Bakul berisi sisa dagangan segera di gendong di belakang punggungnya. Bakul tersebut di ikat dengan selendang batik berwarna coklat muda. Lalu membuat simpul diantara keduanya. Kemudian bergegas meninggalkan tempat dimana Ia berdagang.
Baru melangkah beberapa kaki, dua orang berseragam polisi mencegat dirinya. Wajah Nara langsung pucat pasi, lututnya gemetaran. Ia berusaha mengendalikan diri agar terbebas dari tuduhan apapun.
“ Anda yang bernama Nara Wina, saya mendapat laporan bulan lalu dari salah seorang pedagang kalau Mba pernah belanja dengan uang palsu. Apakah itu benar!.” Salah seorang polisi itu bertanya, sedang yang satunya mulai mengamati gerak-gerik Nara dengan teliti.
“ Ya, benar Pak. Tapi saya dapatkan juga dari seorang pembeli Pak?.” Nara menjawab pertanyaan polisi dengan gemeteran.
“Bohong kamu!, kalau Mba tidak jujur maka urusannnya bisa penjara. Katakan dimana Bos kamu hah!.” Gertak Polisi itu.
“ Benar Pak saya tidak tahu menahu tentang uang palsu itu.?.” Air mata Nara mulai meleleh, ia tak mengira kalau firasatnya benar-benar terjadi.
Seorang Polisi mulai menggeledah barang bawaan termasuk dompetnya. Jantungnya terasa mau copot, seluruh tubuhnya terasa lemas. Bayangan akan pesta pernikahan yang indah sirna begitu saja seiring dengan ketakutan yang mencengkram dirinya.
“ Ini Apa!,” gertak Polisi. Di tangan polisi itu ada segenggam duit baru yang kelihatan asli tetapi palsu.