Kamis, 28 Februari 2019

Menghapus GAME

Ajaib, ayah ucapkan Alhamdulillah. Keputusan yang diambil Eza membuat ayah lebih percaya bahwa kamu dapat mengambil keputusan sendiri tanpa perlu mengkonfirmasi ulang lagi. Apalagi keputusan itu berkaitan dengan hal-hal yang kamu senangi. Ayah hanya coba mengarahkan bahwa kecanduan game adalah hal lain yang mungkin kurang tepat untuk usiamu saat ini. Di belahan dunia sana ada beberapa orang yang memiliki profesi sebagai gamer, pembuat game, dan yang sejenisnya. Mereka tak perlu repot-repot untuk bekerja di luar rumah, mereka memiliki waktu luang untuk bekerja di dalam rumah. Tapi level itu butuh perjuangan. Ada hal lain yang harus kamu kerjakan: Sekolah itu penting, walau untuk menjadi "genius" beberapa orang yang nyaris tak menyentuh bangku sekolah. Soal ini butuh ruang lebih untuk diskusi, semoga kamu mengerti kawan.  

Ayah hitung game yang kamu download sendiri berjumlah hingga lebih dari 30, rasanya di usia lima tahun delapan bulan tak bijak bila mata terbuka di pagi hari kamu sudah menggenggam erat HP LG K 10 sambil mengucek mata membuang kantuk. Untuk bermain game, kalau hal ini menjadi alasan kamu "tak sudi untuk sekolah." Maka ayah bunda menjaga jarak Hp denganmu. Serius Eza, kenapa kamu tersenyum. 

TV Hitam Putih

Tanjung Pinang, 3 Januari 2002
Menjumpai Anakku Sutarmi
di Tempat


Bismillahirrahmaanirrahiim
Assalamualaikum Warahamatullahi Wabarakaatuh


Bareng layang iki ora liya Bapa aweh kabar dene Bapa saikine kanti sehat-sehat bae, ora ana alangan sewiji apa, semena uga Sutarmi Bapa daoakan semoga demikian hendaknya. O ya Mi, Bapa tembe sempat gawe surat soale nek bengi kadang Bapa wis lelah, ya dadi ora sempat lan kesel, ya kepriwe maning. O ya Mi, Bapa kayane bulan Pebruari urung bisa blayar maring Kaligondang soale Bapa terus terang bae asih duwe utang karo tokene, ya ora akeh mung 5 atus ewu, Insyaallah bae ana umur panjang sekitar bulan Maret Bapa semoga bisa blayar maring Purbalingga Kaligondang.

Semoga bisa kumpul, ya kepriwe maning Mi nek Bapa utange karo Tokene urung lunas urung lega pikirane, Bapa kejaba saka kuwi mengenai kuliahmu lan karo ngajar yang sing ati-ati Mi Bapa doakan semoga sing tabah dan sabar. Bapa ora bisa mbantu apa-apa bisane mendoakan bisah terlaksana apa sing dadi cita-citamu, ilmu dicari tak ada habisnya lan kanti dibarengi kesabaran dan ketabahan hati dan berdoa kepada Allah SWT semoga dikabulkan doanya.

Selasa, 26 Februari 2019

Tentang Umar

6. Weselpos


Seorang tukang pos datang dengan honda bebek berwarna oren lengkap dengan ransel besar yang tergantung dua buah dijok belakang. ketukan pintu terdengar, Gina membukakan pintu. Kedua anaknya membututi dari belakang, seolah dunia ajaib sedang berlangsung. Pak Pos berkumis mirip bintang film masuk kedalam rumah setelah Gina memberikan izin. Pak Pos berkumis duduk diatas kursi yang terbuat dari kayu Nangka dengan rambang plastik sebagai bantalannya.

Selembar kertas berwarna coklat lalu diberikan kepada Gina, setelah basa-basi sebentar Pak Pos berkumis undur pamit dan pergi dengan honda bebek berwarna oren. Wajah Gina sumringah, Umar yang bulan lalu pergi merantau ke Tanjung Pinang, menanti kabar tiada kunjung tiba. Setelah mendapatkan kiriman wesel dari Umar, hati Gina yang kebat-kebit kini lebih mantap menata hidup.

