Bab 8
Tragedi Peci Hitam
Tragedi Peci Hitam
Langgar atau Mushola selepas Maghrib menjadi salah satu persinggahan yang menarik. Ada banyak hal baik ada di sana. Televisi belum mendikte kegiatan Frans dan teman-teman. Tempat ini menjadi pusat perhatian kaum milineal saat itu dengan beragam pembicaraan. Frans dan kelompoknya membicarakan tentang Marmut yang di curi dan belum di temukan siapa pelakunya, Faisal yang memilih jalan menyendiri dan belum berkenan untuk di bantu, padahal sang ayah sudah melakukan hal yang tidak menyenangkan, kapan berburu jangkrik, menangkap burung brondol, magas dan lain-lain. Setelah semua menghadap kepada seorang Ustadz untuk membaca, menghafal, dan mendengarkan instruksi-instruksi pendek, ada interval waktu untuk melakukan hal-hal di luar prosedur.
Bang Aris yang bukan kelompok Frans dan teman-temannya mendekatinya dengan moody yang sulit kami tebak. " Hei kalian abang menemukan penemuan baru, kalian mau lihat." Bang Aris memulai menyulut suasana yang tadinya gembira, kini ada hawa tidak beres. " Apa itu." Tanya Tama. Melihat respon dari Tama yang terlihat tertarik membuat bang Aris melanjutkan.
" Pinjem Peci kamu boleh." Tanya bang Aris lagi sambil menyunggingkan senyum licik. Frans melihat gelagat tidak baik. " Mau abang apakan peci Tama. Hati-hati bang peci itu mahal, belinya bukan disekitar pasar Kaligondang, peci itu hasil pemberian dari ayahnya dari Jakarta." Usul Frans khawatir.
" Alah..., semua peci sama, paling juga harganya sama tahu." Peci yang sudah di tangan bang Aris sulit kami rebut kembali.