Kamis, 20 Desember 2012

Yellow Stone


Hatipun tertakjub
Mendebarkan hati yang mendengarkan
Semburat jingga merambah kesunyian
Terlahir lagi sebuah harapan
            Jingga keemasan berubah pekat kelam
            Melepaskan sendi-sendi yang tertahan
            Sebuah pengorbanan yang berulang-ulang
            Kedamaian bersua harapan
Di Yellow Stone ku berdo’a meniti asa
Semilir anginya…
Menembus jiwa-jiwa yang berbaja
Laksana bara yang membara
            Ilalang menguning tiba
            Tanda pekatnya jiwa
            Cacatnya lemahnya manusia
            Bersendi sia-sia
Nestapa jiwa bermandikan hura-hura
Tanda sakitnya jiwa
Halilintar, bergemuruh, iapun tak tergoda
Tanda hilang cinta-Nya
            Yellow Stone, tugu prasasti ketiadaan
            Pancang usia yang melanda Dinda-Adinda
            Kemanakah langkah-langkah ringanmu
            Tuk bergerak ke jiwa-jiwa
Yellow Stone lambang seia sekata
Di padang inilah ku berjanji
Merobek rohani yang hilang
Mematri kembali ruh yang hilang

Surat


2 Minggu Jelang Milad Nabi Muhammad Saw.
Assalamu’alaikum, Apa Kabar saudariku yang tenang dalam penghambaan-Nya, yang tak bergosip, tak ”terbuka” dalam seminar, dalam Ta’lim, sudut-sudut diary PinK, dan seterusnya. Semuanya kamu simpan dalam sanubari yang dalam, kamu tidak ingin Tuhan cemburu bila kamu sesumbar, atau Jumawa bak Antasena dalam perang Bratayuda. Kamu mungkin mengucap sumpah setia seperti Gajah Mada dalam sumpah Palapanya. Untuk tak berkoar-koar dalam membangun castil pribadi. 

Satu sisi kamu mungkin ingin seperti Cinderrela yang kehilangan sepatu kacanya, lalu kamu berharap akan bertemu lelaki tampan bak Nabi Yusup As yang memakaikan sepatu kacanya di telapak kaki mu yang timpang karena hanya sebelah yang memakainya. Itu normal dan wajar saja, setelah di evaluasi secara jujur lewat dialog hati dengan Kalam-Nya dan juga Sabda Nabi Muhammad saw penghulu zaman. Aku yakin kamu ingin sepeti Cinderela berjubah Khumaira. Julukan paling romantis yang diberikan Nabi Muhammad kepada Aisyah istrinya. 

            Dasar kamu sholeh! sensitif sekali sama Tuhan? seorang pangeren bak Nabi Yusuf yang perfomanya mampu hipnotis dayang-dayang Julaiha hingga darah kelancangan mengalir dari ruas-ruas jarinya karena matanya terbelalak mendapati muka yang jernih bagai Air Zam-Zam,  tak kau hiraukan bila penampilannya bak Fir’aun yang congkak mengaku sebagai Tuhan. Kamu mungkin terbesit ingin seperti dayang-dayang Julaiha, tapi aku yakin kamu simpan Untuk Tuhanmu yang Pencemburu. 

Pangeranmu yang kamu idamkan akan lebih sopan ketika memakaikan sepatu kacanya yang hilang, karena kaki kananmu terbungkus 2 lipat kaos kaki yang putih itu. Juga karena menghargai perjuanganmu yang habis-habisan, jatuh bangun dalam membangun raksasa kepribadian yang kokoh di hadapan Tuhan. Kaos kaki yang mungkin pernah menemanimu dalam ketegangan Demontrasi menutut kebijakan penguasa yang tak sesedap Indomie. Atau bahkan menemani kakimu yang meloncati pager tinggi ketika alat kekuasan negara mulai sesumbar. 

