Minggu, 27 Januari 2019

Novel Frans Maki

Bab 8

Tragedi Peci Hitam

Langgar atau Mushola selepas Maghrib menjadi salah satu persinggahan yang menarik. Ada banyak hal baik ada di sana. Televisi belum mendikte kegiatan Frans dan teman-teman. Tempat ini menjadi pusat perhatian kaum milineal saat itu dengan beragam pembicaraan. Frans dan kelompoknya membicarakan tentang Marmut yang di curi dan belum di temukan siapa pelakunya, Faisal yang memilih jalan menyendiri dan belum berkenan untuk di bantu, padahal sang ayah sudah melakukan hal yang tidak menyenangkan, kapan berburu jangkrik, menangkap burung brondol, magas dan lain-lain. Setelah semua menghadap kepada seorang Ustadz untuk membaca, menghafal, dan mendengarkan instruksi-instruksi pendek, ada interval waktu untuk melakukan hal-hal di luar prosedur.

Bang Aris yang bukan kelompok Frans dan teman-temannya mendekatinya dengan moody yang sulit kami tebak. " Hei kalian abang menemukan penemuan baru, kalian mau lihat." Bang Aris memulai menyulut suasana yang tadinya gembira, kini ada hawa tidak beres. " Apa itu." Tanya Tama. Melihat respon dari Tama yang terlihat tertarik membuat bang Aris melanjutkan.

" Pinjem Peci kamu boleh." Tanya bang Aris lagi sambil menyunggingkan senyum licik. Frans melihat gelagat tidak baik. " Mau abang apakan peci Tama. Hati-hati bang peci itu mahal, belinya bukan disekitar pasar Kaligondang, peci itu hasil pemberian dari ayahnya dari Jakarta." Usul Frans khawatir.

" Alah..., semua peci sama, paling juga harganya sama tahu." Peci yang sudah di tangan bang Aris sulit kami rebut kembali.

Jumat, 25 Januari 2019

Sudut Pandang

Cara kita membawa pikiran membuat terjaga dari kelemahan menilai diri sendiri.

Pikiran orang dapat saja membuat kita lemah dalam beberapa hal, tetapi kuatkan  i'tikad lurus dalam berbuat baik kepada semua orang yang ada di sekitar.

Kita tidak dapat membungkam pendapat orang tentang sesuatu, karena perpedaan sudut pandang akan  semakin meruncing tajam.

Melihat ke atas agar semangat untuk memperbaiki diri semakin besar, sukses dalam beberapa hal yang bersifat keduaniawian agar jembatan ahirat dapat melesat jauh.

Kita masih di dunia, genggamlah dunia pada telapak tangan, jauhkan dari sanubari, niscaya kedamaian ketenangan ada pada diri kita.

Proses menempa diri dengan berbagai masalah membuat kita makin kaya tentang sudut pandang, tak banyak berbicara memusingkan, sejatinya sudut pandang mampu memetakan setiap masalah dengan cara adil, karena keadilan adalah puncak kemanusiaan, tanpa keadilan sudut pandang akan mengalami banyak kegagalan.

Kamis, 24 Januari 2019

Ikan Hiu

Selepas bekerja adalah moment yang ayah usahakan untuk mencapai dunia anak, dengan segala keterbatasan ilmu dan pengalaman si ayah mencoba berkomunikasi agar menjaga ruang egosentris tetap berjalan dan anak belajar memahami tentang kepemilikan. Tapi itu nanti, ada hal yang ingin ayah bagi tentang pertanyaan anak ayah yang kami panggil QQ (Queena Qisthi Aprian).

" Yah nggak beli ikan hiu." QQ bertanya dengan mata berbinar.

" Untuk apa." Jawah ayah.

" Di makan ayah, kayanya enak."

" Jarang ya jual QQ, Apalagi kita makan ikan hiu."

" Sulit menangkapnya ya yah." Kata QQ

" Bukan sulit menangkapnya QQ, tetapi ikan Hiu adalah salah satu hewan yang di lindungi, makanya jarang di jual pasar lokal." Maafkan ayah nak belum punya jawaban tepat.

" Oh, gitu ya yah." Jawab QQ, lalu dia pergi bermain lagi.

Ayah mengangguk.

Ayah perlu belajar banyak tentang pertanyaan-pertanyaan anak agar mememuhi standar perkembangan anak.


