Senin, 16 Februari 2015

GADIS MERAH SAGA

BAB dua puluh

Sudah satu tahun Nara di penjara, kalender mencatat kalau sekarang sudah memasuki akhir bulan Maret 1973. Kegelisahan melanda hati Nara yang akan akan merayakan pesta pernikahan dengan Marko, kini tertunda sampai satu tahun. Melihat betapa masalah yang di hadapi Nara sekarang, membuat Nara merasa seperti dalam bayang-bayang akan jatuh kedalam jurang yang dalam. Dan di sana ada buaya-buaya yang mencabik-cabik tubuhnya. Seringkali matahari tak di lihatnya bila sedang di intograsi di ruangan yang gelap.

Nara di masukan kedalam ruangan yang pengap di tambah ventilasi yang buruk. Sudah ribuan jam Ia duduk sendiri di temani dengan cahaya lampu tepat di atas kepalanya. Rinjingnya Ia taruh di pojok ruangan, tanpa sisa. Tiba-tiba ia mendapatkan firasat buruk yang akan menimpa dirinya.

Pagi yang pengap. Di luar ruangan ia obrolan-obrolan kecil diantara sesama polisi. Nara mendengar obrolan para polisi itu akan melakukan penyeledikan tentang pengedaran Uang di Pasar Purbalingga yang tiba-tiba beredar begitu cepat dalam rentang waktu satu tahun ini. Ini sejarah yang mengerikan. Berbagai peristiwa tak manusiawi sering tertoreh dalam lembar sejarah kota kecil Purbalingga. Dalam obrolan itu, Nara mendengar pembicaraan yang langsung membuat lututnya gemeter dan jantungnya berdegup kencang. Dan bayang-bayang pernikahan yang indah seakan hilang begitu saja. Ketika kedua telinganya menangkap dengan jelas dua kubu polisi yang akan mengintograsi dirinya.

“ Mau di apakan tahanan itu kawan, kelihatan dia masih muda dan segar. Sudah satu tahun kok masih di anggurin saja.” Seorang Polisi bernama Marno bertanya dengan nada mengejek.”



“ Jangan Kau macam-macam dengannya, dia belum tentu bersalah. Dia bisa jadi korban dari rekayasa seseorang yang dendam kepadanya.” Salah seorang Polisi bernama Saryo bertindak bijak dan tegas. Ada tanda tidak suka dalam wajahnya ketika Polisi Marno mulai makin bejat moralnya. Entah dimana ia simpan pendidikan moralnya ketika sekolah dulu.

“ Saryo jangan kau sok alim, kamu juga doyan kan kalau sudah melihat bagaimana tubuh gadis itu.” seru Polisi Marno itu dengan bibir tersenyum.

“ Marno!, ingat kita ini Polisi! Pelindung dan pengayom masyarakat, tugas kita adalah memberi keadilan bagi mereka yang tidak bersalah dan menguhukm bagi ketahuan bersalah.” Polisi Saryo marah dan berang karena ulah Polisi Marno sering merugikan citra Kepolisian. Tetapi untuk saat ini Polisi Saryo tak bisa berbuat banyak. Polisi Marno seperti terlindungi oleh baju zirah.

“ Alah!, Kau jangan banyak cincong, aku sudah jemu dan penat dengan tugas-tugasku, apalagi gajiku begitu kecil di banding dengan kau, Aku pengin hiburan sekarang!. Dan di dalam ruangan itu ada gadis segar yang ingin ku nikmati.” Polisi Marno tambah bernafsu, dan tiba-tiba langsung mencengkram kerah baju Saryo dengan keras.

“ Ingat Istrimu dan anak-anakmu di rumah Marno!, jangan kau lampiaskan nafsumu pada orang yang salah. Ada istrimu yang halal. Selama ini bukannya kau yang gajinya lebih besar hah!.” Polisi Saryo mengingatkan.

“ Ceramah lagi!, urusi saja urusanmu.” Gertak Marno sambil melepaskan cengkramannya, ia ingin pergi ke ruangan dimana Gina berada.

Kesabaran Polisi Saryo sudah di ambang batas. Ia terpaksa menghentingkan niat bejat Polisi Marno dengan Pistol terkokang.

“ Marno berhenti!, satu langkah lagi maka kepala kamu akan pecah!.” Kali ini Polisi Saryo benar-benar sudah marah.

Mendengar ancaman serius itu, Polisi Marno balik badan. Ia melihat sebuah Pistol terarah kepadanya. Polisi Marno tak mengira kalau Polisi Saryo bisa semarah itu. Polisi Marno kaget melihat reaksi Polisi Saryo yang kelihatan tidak main-main. Polisi Marno salah kira, dia telah menganggap enteng Polisi Saryo. Roda mental terus berputar. Polisi Marno telah membangunkan seekor Singa yang lagi bobo siang.

“ Pergi kau dari sini!, sebelum istrimu jadi janda!.” Gertak Polisi Saryo dengan geram. Polisi Marno lupa kalau Polisi Saryo pernah bergabung dengan pasukan elit dalam perdamaian di Aceh. Dia pun berpikir ulang.

Polisi Marno tak berkata lagi, ternyata ia masih berpikir waras bila berhadapan dengan Pistol terkokang. Tetapi niat bejat itu terus ada bersemayam dalam dada yang sesak. Polisi Marno keluar dengan membanting pintu keras-keras. Sementara para polisi lain di ruang sebelah pada bengong kaya sapi ompong melihat perdebatan sengit di antara keduanya. Diantaranya malah terlihat salut pada kepribadian pada Polisi Saryo yang tetap teguh memegang prinsip kebaikan dalam menjalankan tugas.

Nara masih wasa-was dengan perdebatan yang sengit dan menegangkan. Sekujur tubuhnya seperti di landa demam yang tinggi padahal karena mendengar perkataan yang salah seorang polisi yang menginginkan dirinya agar mau menjadi budak nafsunya. Nara boleh saja merasa lega untuk sesaat tapi bisa saja suatu saat srigala itu akan mengendap-ngendap langsung “menerkam” dirinya hingga tak di beri ampun.

Kedua kakinya tiba-tiba merasa dingin. Sebuah ketukan pintu terdengar dengan jelas. Baru kali ini ada seorang Polisi yang masuk ke sel tahanan ruangan dengan cara sopan. Terdengar Sebuah gerendel di buka dari luar, kemudian dari balik pintu muncul seorang Polisi berumur 40 tahun masuk dengan membawa sebuah minuman.

0 Comments:

Posting Komentar