Tampilkan postingan dengan label Parenting. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Parenting. Tampilkan semua postingan

Jumat, 11 Januari 2019

Sepeda

Awal yang baik. Eza mau belajar tentang keberanian, dan kemampuan untuk mengendalikan rasa takut. Eza sedikit ragu untuk mengayuh pertama kalinya tanpa menggunakan roda bantuan. Kedua alisnya naik keatas dan membentuk formasi menguasai diri, setiap Eza berpikir keras untuk melakukan sesuatu hal baru, perubahan pertama adalah Alis terangkat, bola mata agak melebar, bibir terkatup, ada keseriusan tertangkap pada wajahnya.

" Ayah aku masih takut." Kata Eza pelan.
" Kamu bisa nak, seimbangkan badan, santai saja,lihat jalan, dan jangan lupa rem." Kata Ayah. Bagi Ayah dan Eza mereka terbiasa dengan beberapa pijakan ketika melakukan sesuatu.

Sepeda meluncur. Ayah tahu kamu bisa membunuh rasa takut. Meredam keraguan. Dan memeluk keberanian. Sepeda meluncur dengan kecepatan sedang. Permulaan yang baik. Ayah lupa kalau di depan rumah ada saluran air (got) setinggi betis orang dewasa. Dengan kondisi sebagian tertutup oleh rumput liar. Eza sudah berada dalam kondisi khusus, ayah tak ingin mengubah konsentrasi. Tangan kecil kamu belum seimbang, tak mengurangi kecepatan, dan masih kaku, Eza terjerembab dengan posisi jatuh yang tidak berbahaya. Dia gunakan kakinya untuk menginjak rumput. Lalu di keluar got dengan wajah tegang.

Rabu, 29 November 2017

Belajar Dari Anak 3

" Ayah pengin minum susu (puting susu)" Qq yang berusia 2 tahun lebih delapan bulan bertanya.

" Ayah tidak punya minum susu (puting susu). Jawabku logis

" Emang kenapa"

" Karena ayah laki-laki"

" Kalau bunda."

" Kalau bunda perempuan, punya qq."

" Kalau Eza."

" Eza tidak punya karena laki-laki."

" Kalau QQ."

" Kalau QQ sudah besar nanti akan punya minum susu (puting susu),

" Kalau pintu."

" Pintu tidak punya karena benda mati."

" Oh."

Anak usia 2.8 bulan yang sudah bertanya cukup kritis, merupakan aset yang luar biasa. Walaupun kadang-kadang bisa menjadi bumerang bila pertanyaan yang tidak memuaskan keingin tahuan.

Sebagai ayah, aku belajar banyak dari tiap perkembangan. Salah satu kenapa belum memakai jasa Khadimah (orang yang membantu dirumah=Partner) adalah aku sebagai ayah, berusaha memperhatikan perkembangan dari tiap kejadian.

terimakasih anakku Eza QQ

Minggu, 26 November 2017

Belajar Dari Anak

Sepekan sekali sudah menjadi rutinitas disela waktu yang sibuk, kami selalu menyempatkan untuk berkunjung ke rumah nenek dan kakek di daerah Bintaro. Perjalanan tidak selalu nyaman, kadang beberapa kali motor kempes atau bocor, tapi kami pikir sudah waktunya untuk berbagi rezeki dengan bengkel. Kami memiliki paradigma bahwa segala sesuatu memang sudah ada titian takdirnya, hingga situasi sepelik apapun InsyaAllah kami memposisikan sebagai bentuk peningkatan level.


Kejadian sederhana mungkin adalah bahan untuk belajar, belajar agar tidak sombong dalam memahami sesuatu dari balik kacamata yang dangkal.

Seperti memahami dunia anak yang penuh dengan pembelajaran seumur hidup, sebagaima petuah mengajarkan agar menuntut ilmu dari kandungan (bayi-memperoleh pengetahuan dari ibunya) sampai maut memutus hubungan di dunia, siap menghadapi kehidupan lain (alam barzah).

