kelaparan kehausan menjadi nikmat
Bila ujungnya kemenangan
Malam ceria
Hiruk pikuk pencari tajil
Agar buka puasa terasa tak sembunyi

Minggu, 14 April 2019

Pertempuran

BAB
Empat Puluh Delapan
Lanjutan

Lima menit kemudian, semua tawanan di buka topengnya. Aku terpana melihat leher mereka yang di hiasi Tato burung Gagak dan Rajawali. Aku melihat tawanan itu sampai yang terakhir. Mataku terbelakak melihat tawanan paling ujung, aku seperti mengenalinya. Kakiku cepat menghampiri orang yang ku kenal di masa lampau. Reaksiku membuat Polisi Saryo heran.

“ Marko ada apa.”

Aku tak menjawabnya. Setelah sampai di sana. Amarahku makin meluap. Tawanan paling ujung itu ternyata Arkon alias Narman. Teman dari masa lampau sekaligus musuh dalam selimut. Wajah Narman terlihat kacau. Aku tak bisa lagi menahan marah. “ Dasar Bajingan!.” Narman segera ku tonjok. Tetapi kulit Narman seperti badak yang keras dan kasar. Mukanya seperti di lapisi besi lunak hingga ketika ku pukul tak ada bekas lebamnya. Ilmu apa lagi yang ia punya.

“ Ha..., kasihan kau Marko.” Tawanya mengejek.

“ Marko hentikan.” Polisi Saryo menghentikan pukulanku berikutnya.

Menjemput Cinta

BAB
Empat Puluh Sembilan

Pick Up yang kami tumpangi keluar dari gerbang pintu penjara. Pick Up berjalan pelan menembus lautan manusia. Entah dari mana kabar kalau di dalam penjara Purbalingga ada Kastil indah itu rupanya telah bocor, beritanya sampai ke pelosok-pelosok kampung. Semua tukang becak, andong, penggali kubur, karyawan pabrik, pedagang asongan dan keliling, pedagang es, Ibu-Ibu Rumah Tangga, Lansia, Anak-Anak, Pelajar, Mahasiswa yang sedang pulang kampung, Pejabat, Guru, Petani, Supir, Wartawan, dan semua orang dari berbagai kelas dan profesi tumpah ruah memadati jalan-jalan. Mereka ingin sekali masuk ke dalam kastil.

Titik keramaian ada di Alun-Alun Purbalingga. Musium untuk sejenak sepi dari pengunjung. Manusia itu ingin segera mungkin dapat masuk melihat Kastil di tengah padang safana luas. Saat ini meraka masih tertahan di luar penjara sambil terus penasaran. Lautan manusia itu hingga di tertibkan dengan rentetan peluru yang di tembakan ke atas. Sontak mereka yang jarang mendengar bunyi letusan peluru. Pelan-pelan mundur kebelakang membentuk barisan seperti upacara senin pagi. Sopir Pick Up pun kewalahan menghadapai lautan manusaia itu, hingga ia beteriak lewat micrphone untuk meminta bantuan. Beberapa menit kemudian sepuluh pasukan bersenjta meneritbkan lautan manusia itu agar bisa di lewati oleh Pick Up yang sedang kami tumpangi. Tak ketinggalan dari beberapa wartawan mengambil gambir kami yang sedang duduk di belakang. Kilatan cahaya berpendar-pendar menyilaukan. Kamera yang di pakai oleh wartawan itu seperti ada antena parabola berukuran kecil.

Mobil Pick Up terus membelah. Semua mata memandangi kami berdua. Bahkan diantara mereka ada yang mengenali kami berdua. Mereka melambaikan tangan. Aku dan Nara membalasanya. Ada kebanggaan di wajahnya. Bahkan beberpa detik kemudian aku dan Nara di kejutkan oleh suara keras yang kompak menggelegar dari lautan manusia itu. “ Hidup Nara Marko!.” Berkali-kali entah apa maksudnya. Aku sampai merinding mendengarnya. Mungkin Nara merasakannya. Pick Up berjalan lancar setelah melewati jembatan Kali Klawing, gegap gempita mulai memudar. Aku tak menyangka masyarakat Purbalingga dan sekitarnya begitu antusis menyambut kami berdua. Aku dan Nara di anggap telah membuka rahasia penjara Pubalingga.