Sungguh indah pribadimu wahai saudariku. Kamu saudariku, mungkin akan terpagut memangku kedua tanganmu dalam pipimu yang alami, tak tersentuh bedak kosmetik ala artis. Karena Pangeranmu yang ingin suci, ikhlas, menjajari langkahmu hanya lelaki biasa, bahkan teramat biasa, kalau boleh aku menebak pasti kamu akan memberi nilai 7,5. Tapi aku tahu kamu. Hatimu yang bermahkota kalam-Nya tidak melihat penampilan luarnya saja, kamu akan berusa menjajari ku sampai ke palung hati yang terdalam. Begitu jua diri awak. 

            Tapi nilaimu yang kamu kasih itu, aku terima dengan lapang dada kalau kamu mau tahu, soal face ku. Karena terkadang kamu dan aku di hadapkan pada kondisi-kondisi yang menohok untuk berpikir realistis, pragmatis, dramatis, Optimis/pesimis, Apatis/Responsif, bahkan mungkin politis. Pokoknya akhirannya IS saja. Kamu pasti tahu arahnya. Dahi kamu mungkin akan sedikit berkerut ketika melihat wajah asliku yang tak tertutup lagi oleh pencahayaan kamera digital era modern ini. Lesung pipitmu akan mereda ketika melihatnya, berbanding terbalik ketika kamu melihat cetakan foto 4x6 yang tampak licin tanpa bintang-bintang menghias wajah. 

Saudariku wajahku kini ada 4 tanda bekas cacar yang ”meyerangku” pada usia 25 tahun. Satu usia yang membuat kesembuhan luka scar pada bekas jerawat, relatif lambat di banding bila cacar menyerang pada usia kecil. Diantaranya, 2 di hidung dan 2 di kening. Scar dihidung jadi mirip bekas tindikan preman pasar kaget, dan kening mirip titik pada kaum Budha. Tapi saudariku aku terima dengan damai, karena selalu ada hikmah yang akan ku tunai suatu saat. Di usiaku yang menginjak ke 28 kadang wajahku masih di hinggapi bintang-bintang, walaupun tak separah ketika ABG dulu. 

            Soal gigi.
            Gigiku tak serata para lelaki iklan Pepsodent, atau Close Up. Tapi tetap bersyukur gigiku tak setonggos papan seluncur. Semua normal saja layaknya gigi kaum Sudra, yang tetap menjaga kesehatannya. Gosok gigi sebelum tidur adalah mutlak bagiku, aku kadang merasa gigiku seperti meraung-meraung bila tertidur dalam gigi penuh sisa makanan.
            Soal Bibir.
            Bibirku Alhamdulillah, dalam keadaan fii ahsani taqwim. Tidak sumbing juga tidak maaf dower, walaupun setiap pandangan manusia tidak mesti benar. Semua karunia-Nya ada pesan yang harus di pecahkan para keturunan Adam As. Sehingga tak perlu berkecil hati atau mengeluh. Semuanya ada dalam Lauhul Mahfudz. Bibirku masih mampu mengucapkan huruf Mim, Ba, Fa. 

            Soal Hidung.
            Hidungku, syukur alhamdulillah tidak pesek juga tidak Mancung sekali. Semuanya masih wajar saja. Masih bisa menghirup oksigen yang di sediakan Free oleh alam. Saudariku aku tidak ingin mengilustrasikan keadaan ku pada Tokoh Sahabat Rasulullah, Seperti Mushab Bin Umair yang ketampanannya membuat pintu-pintu jendela di hangatnya pagi buru-buru di buka.  Karena  gadis-gadis ingin melukis di matanya rupa Mushab bin Umair ketika berjalan menyusuri rumah-rumah penduduk. Karena diriku tidak layak di bandingkan dengannya. Jubah Lusuhnya ketika sudah tersentuh oleh iman, masih lebih berharga di bandingkan dengan Motor Supra X 125 yang jadi tungganku. Tapi sanubari tetap ingin dekat dengan manusia yang di katakan oleh Rasulullah seperti Bintang-bintang di langit. 