Gina bercerita kepada anaknya kalau ayahnya sudah bekerja di sebuah peternakan ayam. Soal kebutuhan sehari-hari tak jadi soal, karena sang bos memberi pelayanan yang manusiawi. Kedua anaknya tersenyum, sementara kedua anak yang lain tengah berjibaku untuk merubah nasibnya.

Weselpos berwarna coklat telah mengubah kekusutan wajah Gina, ada seberkas harapan membumbung tinggi berharap takdirnya bisa berubah. Setelah memeluk kedua anaknya, lalu mengajaknya ke toko beras dan membeli kebutuhan lain. Roda kembali berjalan. Sementara Umar di Tanjung Pinang sedang beristirahat di gubuk sederhana lengkap dengan makan siangnya. Masak sendiri dan tidur sendiri.

Senin, 25 Februari 2019

Novel Frans Maki

Bab 9

Memancing
Part 2

Kegiatan memancing berakhir dengan duduk di sebuah gubuk beratap daun-daun pohon Aren. Tubuh Ical makin kurus, tirus dan ada sinar kedewasaan di wajahnya. Tapi sulit untuk di ungkapkan oleh Frans. Sambil membetulkan letak duduknya, Frans merapihkan alat pancingnya.

Sudah tiga puluh menit yang lalu, Ical sudah meringkuk mirip seekor udang bakar. Wajahnya damai, walau ada kelelahan yang tampak jelas. Beberapa tetes hujan menerpa tubuhnya, tapi acuh. Ical terus mendengkur keras, mengabarkan pada alam sekitar kalau kemerdekaan hatinya yang jernih dapat membantu tidur damai, nyaman, dan sentosa.

Hujan deras telah menjebak kami setelah selesai memancing. Ikan gabus yang kami bakar mengurangi rasa lapar setelah setengah hari memancing. Gubuk yang kami jadikan tempat berlindung dari derasnya hujan pun bergoyang ketika angin kencang meniupnya kuat-kuat.

Burung-burung tak mau ketinggalan, bersembunyi di balik dedaunan. Pucuk-pucuk pohon padi seperti berkeringat, tetesan hujan membuat efek dejavu berburu burung Brondol. Ical menggeliat sebentar dan keduanya matanya terbuka. Ia terbangun dan duduk tak jauh dari Frans.

Lima menit berlalu kedua anggota kopi anjing itu  membisu. Keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing. " Frans, bolehkah saya menginap lagi di rumah mu?" Ujar Ical, suaranya beradu dengan suara hujan.

" Tentu saja, kau takut pulang." Jawab Frans.

" Ayah akhir-akhir makin tidak terkendali. Durhaka tidak kalau saya melaporkan kelakuan ayah ke Polisi." Gugup Ical bertanya. Boleh tidak aku menginap lagi?"

" Boleh, Kita harus pulang, Marmut ku belum diberi rumput. Kau tak takutkan dengan hujan." Ledek Frans.

" Emang saya Kucing."


Minggu, 24 Februari 2019

RINDU

Tanjung Pinang, 20 Februari 2002
Menjumpai Anakku
Sutarmi/Amy

Bismillahirrahmanirrahim
Assalamualaikumm Wr. Wb


Dengan ini tidak lain Bapa kasih kabar sama kamu bahwa Bapa sekarang dalam keadaan sehat saja tidak ada halangan sesuatu apapun. Begitu juga kamu, Bapa daoakan semoga demikian hendaknya.

Selain dari itu Bapa mau berlayar melalui Kapal Bukit Siguntang, Bapa bareng dari Tanjung Pinang, Tanggal 25 Februari 2002 semoga Bapa selamat di perjalanan bisa berjumpa keluarga di Kaligondang. Terutama Bapa lama tak jumpa kamu, Bapa rindu sekali semua anak-anak. Dan apalagi Ari, Bapa selalu ingat terus. Selanjutnya kamu ingin jumpa Bapa ya, ke Kaligondang sebentar. Kebetulan kalau kamu ke Kaligondang, Mbakyumu mau diboyong ke Kaligondang.

Demikian saja yang Bapa kabarkan sama kamu dan pada waktu itu Bapa kasih kabar sama kamu Bapa berlayar bulan 3, tapi mama suruh bulan 2 saja. Demikian dari Bapak.