Sampai di rumah Nara, semuanya sedang berkumpul. Mereka sangat terkejut melihat kedatangan kami berdua yang di antar dengan menggunakan mobil Pick Up keren. Para tetangga Nara heboh, dan sebagian malah ke takutan. Mungkin trauma masa lalu ketika para tentara jepang membawa anak lelakinya dengan Pick Up untuk kerja Rodi. Ku peluk Ibuku dan Ibu Mertua. Tiky dan Wiro terlihat senang sampai menitikkan air mata. Nara terlihat memeluk ibunya sampai berkali-kali. Lalu pecahlah adegan rindu, cemas, bercampur takut kehilangan menjadi sebuah isak tangis yang menyesakkan dada. Supir yang juga seorang parjurit pilihan ikut meneteskan air mata. Para warga satu persatu mulai mendatangi rumah Nara.

Tak lama kemudian Prajurit pilihan yang di tugaskan menjadi supir kami minta pamit. Aku dan Nara mengucapkan banyak terimakasih. Ini kado terindah yang akan menjadi kenang-kenangan seumur hidup. Ibuku, dan Ibu Mertua tak lupa menyalami prajurit itu, di susul dengan Tiky dan Wiro yang masih setengah tidak percaya dengan apa yang sedang di lihatnya. Wiro sendiri mungkin sedang terkagum-kagum dengan senjata yang di bawa oleh prajurit itu.

Deru mesin mobil Pick Up segera membelah kebahagiaan atas kedatangan Aku dan Nara kembali ke desa Kaligondang dengan selamat. Menjemput cinta berupa orang-orang yang kita cintai. Tahun awal pernikhan kami di lalui di bawah senapan dan peluru. Keluargaku mungkin mengira kami tak akan kembali ke Desa dengan selamat. Yang tidak tahu permasalahan akan mengira kalau Aku dan Nara telah di culik. Maka ketika Aku dan Nara kembali dengan selamat Kami tidak di culik tetapi kami memang sudah menjadi bagian dari rahasia besar yang terjadi di Kota kecil Purbalingga. Aku dan Nara dapat bernafas sejenak sebelum menjemput siklus pagi yang cerah.

Esok paginya terdengar kabar dari radio kalau kereta bawah tanah akan di jadikan alat transportasi bagi masyarakat di Purbalingga dan juga para penduduk keturunan Cina dan Belanda, entah dalam waktu dekat atau beberapa tahun kedepannya. Sementara Kastil dalam beberapa bulan kedepan menurut siaran radio akan di gunakan sebagai tempat musium bersejarah. Kini Purbalingga menjadi lebih indah sarat dengan musium peradaban bawah tanah, kereta, dan kastil yang menjulang.

Selesai mendengarkan berita pagi, Aku, Nara dan Qaeser menikmati Jalan pagi di sebuah perkampungan yang sangat tenang. Penduduk ramah dan sopan. Sepanjang jalan hamparan sawah terbentang luas dan di batasi oleh gunung-gunung yang indah. Hutan pinus kelihatan kecil di sana. Kami berdua meneteskan air mata. Ada bahagia juga kelegaan yang luar biasa setelah melalui semua ini. Menjadi bagian dari sebuah operasi prajurit adalah beban sendiri bagi aku dan Nara.

Aku dan Nara kembali hidup Normal. Pagi yang berbahaya sudah kami lalui dengan darah dan keringat. Kami berdua kembali Menatap pagi dengan senang. Mengisi rongga dada dengan udara pagi yang sejuk. Hidup itu seperti sekolah: mencatat, mengulang dan memahami. Aku menyadari kalau semua kejadian ini hanyalah episode dari tiap bab dalam buku kehidupan. Karena ketika membuka mata di pagi buta, maka setiap manusia akan di sambut dengan sejuta peristiwa. Baik peristiwa baik atau buruk. Semua manusia pasti mengalaminya.


TAMAT 



Deplu 21 Juli 2013


Penulis akan mengedit tiap babnya dalam rentang waktu yang berbeda. Mohon maaf kepada pengunjung apabila ada kesalahan ketik dan masih bertele-tele novel ini. Tujuan memposting ini adalah untuk merekam jejak novel agar tidak hilang. Insyaallah penulis bisa menyelesaikan perbaikan hingga novel ini "enak" dibaca.

Pertempuran

BAB
Empat Puluh Delapan
Lanjutan

Aku dan Nara berpandangan senang. Kami berdua bersyukur dapat melalui semua ini dengan selamat. Kami berpelukan layaknya ABG ketika baru nikah.