            Soal Mata.
            Mataku, kelihatan sederhana, saking sederhanya Ibuku menyebutnya dengan mata Sayu, alias Letoy. But is Okey. Mungkin imbas dari penyakit yang dari kecil aku pernah rasakan. Penyakit Step membuat mataku sering menahan panas demam yang tinggi. Begitu ibuku bercerita. Maka sampai sekarang, teman-temanku agak segan memilihku sebagai Rois kerena performku yang kurang meyakinkan, di tambah kedua mataku yang tampak sayu, tidak ada aura ketegasan yang muncul dari balik lensa kedua mataku. Tidak sedang menyalahkan keadaan dan teman-teman, karena pada dasarnya aku tak punya bakat-bakat dalam hal leadhership. Atau bakat itu baru muncul ketika kondisi memberi tekanan dan amanah. Atau memang jiwaku yang terlalu seniman, sehingga aku tak cakap dalam soal ketegasan memberi kritik. Ataukah memang darahku yang selama ini mengalir dari gen Ayah dan Ibu tak berbakat untuk menjawab kritik dengan kritik. 

Ayah dan Ibuku selalu mengajarkan untuk membalas keburukan yang di terima dengan perlakuan sebaliknya. Biarlah Tuhan yang membalasnya. Begitu nasihat kedua ortuku. Jujur saudariku letupan-letupan sebagai lelaki kadang muncul juga, ketika ketidak adilan menghampiri. Kenyataannya fed backny pun tak seemosi yang di perkirakan, emosi yang ku keluarkan kadang menyakitkan bagai kulit teriris sembilu, tapi bila itu salah. Penyesalannya akan menutupi dengan dinginya salju tindakan yang mulai terarah. Saudariku, aku tahu tak sehebat yang ku bayangkan.

            Saol Alis
            Alisku lumayan tebal, dan hitam. Tapi juga tidak seseram alis pada tokoh monster, atau karakter pada film yang menyeramkan. Akan memutih bila waktunya memutih. Ketika remaja menghampiri, sering ku oleskan air kelapa pada kedua alis berharap bisa tumbuh subur, semata memberikan pengahargaan terhadap rambut yang tumbuh untuk melindungi terpaan langsung pada keringat yang mengalir. Mungkin Saudariku kelebihan ku mungkin pada alis saja, alisku yang menurutku sangat indah. Tapi aku tidak tahu bagaimana komentarmu. Aku tunggu bila kita berjodoh. 

            Soal Rambut.
            Cukup subur, tapi kesehatannya perlu di pertanyakan lagi ole kamu wahai saudariku. Karena beberpa helai rambut sudah berubah warna menjadi keperak-perakan. Padahal dari lulus SMP aku tak pernah pake minyak rambut. Karena aku pernah trauma dengan trend pemakian minyak rambut. Kedaan rambutku banyak di hiasi oleh rambut yang memutih akibat overdosis dalam pamakain minyak rambut. Juga karena kerena seringnya berganti jenis minyak rambut. Mulai dari merk yang tradisional  hingga yang bergaya trendi. Merk yang traditional seperti, Air Kelapa, Air bonggol pisang yang didiamkan semalaman, air daun sirih pun pernah meresap dalam pori-pori. Tanco, Lavender, sampai minyak kemiri pernah mampir ke pori-poro kepalaku. Tapi alhamdulillah minyak goreng belum pernah ku jadikan eksperimen. Karena bukan kesehatan yang kuperoleh, rambutku akan bermahkotakan beratus lalat. Merek yang bergaya trendi seperi Brisk, Gatsby, dan lainnya. 

Di samping itu juga, berganti-ganti jenis Shampo, menambah semakin rusak rambutku dengan tumbuhnya uban di kepalaku. Setelah itu aku berazzam untuk tak mendekati minyak rambut, aku hanya memakai pembersih rambut alias sampho saja. Alhamdulillah kondisi sudah membaik, ya walaupun beberapa helai uban masih bisa di temukan sisa kerusakan hasil dari korban iklan. 

