BAB 7
Burung Puyuh
Burung Puyuh
" Saya belum dapat laporan dari orang tuanya tentang teman kalian yang katanya menghilang, mungkin sedang ke rumah nenek, atau sedang pergi ke luar kota." Jawab Pak Polisi, cepat sekali menyimpulkan sesuatu. Tangan kanannya mengambil gelas, dan menyeruput kopi hitam yang mengepulkan asap. Hari Ahad kami sudah "menyatroni" Polsek Kaligondang. Dari kami bertujuh. Frans, Hari, Jidon, Tama, Nur dan Aro, jelas bang Aris yang punya potensi suaranya lebih di dengar. Fisiknya yang menjulang tampak lebih dewasa dari usia sebenarnya.
"Tapi teman kami sudah seminggu tak masuk sekolah, tak ada surat dari rumah. Wali kelas juga kebingungan mengenai anak didiknya yang "menghilang" tak meninggalkan jejek." Sambung bang Aris, kata-katanya mirip kepala sekolah berusia sepuh".
" Bapak atau Ibu guru kalian sudah menjenguk kerumah." Tanya Pak Polisi.
" Sudah Pak, kami sendiri yang ke sana di temani sama ibu guru." Jawab Frans.
" Lalu."
" Ada ayahnya di rumah. Yang aneh bapaknya malah seperti orang gila kalau ditanya perihal anaknya kemana." Jawab bang Aris.
" Aneh, betul yang kalian laporkan." Pak Polisi mulai menganggap serius laporan kami.
" Betul." Jawab kami kompak."
" Sebutkan alamatnya. Nanti ada tim dari kepolisian yang akan memeriksa." Pak Polisi mencatat alamat yang kami berikan. Tanpa dosa, Pak Polisi memberi instruksi kepada kami untuk segera meninggalkan ruangannya. Pak Polisi yang berkumis tebal, tahi lalat besar diatas bibirnya menghela nafas, mungkin baru kali ada kejadian aneh di desa Kaligondang. Salah satu desa yang aman."
" Pak Kami boleh ikut." Bang Aris begitu semangat, heran biasanya agak cuek.