Jumat, 05 Desember 2014

GADIS MERAH SAGA

10

Laki-laki provokator itu meninggalkan keramaian sambil menyalakkan rokok Bentul Biru dengan penuh kemenangan. Dari wajah dan gaya bicaranya laki-laki itu bukan penduduk asli Purbalingga, ataupun wilayah Banyumas sekitarnya. Ada bekas cacar di wajahnya. Garis keras di wajahnya seakan menyiratkan perilaku yang menghalalkan segala cara demi segepok uang dan nafsu binatang sesaat.

Mobil Pick Up langsung membawa Nara menuju ke Kantor Polisi Purbalingga. Perasaan sedih jelas tergambar di wajahnya. Ia tak bisa membayangkan bagaiaman hancurnya perasaan Marko dan keluarganya. Satu yang lebih menyakitkan adalah kejadiaan penangakapan ini akan membawa dampak yang tidak baik bagi Desanya. Sementara Ibunya akan menanggung rasa malu yang tidak terkira kalau ternyata putrinya yang di banggakannya itu seorang pengedar uang palsu. Bayangan seperti itu terus berputar-putar dalam benak Nara.

Di dalam mobil Pick Up ia di kawal oleh Polisi Marno yang berwajah dingin dan kaku. Sementara Polisi Saryo terus mengawasinya. Reputasi jelek yang si sandang oleh Polisi Mano sudah di ketahuinya tetapi kenapa masih saja di tugaskan di kesatuannya. Rupanya Polisi Saryo sudah mengamati bertahun-tahun rekan kerjanya yang sudah melenceng dari etika kepolisian. Nara teringat dengan perkataan Guru Ngajinya di Musholla: “Kalau kalian sedang dalam kesulitan dan tekanan maka sebutlah nama Allah dan mohon pertolongan kepada-Nya dengan ikhlas dan tulus, niscaya akan ada kemudahan di sana.”

Nara mencoba menenangkan dirinya dengan berdoa dalam hati. Walaupun begitu sebagai seorang manusai rasa takut tetap terasa di dalam jiwa raganya. Nara mulai berdzkir untuk mengatasi kekalutan yang sedang melanda. Dan mengisi hatinya dengan Doa-doa mohon pertolongan kepada Allah Swt, penguasa langit dan bumi, penguasa yang telah menolong Pasukan Badar dari tekanan Quraisy yang penuh kebencian dan kedengkian tiada tara.

GADIS MERAH SAGA

9

Bakul berisi sisa dagangan segera di gendong di belakang punggungnya. Bakul tersebut di ikat dengan selendang batik berwarna coklat muda. Lalu membuat simpul diantara keduanya. Kemudian bergegas meninggalkan tempat dimana Ia berdagang.

Baru melangkah beberapa kaki, dua orang berseragam polisi mencegat dirinya. Wajah Nara langsung pucat pasi, lututnya gemetaran. Ia berusaha mengendalikan diri agar terbebas dari tuduhan apapun.

“ Anda yang bernama Nara Wina, saya mendapat laporan bulan lalu dari salah seorang pedagang kalau Mba pernah belanja dengan uang palsu. Apakah itu benar!.” Salah seorang polisi itu bertanya, sedang yang satunya mulai mengamati gerak-gerik Nara dengan teliti.

“ Ya, benar Pak. Tapi saya dapatkan juga dari seorang pembeli Pak?.” Nara menjawab pertanyaan polisi dengan gemeteran.

“Bohong kamu!, kalau Mba tidak jujur maka urusannnya bisa penjara. Katakan dimana Bos kamu hah!.” Gertak Polisi itu.

“ Benar Pak saya tidak tahu menahu tentang uang palsu itu.?.” Air mata Nara mulai meleleh, ia tak mengira kalau firasatnya benar-benar terjadi.

Seorang Polisi mulai menggeledah barang bawaan termasuk dompetnya. Jantungnya terasa mau copot, seluruh tubuhnya terasa lemas. Bayangan akan pesta pernikahan yang indah sirna begitu saja seiring dengan ketakutan yang mencengkram dirinya.