Tak lama kemudian sebagian pasukan elit turun kebawah. Memeriksa keadaan. Dalam hitungan jam, para aparat kepolisian begitu terpukul dan kaget. Khususnya Polisi yang tak percaya kalau di dalam kastil bawah tanah ada penyimpanan narkoba dalam jumlah fantastis. Mereka shock di tempat yang seharusnya menjadi benteng perbaikan mental malah menjadi sarang nomor wahid penghacuran moral dan peradaban.

Polisi Saryo dan para prajurit elit menyalami kami berdua. Ada raut simpati yang mereka tunjukan kepada kami berdua. Mereka mengucapkan banyak terimkasih. Aku dan Nara naik ketas dengan tangga darurat yang di sediakan. Sampai diatas aku dan Nara kagum pada bangunan ini. Selain padang safanan yang maha indah, di kota kecil seperti ini ada kastil yang maha indah tetapi beraura menyeramkan.

Polisi Saryo sudah mendekat kepada kami berdua. Ia tersenyum kerja kerasnya menghasil temuan yang heboh. Ia menyalami kami berdua sekali lagi. Kali ini genggamannya lebih erat.

Pertempuran

BAB
Empat Puluh Delapan
Lanjutan

Aku mengusap-usap lubang kotak itu, tetapi tidak ada respon. Aku kehilangan ide. Ku lihat Nara yang sedang meneliti di temani dengan Polisi Saryo dan Seorang Sniper.

“ Na, coba kau kesini sebentar. Ada sesutu di sini.” Nara menghampiriku di susul dengan Polisi Saryo dan Seorang Sniper. Sebagian pasukan yang ikut berjaga-jaga di belakang.

“ Aku menemukan lubang kotak ini, Na!.” Aku berteriak senang.

Ku lihat Nara diam sesaat. Wajahnya yang ikut terkena bias cahaya senter menyiratkan kalau ia sedang berpikir. Mimik dan gerak-geriknya kini memang berbeda setelah keluar dari penjara, sebenarnya apa yang dilakukan selama di penjara sana.

Nara kelihatan ingin menyerah. Sejenak ia seperti teringat sesuatu. Buru-buru ia mengeluarkan kotak itu dari tas cangklongnya yang di beri dari Polisi saryo. Nara mengamati kotak tersebut dengan cermat.

“ Apa yang akan kau lakukan dengan kotak itu.” Tanyaku penasaran.

“ Entahlah, sepertinya aku...”. Tiba-tiba Nara semangat.

“ Betapa bodohnya aku.” Nara memukul jidatnya sendiri.

“ Kau menemukan sesuatu.” Tanya Polisi Saryo, diikuti Seorang Sniper.

“ Sepertinya iya.” Nara kemudian mengambil kotak tersebut dan menempelkan bagian bawahnya ke lubang yang ada di dinding tersebut.

“ Lihat kotak ini pas sekali dengan lubang persegi empat ini.” Nara begitu senang. Tetapi kemudian tak terjadi apa-apa. Kotak itu menyisakan sebagian dan menonjol ke luar.

Jumat, 12 April 2019

Hari Yang Aneh

BAB
Empat Puluh Delapan
Lanjutan


Polisi Saryo hendak merangkak menuju ke titik persembunyian Sniper. Desingan peluru terus berseliweran di atas kami. Dalam waktu yang singkat Polisi Saryo sudah sampai di belakang Sniper. Tembakan perlindungan mulai di letuskan.

“ Marko kau merangkak ke Nara. Dia butuh perlindunganmu!.” Perintah Polisi Saryo.

“ Baik!.”

Sekuat tenaga ku merangkak ke arah Nara. Jaraknya memang dekat, tetapi di bawah desingan peluru jarak sedekat itu terasa jauh. Ku lihat Nara merundukkan kepala lebih dalam, manakala sebuah rentetan peluru berdesingan di atas kepala. Gundukan tanah ini benar-benar pertahanan yang bagus. Sampai di sana ku tepuk bahu Nara. Tidak ku jumpai wajah tegang seperti ku lihat ketika di kejar oleh laki-laki bertopeng sepulang dari pasar. Mungkin dia merasa sudah lebih siap, Ia tersenyum melihat kedatanganku.

“ Apa kabar Mas!.” Teriak Nara sambil tersenyum.

“ Baik.” Aku menggelengkan kepala, melihat Nara. Dalam situsai begini ia masih bisa bercanda. Mungkin tekanan di penjara selama 4 tahun membuatnya semakin terbiasa dengan situasi mencekam seperti ini.

“ Mas bisa merobohkan dua orang yang sedang menembaki kita itu!.” Tantang Nara.

“ Tidak tahu, kita coba saja!.”