BABAK 47
Dari kliping yang kubuat dalam bundelan berisi beragam topik, ku temukan satu tulisan yang membuat terpaku (membaca kembali). Surat dari Jim Trelease begitu judulnya. Yang diterbitkan oleh komunitas Read Aloud Indonesia-Reading Bugs. Satu tema yang sesekali aku selipkan dalam diskusi bersama guru-guru di SMP. Dari 2004-sekarang aku masih menjadi bagian dari guru pendidik. Metode membaca nyaring begitu saja muncul ketika obrolan mengenai perkembangan siswa, ternyata itu ada akarnya. Akarnya itu adalah endapan informasi yang kuperoleh dari tulisan Jim Trelease di tahun 2008, tahun dimana aku masih 'bingung' bagaimana menyelesaikan naskah skripsi. Kira-kira 17 tahun kemudian informasi mengendap dan tetap bisa dipanggil kembali manakala dibutuhkan dalam konteks diskusi yang relevan.
Informasi read aloud hadir otomatis keluar lewat sinapsis yang terhubung dengan kemampuan verbal.
Neuroplastisitas rupanya bekerja dalam situasi yang dibutuhkan. Karena sifatnya yang mudah beradaptasi secara tidak didaktik.
Apa yang dikatakan oleh Prof Bambang Sugiharto benarlah adanya. Saat ini ia mengajar di Universitas Katolik Parahyangan, Pascasarjana FSRD ITB, dan UIN Sunan gunung Gunungjati (Bandung). Menurutnya membaca itu bukan sekadar hobi tetapi sebagai kultur budaya. Ia menjawab mengapa perlunya disiplin membaca buku secara tekun dan secermat mungkin. Selain sebagai gudang informasi membaca buku juga bisa membentuk nalar analitik dan sintetik.
Dalam pembentukan nalar auditori, kehadiran membaca nyaring juga membentuk sinapsis agar otak terus memperbaharui dirinya sendiri. Menyimpan kekuatan kosa kata dan menabungnya menjadi pergulatan dialektika adalah bentuk persiapan sedini mungkin bagaimana menyerap kosa kata yang akan di keluarkan suatu saat nanti, itu salah dua keberadaan membaca nyaring.
Mari simak surat dari Jim Trelease secara tekun.
Ketika mendengar bahwa buku saya diterjemahkan lagi kedalam bahasa yang berbeda dari belahan bumi lainnya, hatiku tersentuh--bukan karena kebanggaan personal tetapi lebih kepada menyadari bahwa karya terbaik kedua orangtuaku telah mencapai ujung bumi lainnya.
Ketika saya masih kecil, keluarga kami tidak memiliki kemewahan di dalam rumah. Selama itu kami tidak memiliki kesadaran pribadi dan tinggal di rumah susun. Tetapi dalam kondisi yang berbeda, orangtua saya telah melimpahi kekayaan dengan cara yang berbeda.
Kami tinggal selama 12 tahun di rumah susun sewa yang dipenuhi oleh lembaran kertas. Koran (kadang kala sampai dua penerbitan) secara rutin hadir di rumah kami setiap hari. Ibu juga berlangganan begitu banyak majalah, sampai suatu hari sang loper mengatakan kepada ayah, bahwa kalau semua pelanggan di jalurnya berlangganan sebanyak yang dilakukan Ibu, maka tentu ia akan mati kelelahan. Kami ke-empat putra Ibu, sewaktu kecil tidak pernah mengerti masalah perbedaan gender yang sering membagi majalah menjadi pria dan untuk wanita. Yang kami semua tahu dan pedulikan hanyalah bahwa semua terkirim ke dalam kotak pos dan semua memiliki gambar yang indah di dalamnya. Kami tidak menyadari bahwa seseorang menjadi melek gambar sebelum melek huruf. Jika kamu belum pernah melihat seekor gajah atau bahkan dalam gambarnya, maka ketika tiba masa membaca kata "g a j a h", bagaimana kamu dapat memahami arti dan maknanya?
Saya adalah gambaran anak yang ingin tahu segala, dimana ibu akan melimpahkan saya kepada ayah ketika ia pulang dari kantor seraya mengatakan,"bawa dia", sebelum akhirnya ibu tumbang kelelahan. Ayahlah yang pertama kali menyadari bahwa ketika ia membacakan cerita, maka hal itu akan menenangkan dan membuat saya fokus. Andai saja dia tahu bahwa membacakan cerita-yang dilakukannya hingga saya besar-juga berarti menambah perbendaharaan kata dan pengetahuan dasarku, memperluas rasa keingin-tahuanku, dan menstimulasi keinginanku atas bacaan. Untuk dia rasanya itulah yang paling bisa dilakukannya dengan benar. Jadi ketika ayah duduk membacakanku buku dari perpustakaan, majalah, dan koran harian setiap malam, sesungguhnya dia telah memperkenalkan pada saya kenikmatan membaca. Hal ini seperti yang selalu dikatakannya, "ini adalah semua tempat yang bisa kamu kunjungi untuk bersenang-senang jika kamu mengerjakan pekerjaan sekolah dan belajar membaca."
Karena saya bersekolah di SD yang sangat ramai (94 anak), maka sangat sedikit waktu yang menyenangkan di kelas membaca. Hampir seluruh waktu yang ada ditujukan untuk latihan mengeja dan dikte. Kalau saja saya di rumah tidak mengalami hal menyenangkan dalam membaca, mungkin saya akan beranggapan bahwa kegiatan membaca itu memang tidak menyenangkan dan akan membencinya, seperti yang kami lakukan di sekolah. Tapi sebaliknya, saya justru berpikir, "membaca memang bukan pesta, namun jika hal ini bisa memberiku kegembiraan yang sama seperti yang dulu dilakukan oleh orang tuaku dengan lembaran-lembaran kertas, maka saya akan bisa mengatasi kejemuan dalam hidup." Dan hal ini memang terbukti.
Berada dalam rumah dengan dikelilingi oleh bermacam lembaran kertas dan bacaan, dengan alunan suara huruf yang dieja bercampur semangat sebuah cerita, apakah mengherankan kalau saya kemudian menjadi seorang kutu buku sekaligus penulis? sebuah formula yang sangat kuat, sederhana, bukan formula rahasia yang dimiliki oleh perusahaan multinasional, dan dimiliki oleh setiap keluarga yang memang ingin membesarkan seorang pembaca-inilah inti buku Read Aloud.
Andai kedua orangtua saya masih hidup sekarang, mereka pasti akan sangat bangga menjadi bagian dari peluncuran edisi Indonesia kali ini. Sebagaimana yang saya rasakan. (12 November 2008 08:12).
Tulisan ini ku kliping begitu saja, tanpa mencantumkan 'sumbernya' dari mana, sumber dalam artian dari mana aku diberikan naskah ini, mungkin belasan tahun lalu ada yang mengajakku untuk gabung di komunitas ini, karena satu hal aku tak mengikutinya. Setelah kucoba cari lewat website resmi https://readaloudindonesia.com/about/ pun tak kunjung kutemukan. Sebagai bagian dari dokumen peradaban, maka ku beranikan diri untuk menuliskannya kembali di blog ini, sebagai perayaan ku atas penting dan nikmatnya. Semoga bermanfaat bagi anak-anaku kelak ketika membaca blogku ini, dan untuk semua guru di jaga raya bisa menularkan kepada para muridnya, dan yang tak kalah penting bisa bertemu dengan orang yang memberikan naskah ini. terimakasih. Salam Pak Pelita. Cekap Semanten.