BAB
Empat Puluh
Empat Puluh
Aku, Pak Saryo dan Bondan pergi mencari jejak kereta yang terus membelah terowongan dan menghilang dalam kegelapan. Aku setengah berlari menelusuri terowongan yang seperti ular berkelak-kelok. Aku menyimpulkan kalau terowongan ini adalah bekas persembunyian bagi tentara jepang. Juga ada beberapa gua kecil yang hanya cukup untuk dua orang. Gua kecil itu ada pembatas berupa jeruji. Inilah sisi lain dari kekejaman bangsa Jepang ke bumi pertiwi.
Di selingi dengan istirahat dan makan seadanya berupa jangkrik dan beberapa telur burung. Kami bertiga sudah berjalan dua hari dua malam. Cara berjalan kami mirip tentara kaveleri yang ingin mendahului musuh untuk kemudian menyergapnya. Terowongan yang kami lalui makin lama makin gelap. Aku memanfaatkan pemandangan tajamku yang ku latih sejak dari kecil untuk berjalan. Juga dari cahaya senter yang di bawa oleh Polisi Saryo. Kami bertiga tidak siap dengan perbekalan berupa makanan dan minuman. Jangkrik dan telur burung semakin susah di temukan. Kami makan memanfaatkan binatang yang ada. Sepanjang perjalanan menuju terowongan ini kami bertiga hanya minum dari air yang menetes dari atas terowongan. Kami terpaksa memakan bayi-bayi tikus yang masih merah. Senjata yang aku bawa hanya pentungan dari kayu keras. Sedangkan Pak Saryo dan Bondan membawa senjata laras pendek. Bondan yang dulunya mantan penjahat tak kesulitan untuk menggunakan senjata api tersebut.