“ Ini Apa!,” gertak Polisi. Di tangan polisi itu ada segenggam duit baru yang kelihatan asli tetapi palsu.

GADIS MERAH SAGA

BAB 6

Memasuki bulan April 1972, hujan mulai sering turun memutus kemarau panjang. Suasana Pubalingga masih lengang di selimuti kabut pagi. Di samping itu langkanya barang BBM menjadikan mobil Pick Up jarang beroperasi, apalagi sampai masuk ke pedesaaan. Kalaupun ada hanya satu dua yang beroperasi dengan biaya sewa yang cukup mahal saat itu. Para pedagang tradisional seperti, pedagang sayuran, barang kelontong, dinding pagar anyaman bambu, kursi panjang dari bahan bambu, kayu bakar, kue putu, es mambo, dan pedagang lainnya lebih memilih jalan kaki ke Pasar untuk menghemat biaya perjalanan.

Suasana pasar pagi Purbalingga terlihat ramai, para pedagang masih setia untuk menunggu para pelanggan yang belum menghampirinya sampai lelah yang akan menghentikan aktivitas sementara mereka. Kondisi pasar tak sebecek bila kondisi cuaca sedang bagus, para pedagang berlindung di bawah pohon-pohon yang rindah sambil menggelar barang dagangannya. Sebagian bertempat di lapak-lapak yang di sediakan oleh Pemda setempat dengan iuran tetap bulanan.

Pukul 05:05 Wib. Di bawah pohon Cery yang sejuk, Nara Wina sedang menunggu para pelanggan yang ingin membeli barang dagangannya. Kali ini Ia berdagang sendirian, tak di temani oleh Bu Kinar.

Hatinya sedang berbunga-bunga pernikahan dengan Marko tinggal menghitung hari. Tepatnya 10 hari lagi peristiwa penting akan menjadi saksi kehidupannya bersama Marko. Segala sesuatu sudah di persiapkan dengan terencana walau sederhana.

Seorang laki-laki berjaket hitam menghampiri Nara yang sedang duduk di atas bangku kecil beralaskan plastik.

Ksatria Bintang

Lahir dari lingkungan tak berada
Memacu semangat yang tak henti-hentinya. Manyanyikan lagu kewaspadaan terhadap keputusasaan, kegetiran dan hinaan para tetangga
Suatu haru ia pergi menempuh jarak yang jauh. jauh dari peradaban yang merontokkan semangat, melucuti kepercayaan diri dan segepok kebencian yang tak mendasar

Perjalanan waktu terus merambat tak berhenti walau hanya untuk bergosip
Seorang pemuda yang tegar penuh perhatian dan persoalan yang selalu meninabobokan segenap perhatian
seharusnya tetangga tak berkata apa-apa terhadap kakakku yang melanjutkan sekolah

Ia pun menangis untuk menangisi nasib yang telah merenggut masa depannya
Rengkungan orang tua menjadikan ia tegar laksana gunung galunggun dan sekokoh tembok pertahanan
Ksatria lari dan melompat untuk menghadapi tantangan di Jakarta yang keras dan "barbar"

Di hatinya selalu ada bintang semangat dan meteor yang siap menerjang keputusasaan
Sujud di dalam malam-malam ke arah barat yang mengarah ke mekkah
seorang pemuda akan lahir dalam wujud yang lebih nyata dan menakjubkan

Kamis, 04 Desember 2014

Parameter

Sunyi adalah lambang keperkasaan bagi orang yang sedang di landa kegelisahan jiwa
Ia akan larut dalam noktah pekat dan gelap
Menjawab dunia adalah tantangan penuh kesiapan
Dunia adalah tempat berkarya untuk kegelapan yang tiada tara atau nyaman seperti surga
Lukisan cinta tak sebanding dengan nikmatnya aroma surga
Lihat bagaimana para pecinta surga menjalankan kehidupan
Tak ada kelicikan, menelikung dari belakang dan berbagai bentuk penghianatan

Para pecinta surga menikmati hidup seperti menghirup aroma surga
Cara, sikap, tutur kata, dan kerja-kerjanya adalah pecinta surga
Sifat manusiawi adalah menghuni surga
Tetapi kita perlu parameter
Cocok atau tidak itu adalah urusan Allah

Rabu, 03 Desember 2014

Perjalanan

Teriakan Ayah pada suatu hari mengagetkan sekaligus bersyukur, ia telah mengalami kemajuan pesat dalam hal berkomunikasi.