Pertanyaan QQ usia 3 tahun 10 bulan, jam 16.30 WIB

Senin, 21 Januari 2019

Novel Frans Maki

Bab 7
Burung Puyuh
Lanjutan Cerita

Setelah beberapa kali memutar dan mengelilingi hutan tepi sawah yang begitu purba ketika kalian sudah masuk lebih dalam. Kami terkejut ketika keluar dari hutan tebu, kami melihat Faisal tengah memanggang burung puyuh hingga lima ekor dalam satu tusukan. Ketika kehadiran kami tercium, Faisal menoleh dan tertawa riang seperti biasa. Kalau orang melarikan diri dari rumah, biasanya akan banyak kegugupan yang tersemat di wajahnya, tetapi Faisal sangat menikmati petualangan barunya, meninggalkan rumah.

" Hei, kalian mau bergabung, aku baru saja mendapatkan burung puyuh, lihat Frans kau telah mengajariku tentang bagaimana teknik berburu puyuh dengan baik, hasilnya burung puyuh berbulu emas di dadanya mampu aku bidik dengan baik."
Faisal berbicara sambil menyambut kedatangan kami, wajahnya tak begitu menyesal setelah semua orang yang kenal dekat dengannya sangat khawatir. Satu kilometer dari kami berada ada sungai kecil yang kadang di datangi oleh para pemancing yang lihai.

" Semua orang menghawatirkanmu Cal." Panggilan akrab Faisal.

Minggu, 20 Januari 2019

Pilihan

Semua aktivitas gerak kita selalu dihadapkan dengan sebuah pilihan. Sejak terpejam mata hingga terbangun sejuta pilihan selalu saja hilir mudik menunggu tindakan.

Bergerak sedikit saja keluar ruang, maka akan kalian menemukan berbagai pilihan untuk segera diambil.

Melihat wanita yang kalian kagumi, tentukan pilihannya, diam-diam curi pandang atau dekati dan menanyakan kabar, sekedar respek sebagai sesama mahluk hidup.

Memilih channel Tv, ada banyak pilihan, mau yang serius atau banyolan yang tetap bertaji.

Melihat gelandangan di pintu pasar, hanya mencibir, melirik, atau potret lalu pasang di medsos. Menjadi pembicara yang problem maker, atau problem solver. Menjadi pekerja yang supel atau buat orang sebel . Hijrah dari tempat buruk ke arah pintu masuk keberkahan. Pembelajar yang tekun, ulet atau sekedar mencari ijazah. Penciptaan surga dan neraka adalah, apakah kalian akan banyak membuka pintu-pintu kebaikan atau menutup pintu kebaikan.

Hati-hati dengan pilihan, janganlah tertipu penampilam, lihatlah substansinya. Untuk menentukan pilihan, pakailah standarisasi langit bukan manusia.

Ikan Gabus dan Ikan Sepat

" Bus, air sekarang rasanya semakin aneh ya. Mungkin cucu kita tidak akan bisa menikmati jernihnya air. Bahkan saudara-saudaraku yang tinggal di sungai kecil pinggir sawah selalu merasakan rasa air semakin membahayakan. Banyak saudaraku yang korengan akibat pencemaran yang dilakukan oleh mahluk yang hidup di atas tanah.

" Tak usah mengeluh Pat, memang kalau kita mengeluh mahluk besar diatas tanah yang punya dua kaki, akan mengerti keluhan kita, sebagian dari sangat rakus dan tak punya kesadaran tentang lingkungan."

" Kita jalan-jalan dulu yuk, siapa tahu ada cacing yang jatuh atau serangga yang terjebak, akhir-akhir ini mencari sarapan makin susah."

" Banyak yang membuang cairan tak ramah lingkungan di pinggiran sawah itu."

" Hei Pat, lihat ada cacing yang..., lho kok bentuk nya aneh, Seperti termutilasi." Teriak Ikan Gabus sambil berenang mendekati cacing yang bergerak kesakitan."

" Hehhh Abang Ikan Gabus cepat makan aku, tubuhku rasanya sakit sekali, Manusia itu memainkan ku terlebih dahulu sebelum memotong, baru kali ini aku disiksa seperti ini."

" Sebentar Bus jangan kau tolong dia, coba lihat badanya melengkung kaku, seperti terikat lem, Aku pernah ingin menolong tapi rasanya sakit sekali hampir saja aku menjadi santapan manusia tak ramah lingkungan itu." Ikan Sepat mengingatkan. Trauma telah memberinya kepekaan pada dirinya.