Bapa (Sumarjo )

Jumat, 22 Februari 2019

Matahari Terbit dari Barat-4

Jenjang karir tak berguna bila semuanya menengadahkan tangannya kepada sesama penghamba keduniawian.

Slogan, jargon, trend, adalah produk yang meninabobokan kesenjangan materi, bila tak kuat-kuat memegang perisai ketangguhan mental berapi-api melawan penjajah moral nomor wahid.

Matahari akan berguna bila menjadi pusat pengukuran waktu yang akan memapas seluruh persendian waktu. Waktu berakhir bila matahari tak lagi tenggelam di ufuk barat. Matahari menjadi pusat rehabilitasi moral dan pengingat bahwa kenikmatan dunia sangat terbatas.

Semua jenis waktu bersumpah dengan penguatan yang tak main-main. Demi Waktu, Demi Malam, Demi Siang,dan demi-demi yang lain, yang demikian itu harusnya menjadi alarm betapa dekatnya matahari terbit dari barat.

Selasa, 19 Februari 2019

NAIK SETINGGI TELINGA

Ketika kebebasan harus di bayar mahal, maka merdeka adalah satu nafas yang harganya selangit. Bukan " pertengkaran" yang tak berujung, melainkan cobalah untuk berjalan dengan kecepatan berlari. Seperti matahari yang tak pernah tenggelam, dia hanya beralih dari tugas di belahan dunia yang lain.

Satu kata untuk kemerdekaan kita dari balik tembok para penguntit rempah-rempah adalah berjuang dengan cara yang lain, dedikasi terhadap cita-cita adalah salah satunya, naik setinggi telinga berupa penghormatan terhadap salah satu kata magic, menakjubkan, magnet, dan kata penggelora semangat.

Ketika kata merdeka dilanjutkan dengan hormat setinggi telinga, berarti gejolak cinta tanah air meluap, membuncah, hingga kata-katanya menggetarkan, menciutkan nyali lawan, apalagi mengatakan kata merdeka sambil menaikkan hormat setinggi telinga, lalu dibalut dengan asma ilahi. Maka musuh kocar-kacir, tunggang langgang, morat-marit, putus asa, dan sang saka merah putih berkibar di ujung tiang tertinggi.

Novel Frans Maki

Bab 9

Memancing


Sungai kecil di tengah sawah mengalir tenang. Di dalam sungai kecil itu, Frans masih menyakini berbagai rupa-rupa hewan yang bisa di pancing untuk makan siang. Frans mengajak Ical yang menginap di rumahnya. Ical yang masih memakai baju Frans tak peduli dengan keadaan dirinya, kucel, kurus, dan bola matanya cekung.

Tak sia-sia kegiatan memancing mereka membuahkan hasil. Dibalik kecanggungan Ical bertemu dengan Frans, mereka berdua mulai membakar ikan-ikan dengan ranting-ranting, dan kayu bakar kering, soal ini Ical yang paling mahir melakukannya.

" Kau tak rindu dengan ayahmu." Tanya Frans.

" Entahlah, saya tak mengerti dengan keadaan ayah. Ayah seringkali berubah, dia seperti terkena penyakit Bipolar."

" Aduh..., kau ini bicara terlalu tinggi, apa itu bipolar."

" Terlalu ekstrim perubahan suasana hati ayah saya, kau benar Frans, saya harus melanjutkan hidup saya."
" Jadi ayahmu bisa sangat tidak terduga kondisi batinnya."

" Ya bahkan lebih parah dari itu, makanya saya memutuskan untuk menginap di rumah pohon sampai waktu yang tidak terduga. Eh, bagaiman kau sudah tahu siapa pencuri Marmut?"

" Belum, sekarang Marmut tinggal sepasang, mau tak mau saya pindahkan kandangnya kedalam rumah."

" Kau yakin aman."

" Ya, tak ada tempat lain."

Kegiatan memancing berakhir dengan makan siang ikan gabus, dan beberapa ekor udang-udang ukuran sedang, sungai masih menyimpang sejuta aneka ragam makan gratis dari alam. Frans merasa lega, sahabatnya Ical telah menemukan kembali keyakinannya. Untuk beberapa hari kedepan, Ical menginap di rumah Frans. Kegiatan sekolahpun sudah mulai dilakukan kembali.