Ngambek adalah senjata utama baginya, sedikit saja melakukan kesalahan dianggap sebagai penyebab kegagalan yang berkepanjangan.

Semestinya berbuat adalah tindakan yang paling Absolut bagi perkembangan mental dan spiritul, dan ternyata semua individu yang bernyawa.

Aku tak mengerti semua ini harus terjadi, semuanya mungkin adalah bagian dari sebuah perjalan takdir manusia.

Perjalanan manusia akan tertawan bila tak mau keluar dari zona nyaman.
Keluarlah dari zona nyaman dengan berbagai cara.

Mendapat gaji perbulan lalu menganggap sebuah final adalah hal yang patut di curigai.
Peradaban membutuhkan perjalan yang tidak mudah.

Senin, 01 Desember 2014

Akkalon

Seragam Terpampang Keren di depan cermin
Menunggu siap untuk berangkat jalan
Sarapan mengganjang perut
Kerupuk dan ampas kelapa campur garam
siap merobek takdir yang memilukan

Senjataku adalah semangat untuk memulai
Cerita anak negeri yang haus perubahan
Merangkai nasib pada setiap helaian nafas
Melucuti setiap gelombang kemiskinan
Hingga kemiskinan menyerah dan bertekuk lutut tak bernyawa

Jendela adalah lambang harapan
Menerawang jauh menatap masa depan
Cerah, Semu, Jingga, Keruh, Putih, Merah adalah bagian dari perjalanan
Pada dasarnya muara bertumpu pada kemantapan hati
Seseorang telah membunuh karakterku yang paling polos lugu dan tak berwibawa

Dari desa ke kota
Aku melompat menerjang badai dan bah tsunami Jakarta
Aku memutus langkah keputusasaan
Menebar bintang dalam setiap tatapan
Aku AKKALON
AKKALON
Anak Kaligondang Kulon

(Sebuah Puisi Lepas)

Selasa, 16 September 2014

Gadis Pendiam

Mataku panas
Keringatku mulai bercucuran
Setidaknya untuk kali ini aku dapat menahan rasa malu
Mataku mulai rabun
Ternyata Matematiku untuk otakku tidak semudah meminum air
Aku diam sejenak lalu diam hanya memandang papan tulis berwarna hitam
Tanganku mulai berkeringat memegang kapur tulis
Aku hanya memandangi angka yang tidak pernah berubah
Melebar pupil mataku
Sejenak aku bernafas, tetapi aku seperti tidak bernafas

Guru yang berkata demikian
Husss
Bisa mengerjakan tidak...
Aku diam...
Mukaku terasa panas
Lututku sedingin es
Aku tak berani menatap kebelakang
Aku tak berani menatap teman-temanku di belakang

Duduk!!!
Aku kaget
Kapur tulis di tanganku nyaris terjatuh
Gadis pendiam itu
Menggantikanku
Aku malu teramat malu, runtuh sudah mental hidupku
Aku laki-laku yang tak pandai matematika
Gadis pendiam itu
Gadis yang sangat kharismatik
Aku pun Respek
Atau ada perasaan lain


(Sebuah Puisi Lepas )