" Oh ya, coba aku lihat, ya kau benar ikan Sepat, terimakasih sudah mengingatkan. Maaf Cing kami berdua tak bisa menolongmu. Kita jalan dulun ya."



Pelajaran
Hormati Alam Kita.

Sabtu, 19 Januari 2019

Sisi Lain

Ku pacu kendaraanku mengikis jalanan ibu kota jakarta, biasanya macet, tidak seperti jalanan kampungku yang lengang pada jam 8 pagi. Tapi kawan, lain di kampung lain di jakarta. Di jakarta  semua terasa begitu padat, kadang-kadang  panik, saling memaki antar pengemudi kendaraan. Tak belas kasihan dengan para  pejalan kaki, pengendara sepeda, juga pada tukang becak. Kalau realistis sih boleh-boleh saja, tukang becak "ngribetin" jalan, tapi kawan, kalau mau idealis tukang becak juga punya anak istri yang harus di beri nafkah.

Pagi biasnya di pinggiran jalan kota jakarta, para ahli bangunan dan asisten profesionalnya sedang kongkow di warteg sambil ngopi dan sarapan, menunggu gerbang proyek untuk dibukakan kuncinya. aku lebih seneng menyebut tukang bangungan sebagai ahli bangunan, dan kuli sebagai asisten profesioanal. Karena  orang biasanya menyebut mereka dengan kuli dan tukang. Tetapi mereka bukan sekedar tukang, mereka sangat mahir dibidangnya.

PERJALANAN

Ya, Muhammad sungguh Indah Hidupmu
Hiasan Ahlak pada Perilakumu
Ketika Jibril  Membelah dadamu
Di sucikannya dengan Zam-Zam
            Bejana Emas berisi Hikmat dan Iman
            Di Tuangkan ke Dadamu
            Di Tautkannya Kembali
            Untuk Perjalanan Suci
Menembus Langit Dunia
Hikmah Berjumpa Para Nabi
Melihat Penduduk Syurga dan Neraka.
Pelajaran Bagi Umat Manusia
            Sampailah ke tempat yang tertinggi
            Hingga terdengar Goretan Pena
            Perintah Allah di Titahkan
            Pada Umat Muhammad Saw
Turun Muhammad setelah Menerima Titah
Berjumpa dengan Musa
Dialog manis Terjadi
Umatmu Takkan Sanggup
            Muhammad Menghadap Rabb
            Di kuranginya sebagian Titah itu
            Kembali Bertemu Musa
            Umatmu Takkan Sanggup
Muhammad kembali Menghadap
Titah itu di kurangi
Dialog Cinta Bersama Musa
Umatmu Takkan Sanggup
            5 sebanding dengan 50
            Itulah Firman Allah Swt
            Putusannya tak bisa berubah
            Muhammad menerima
Dialog Indah dengan Musa
Muhammad merasa malu
Malu Aku pada Tuhanku
Tuhan Yang Maha Bijak
            Sidratul Muntaha
            Tempat terindah mata memandang
            Beraneka ragam warna
            Jibril Membawa Muhammad ke syurga
Didalamnya
Mutiara tersusun Indah
Bumi di sana, bagaikan Kasturi
Berakhirlah perjalanan Suci

Di sarikan dari Kitab Shohih Bukhari. 

Deplu Tengah, 30 Mei 2013         

Jumat, 18 Januari 2019

Novel Frans Maki

Bab 7
Burung Puyuh
Lanjutan Cerita


Di benak kami sedang dilanda badai kecemasan. Tama terseret arus sungai kecil yang menguap. Hari dan Jidon berlari di belakang Frans dan bang Aris. " Bertahanlah Tama!, kami akan menolong!." Suara Frans menggema. Hari dan Jidon bergumam tak jelas. Mungkin saling menyalahkan, saat ini begini tak baik saling beradu siapa yang benar dan salah. Langkah besar bang Aris sedikit mengendurkan urat ketegangan. Hari yang badannya paling gemuk makin tertinggal jauh, Jidon mulai kelelahan. Hobinya bukan berlari, setiap menjelang tidur di malam hari, setelah mengerjakan PR, Jidon membantu orang tuanya membungkus ratusan "kacang bandung" kedalam plastik. Lalu diantarkan ketika liburan.