Minggu, 17 Februari 2019

Tentang Umar

5. Merantau


Meninggalkan tempat yang nyaman, anak dan istri adalah hal yang paling berat. Tapi Umar harus mengambil keputusan, pekerjaan di kampung yang sulit membuat ia mengiyakan ajak seorang teman untuk merantau ke Tanjung Pinang. Meski pahit ia harus jalankan niatnya untuk memupus nasib sekaligus melawannya hingga akhir nafasnya. Keluarga Umar termasuk Outlander atau pendatang, sebagian besar tetangganya tak begitu menyukainya, beberapa dari tetangga juga secara terang-terangan memberi label kepada Umar: "Sekarang Umar jadi kere, merantau saja harus jual sebagian rumah."

Hati perih, jiwa tergores, air mata mengalir, sang istri membesarkan tekadnya. Nasib harus diubah, meski harus melawan waktu yang memedihkan. Rumah yang berdinding bambu harus ia ubah menjadi bata merah hingga rayap tak sanggup menggerotinya. Bukan hanya itu, ada misi besar yang ada di kepala Umar, yaitu menunjukkan kepada para penganut kebencian, pendengki, bahwa semangat mampu merobek sebuah takdir, semunya ada masanya. Kehidupan akan terus bergerak, roda pedati terus berjalan. Kadang kita di bawah dan di atas. Takdir akan berlaku adil kepada siapapun yang berani mengubah nasibnya sendiri.

Persahabatan Kiki dan Eza

Walau hidup di pulau yang berbeda, Kiki dan Eza kerap kali bertemu setidaknya sepekan sekali ketika hari libur tiba. Kiki tinggal di pulau Jambu. Sementara Eza tinggal di pulau Kelelawar. Persahatan mereka sudah terkenal, banyak penduduk pulau yang memuji kedekatan mereka, bahkan menjadi semacam model dalam persahabatan.

Suatu pagi yang cerah, kiki keluar dari rumah untuk menatap pulau Kelelawar yang terlihat kecil di sana, tempat Eza tinggal. Tiba-tiba bola matanya membelalak, lututnya gemetar, rahangnya mengeras, nafasnya naik turun, Kiki tak percaya asap tebal pekat membumbung tinggi yang berasal dari pulau Kelelawar.

Dalam kecemasan, Kiki memanggil ayahnya. Keduanya melihat pemandangan yang mengerikan itu. Tanpa menunggu lama, keduanya lari ke arah perahu tempel yang bersandar tak jauh dari mereka. Hati Kiki pilu dan ragu-ragu apakah rumah sahabatnya menjadi korban api. Keduanya tak banyak bicara, mereka beradu pandang setiap jarak semakin dekat dengan pulau Jambu.

Sabtu, 16 Februari 2019

HUKUM KESALAHAN

Hukum kesalahan adalah memperbaiki kesalahan dengan perbaikan, jelas tidak ada bedanya menatap rasa bersalah pada titik yang terlalu merasa bersalah. Merasa bersalah adalah mutlak, karena itu adalah perwujudan dari koreksi hati atas masalah yang ditimbulkan.

Hukum kesalahan adalah fitrah, kita sebagai manusia tak ada yang lolos dari luput dan khilaf. Cara mengembalikan kekhasan fitrah adalah dengan menambah cita rasa kebaikan hingga rotasi kesalahan yang terus menggunung akan terkikis dan kembali sosok manusia pada rel yang sangat manusiawi.

Hukum kesalahan adalah rasa percaya diri agar tak sampai melukai hati seseorang dengan sikap salah kita yang terlampau salah, karena sejatinya tidak ada masalah yang diselesaikan tanpa masalah, mirip slogan program produk yang menjual dan menyelesaikan masalah. Masalah akan selesei bila kita sendiri tidak bermasalah.

Hukum kesalahan adalah menyesal dengan sesal paling dalam, disambung dengan itikad baik agar tidak tersandung masalah baru. Itikad baik berkelindan dengan semangat untuk menandai dalam setiap perbaikan. Pisahakan antara menyalahkan diri terlalu pahit, karena pahit tidak selalu obat. Terakhir, lakukan dengan proses yang mendasar, terima kesalahan lalu bangkit untuk memperbaiki kesalahan. Lalu berjalan mantap tanpa merasa paling benar. Tetap rendah hati dan tetap menerima kebenaran.