Soal Telinga.
Soal Kumis, Janggut, dan seterusnya.
Semoga kamu berkenan melihatnya. Bila garis takdir-Nya mempunyai titik temu. Karena aku dan kamu  tidak tahu arah titik itu hanya Dialah yang Maha Tahu. Tugas aku dan kamu hanya berusaha menjangkau Frekwensi-Nya. Tapi harapan bertemu titik itu dalam pertemuan yang didasari oleh kesadaran keimanan bukan semata hawa nafsu. Bila tidak, mungkin ada rencana lain yang lebih ajaib dari pemilik kata KUN FAYA KUN. Sekian dulu saudariku... dan Mohon Maaf. Terimakasih banyak sudah meluangkan waktu untuk melihat lipatan-lipatan dalam tulisan. Yang tidak sehalus kang Abik dalam novel-novelnya, tidak juga sepuitis Khalil Gibran.
                                                                                   
Pamulang 2, 19 Januari 2012
                                                                                    Pukul 3:30 Pagi.

Rabu, 19 Desember 2012

Macet

Macet...
Roda empat melaju
Roda Tiga jua
Roda dua begitu juga
Roda lima berjalan melaju

Baju rapi setrika
Aroma bensin dimana-mana
Menderu mesin membuang emisi
Lapisan ozon di sana bolong-bolong
Jalanan macet

Denguanan seperti kumbang
Asap kenalpot
Asap bajaj
Asap metromini
Asap mobil mewah
Melaju merayap

Jalanan itu-itu aja
Mesin-mesin bertambah
Jadul atau baru
Tahan emosi bila macet
Jakarta bukan jakarta kalau ngga macet

Jakarta 2040 mungkin tak bisa gerak sana-sini
Tanah pun berisi gedung tinggi
Tambah macet gedung tinggi
Tambah macet "gedung" kardus
Tambah macet "pedagang trotoar"
Tambah macat nelayan menunggu antrian bensin

Selasa, 18 Desember 2012

Nyanyian Bintang

1. Mozaik Pertemuan

Halaman parkir kampus UNPRI sedang rame sekali. Para mahasiswa dan mahasiswi sedang siap-siap untuk menempuh perjalanan jauh untuk melakukan kuliah Kerja Sosial (KKS). Jaket Warna perak sudah mereka pakai menutupi baju yang mereka pakai masing-masing. Kelihatan seperti baju perang pasukan Roma yang hendak menyongsong musuh di medan tempur. Bus-Bus yang mereka sewa juga sudah sedari tadi nongkrong di pinggir jalan. Supir dan kenek dari jam 6 pagi sudah menunggu mereka, para calon pemimpin bangsa. Biasanya sang supir suka telat dan molor dari jam yang di tentuin, tapi karena ketua KKS menyelipkan uang tebal dalam kantong saku supir tersebut maka pagi-pagi Supir dan kenek sudah rajin parkir di halaman kampus. 

Mahasiswa yang hendak pergi KKS itu berjumlah 20 orang. Tapi pagi ini baru terkumpul 19 orang. Dandi Drajat selaku ketua KKS berang melihat kelompoknya belum full juga. Ini mengakibatkan pada waktu yang pastinya akan molor sampai beberapa jam. Dandi sebagai ketua KKS lalu memanggil semua teamnya untuk kumpul. 

“ Teman-teman. Minta waktunya sebentar. Sesuai dengan kesepakatan kemarin, kalau salah satu dari teman kita belum datang padahal waktu sudah injury time. Maka sesuai dengan kesepakatan, kita tinggal saja. Karena menurut saya teman kita sudah tak lagi memenuhi prosedur. Gimana menurut teman-teman”. Dandi tegas mengucapkan.

Senin, 17 Desember 2012

Seputih Salju


Bagai dingin menyelusup kedasar jiwa
Berawal dari kubangan durjana
Menghetakkan kaki
Mendaki lereng-lereng terjal dan tinggi
          Merasa gagal pun tak terbayang
          Apalagi menoleh, menerawang
          Hanya untuk berazzam muhasabah
          Menapak hidup yang terarah
Auara hati yang melembabkan kulit jiwa
Mengasah mata bashirahnya
Agar cinta terpatri untuk Rabbnya
Agar cinta seputih salju
          Kala gelisah menyapa
          Seperti waktu yang memvonis pasien bernyawa
          Kabut di salju yang memucatkan wajahnya
          Secepat kilat ia menilai diri sampai ke palung hatinya
Hanya … agar cinta seputih salju
Kerlingan mata, ia coba menahan diri
Hanya …agar Dia tersentum
Sempurnalah Mati Batinnya
          Nilai diri yang menggetarkan sanubari
          Hasil kreasi yang rendah hati
          Kala sekulum kata mengahampiri
          Ia sambut penuh, berpantang dengki