" Kenapa kamu berhenti bang!." Frans bertanya cemas.

" Lihat, Tama mulai kehabisan tenaga, abang akan mencegat di tengah arus. Di ujung sana ada tikungan, nah sekarang bantu abang." Bang Aris lari lebih cepat kearah tikungan setelah dialog singkat. Kami mengikutinya susah payah. Galah dari rotan yang panjangnya hampir lima meter ia ulurkan ke kami. Sementara ia sendiri memegang ujungnya dan melompat menceburkan tubuh jangkungnya kedalam sungai kecil yang berarus deras. Kami panik ketika bang Aris oleng tubuhnya, tapi kami sigap menarik galah yang terhubung dengan tangan bang Aris, ia pun cepat menyeimbangkan tubuhnya. Pada saat begini kami sepakat untuk melepaskan kebencian yang kami sematkan pada bang Aris bila moodynya kambuh.

Kenapa Harus Doa

" Mau bermain sepeda, tidur, kamar mandi, makan, belajar, kenapa harus berdoa." Tanya Eza menjelang tidur."

" Karena setiap melakukan kegiatan, berdoa ada keberkahan di sana." Jawab ayah.
" Doa itu apa yah." Eza bertanya."

" Doa itu seperti perisai untuk melindungi dari hal-hal yang buruk."

" Seperti pelindung ya yah". Eza menyimpulkan.

" Ya."

Sementara Qq menyimak sambil menatap kami tak berkedip, memastikan diskusi kami tak terlewat. Dia akan menggunakan kosa kata yang dia pahami untuk menjawab peristiwa mendadak."

Ketika bunda pulang jam sebelas malam. Lampu di hidupkan, Qq terbangun sejenak. Dia teringat kalau ada kain yang menutup sebagian klambu.

" Oh ya, ada pelindung, jadi nggak silau." Qq menggunakan kosa kata yang didengarkan dari diskusi sebelum tidur.

Ayah mendengarkan lalu tertidur kembali. Ada kenyamanan yang tak terbayarkan oleh apapun.

Rabu, 16 Januari 2019

Novel Frans Maki

BAB 7
Burung Puyuh 
Lanjutan cerita

" Nama teman kamu siapa." Bang Aris bertanya sambil memasukan ketapel kedalam belakang celana, seperti gerakan memasukan keris kedalam warangkanya. Kalau dirunut dari jejak persahabatan kami dengan bang Aris tak begitu baik, kami seperti terjebak dalam dunia bang Aris, dia seperti punya daya magis agar kami para anggota kopi anjing selalu mau menjadi "temannya". Hanya pada saat ini dia menjadi tulang punggung pencarian teman kami yang menghilang. Satu yang kami tidak begitu menyukainya adalah bang Aris selalu berubah-ubah emosi, kadang sulit sekali mengontrol keadaan dirinya, satu saat dia bisa menjadi teman yang baik, saat yang lain di suka marah tak jelas, kadang juga salah satu dari kami pernah di bully entah apa alasannya. Esok harinya dia akan meminta maaf secara laki-laki.

" Faisal." Kata Frans.

Kami ingin menjauhinya, tetapi pada saat yang lain kami tak bisa lepas dari sepak terjangnya. Seperti minyak dan air. Tak pernah akrab, tetapi tak bisa dipisahkan.

Hutan Tepi sawah masih seperti biasa. Letaknya mudah untuk dicapai, kalau sudah masuk kedalam seperti melewati jembatan purba walau sekilas sama situasinya. Kami mulai masuk kedalam mencari jejak Faisal yang sudah satu pekan tak pernah kesekolah, kami mulai bergerilya mencari jejak sekecil apapaun.

Kami di di bagi dua kelompok, kelompok pertama bang Aris dan Frans, sementara kelompok dua Hari, Tama, dan Jidon. Frans dan bang Aris menyurusuri hutan tebu dan melihat rumah pohon yang pernah kami buat susah payah. Hari, Tama, dan Jidon menyisir kawasan hutan kelapa, Sengon dan Alba.

Satu jam kami bertemu kembali. Kami tercenung tak ada gerakan yang mencurigakan. " Frans, kau sudah kunjungi rumah pohon yang kita bangun di seberang sungai kecil di balik hutan tebu." Tanya Jidon.