Rabu, 10 September 2014

Dialog Kecil

Kambing dan Halikopter siang itu lapangan yang di kelilingi oleh pohon bambu terasa nyaman. Diun seorang penggembala kambing tengah gundah karena akan berpisah dengan kambing peliharaannya. Somplang, Edi, dan Slamet tengah tekun mendengarkan ceritanya. " Met gimana nasib kambing saya." " udah relain aja, kambing bandot aja." " Tapi aku masih sayang banget sama ni kambing." " Kamu lebih sayang mana kambing atau kakak kamu yang ingin pergi ke Batam." Edi menambahkan. sementara Somplang melihat dan mendengar. Anak kecil itu terlalu kecil untuk bisa menilai apakah yang di maksud dengan rasa kehilangan. " Lang kenapa diam saja." " Kamu lapar." Edi pura-pura nanya. " Andai saja saya punya pesawat." Diun lemah berkata " Buat apa." Slamet bertanya. " Saya pasti akan bawa pakai pesawat ke suatu tempat. 

Dialog kecil diatas adalah potret tentang kegamangan dalam mengahadapi hidup, antara menurunkan ego untuk mengalah atau mengumbar harapan yang menyempitkan akal. Hadapai kenyataan dan kreatiflah dalam memaknai hidup yang terlalu "simple."

Selasa, 09 September 2014

Lomba

Nafasku terengah-engah
Walau Lomba belum mulai
Di sana ada gundukan batu yang harus aku pindahkan ke sisi lainnya
Jika aku dapat memindahkan dengan catatan waktu terbaik, maka aku bisa bertanding pada pertandingan berikutnya

aku sempat kaget
Sebelum memungut batu, seluruh baju di buka hanya tinggal kaos dalam, ini berlaku untuk semua pesaing di sampingku
beberapa saat kemudian

Priiiiiit

Aku berlari seperti angin
mencoba sekuat tenaga untuk bisa sampai ke gundukan batu lebih awal
Nafasku makin memburu, aku bisa memastikan lebih unggul beberapa detik dari kawanku di belakang
Ya semua peserta adalah kawanku
Hanya kali ini siapa yang paling cepat

tanganku dengan cekatan mengambil batu satu persatu lalu lari dengan kecepatan tinggi
Hanya tepukan dari kawanku yang baik, beberapa mungkin sinis melihatnya
Si Chu Eng ternyata bisa lari dengan cepat
Seluruh gundukan batu berhasil ku pindahkan dengan catatan tercepat
Nafasku mulai mereda saat aku berhasil menjadi kandidat pemenang
Di sana wajah-wajah kecewa tergambar jelas
Sejenak aku beristirahat
Aku mengguyur kepalaku dengan air untuk mendinginkan ketegangan
aku masuk kelas dan dan melihat siapa saja yang lolos ke babak berikutnya

Tidak ada papan nama yang mencatat namaku di sana
Yang Jelas guru kelas lain mencatat dalam kertasnya
Aku penasaran siapa selanjutnya lawanku

Tiga gadis berteriak semangat
Ketika wajahku terlihat dari balik jendela kelas
Chu Eng!!!
senyumnya manis juga ya...


(Sebuah Puisi Lepas)

Jumat, 29 Agustus 2014

Harapan

Harapan itu kapas yang lembut dan air yang jernih, ia akan hadir pada tepat waktunya. Manusia senantiasa berharap sesuai dengan keinginan. Tetapi ada tangan Allah yang selalu menggoreskan takdirnya.

Menanti-nanti penantian yang tidak pastipun kadang manusia masih saja berharap, bila belahan jiwa entah dimana, padahal berita di TV menyebutkan belahan jiwanya menjadi salah satu korban jatuhnya pesawat.

Tetapi mereka tidak menyerah, meraka terus saja menanti harapan akan kehidupan setelah belahan jiwa meninggal, cahaya harapan akan terus menyinari langkah-langkah mereka yang tegap dengan kepala tegak.

Harapan itu akan terus mengalir dengan rasa yang sejuk dan damai.

Penantian yang akan menjadikan mereka kuat laksana gunung yang kokoh.

Aku ingin membasuh luka hatimu yang tengah menganga, agar tertutup kembali.

Aku ingin manjadi sesuatu yang bercahaya agar luka hatimu cepat mengering.

Cepat sembuh dan berjalan, karena harapan itu masih ada.

Berjuanglah saudaraku agar cintamu seluas samudera