Rabu, 12 Desember 2012

Rumah Masa Depan


Satu masa hidup lah seorang tukang bangunan yang sangat pandai dalam membuat struktur bangunan yang mengagumkan bernama Pa Lebay. Satu hari PAK lebay di perintah oleh sang majikan untuk membuat satu rumah dengan miniatur dan desain yang paling lux dan termewah. Karena yang memberi perintah adalah Majikannya sendiri hingga tak merasa enak bila menolak perintah tersebut. Tetapi dalam waktu yang sama pa Lebay ini ingin mengunjungi istri dan anak-anaknya di kampung halaman. Pak Lebay sudah mencoba untuk menolak perintah  tersebut tapi rupanya sang majikan bersikukuh untuk tetap meminta dirinya  untuk membuat rumah yang paling bagus dan mewah. 

Al hasil dengan berat hati Lebay mengiyakan perintah tersebut. Dan dia pun mulai membuat bagunan rumah. Karena hati dan pikrannya sudah tidak focus lagi membuat bangunan tersebut. Pikiran  dan hatinya sekarang ada di kampong dan dia ingin cepat-cepat pulang kampung. Maka dia pun membangun rumah tersebut dengan asal-asalan tanpa memperhatikan pola dan ukuran serta struktur bagunan.  Intinya Pak Lebay membuatnya pun dengan setengah hati. Tidak seperti biasanya.   

            Maka bisa di pastikan hasil bangunannya pun jadi dalam waktu yang tidak terlau lama. Sang majikan pun ingin  melihat bangunan tersebut. Dalam waktu yang tidak terlalu lama, sang majikan pun tiba bersama keluarganya. Hati sang majikan begitu sedih begitu melihat bangunan hasil pekerjaan Pak Lebay. Tidak seperti yang sudah-sudah. Dengan reputasi sebagai tukang bangunan yang Best Seller maka majikan tersebut barbaik sangka.

Setelah melihat banguanan itu, sang majikan pergi mengunjungi Pak Lebay di kontrakannya. Tak begitu sulit untuk menemukan Pak Lebay.       
“Pa lebay... Apa kabar?” sang majikan menyapa ramah.
“ Alhamdulillah baik Pak?” begitu juga dengan Pak Lebay
             “Denger-denger mau pulang kampung ya.” Selidik sang majikan.
“Iya ini.. sudah lama tidak berkunjung ke kampong..gimana Pak rumah baru yang saya buat.” Pak Lebay tak sabar menunggu jawaban dari tuannya.
“Siiip!. Sambil mengacungkan dua jempol. Kalau Pak Lebay yang buat pasti hasilnya memuskan. he..he..” Sang majikan mencoba menyembuyikan kekecewaan yang mendalam. Di sela obrolan yang hangat sang majikan bertanya..
“ Saya  mohon maaf ni pa lebay.?”
“Kenapa memangnya...seperti ada yang di sembunyikan.” selidik pa lebay.
“ Sebetulnya rumah baru hasil buatan Pak Lebay ini, bukan untuk siapa-siapa tapi untuk Pak lebay sendiri.”

Mendengar penjelasan sang majikan Pak Lebay jantungnya merasa  berdetak cepat, lututnya gemetar, dia tak menyangka kalau rumah baru ya ia buat dengan asal-asalan ternyata buat dirinya sendiri. Pa lebay pun menyesal dengan amat sangat sambil menangis tersedu-sedu. Seandainya ku buat rumah dengan  sunguh2 pasti kejadiannya tak seperti ini

Dalam hidup ini, kita sering berbuat baik seadanya. Menolongpun dengan seadanya. Terkadang kalau mau jujur semua yang kita lakukan bisa jadi dalam keadaan terpaksa. Padahal yang kita lakukan akan berubah menjadi apa yang kita berikan. Rumah masa depan kita, kelak akan seperti apa ya....bila kita sudah meninggal.