Perihal lucu yang diperlihatkan oleh anak kita, sejatinya adalah ilmu yang tersebar agar wajib diambil agar tidak berserakan, seperti rumah yang berantakan karena ada anak-anak (anak jadi kambing hitam).

" Eza main yuk kedepan muter-muter." Alia keponakan dari istri mengajak bermain.

" Muter-muter nanti pusing." Jawab Eza logika.

Kami yang mendengar jawaban Eza senyum sendiri, kerena jawaban tidak sepenuhnya salah. Mungkin jawabannya logika banget, Kalau sesuatu gerakan yang terus menerus dilakukan seperti "Muter-muter" adalah hal yang memusingkang kepala.

" Maksud Alia Jalan-Jalan di Apartemen."

" Oh itu, baiklah." Jawab Eza.

Jumat, 24 November 2017

Belajari Dari Anak

" Semua Hewan bertelurkan Ayah?"

" Tidak semua hewan bertelur, beberapa hewan memang berkembang biak dengan bertelur tetapi juga sebagian melahirkan."

" Kalau bebek."

" Bebek bertelur ayah."

" Coba sebutkan hewan apa saja yang bertelur ayah."

"Emm, Bebek, Ayam betina, Cicak, Buaya ada juga ular."

" Kalau sapi ayah."

" Sapi melahirkan."
Percakapan diatas spontan saja, mengalir tanpa ada yang memulai. Mungkin percakapan dengan bundanya sebelum aku pulang mengajar. Cara berpikir sudah sangat logika dan memeliki tingkat kekritisan yang dimiliki oleh anak berusia 5 tahun.

Perkembangan ini membuatku terkesan. Misalnya ketika Eza pulang dari bermain dengan adikynya, keluar rumah untuk mengekspresikan apa yang menjadi menarik.

" Ayah aku sudah selesai bermain, aku pulang ayah."

" QQ mana."

" Masih diluar."
Ketika hujan lebat, aku mengizinkan mereka berdua untuk bermain hujan. Dulu sewaktu kecil juga melakukan hal yang sama, bermain hujan sampai badan menggigil. Bibir biru dan jari-jari tangan keriput. Kebebasan ketika bermain hujan merupakan kebebasan yang mengandung keindahan.



Minggu, 15 Oktober 2017

Spion

Spion tak luput jadi percobaan monolog yang sangat menarik. Bagi Qaiser hal-hal yang sederhana jadi lebih menarik. Lihatlah bagaimana pola berpikir Qaiser yang membuat ayahnya tersenyum.

" Hai aku Eza?" Di sebelah kaca spion yang kiri.

" Hai aku QQ?" Di sebelah kaca spion yang kanan.

Begitu sampai merasa bosan. Lalu Qaiser akan tersenyum tertawa. Turun dari sepeda motor dan bertanya tentang sesuatu yang menjadi kebiasaan.

" Apa ada film kartun Tayo ayah?"

" Sepertinya ada, ayo kita cari."

Minggu, 08 Oktober 2017

Duplikat


Martabak  telor menjadi menu pilihan ketika kesibukan sudah tak terelakan. Seperti malam ini ayah, bunda, qaiser, dan queena membeli martabak yang telornya tiga untuk makan malam kakek dan nenek.

Di belakang tenda penjual martabak berdiri gagah bengkel mobil yang lampunya terang menyinari setiap sudut ruang yang gelap. Sambil menunggu pesanan jadi sebuah pernyataan muncul dari mulut qaiser.

Sabtu, 07 Oktober 2017

Kamis, 12 Maret 2015

Berbagi Cerita

"Bunda aku ngga mau belajar lagi malas Ah..."
"Kenapa."
"Gurunya galak dan ngebetein."

Sekilas dialog tersebut sudah biasa dan sudah terjadi pada anak sekolah pada umumnya. tetapi betulkah hal itu wajar dan tak punya dampak apa-apa di masa depan.

Kegiatan belajar mengajar di dalam kelas bukan dalam rentang waktu yang pendek. tetapi dalam waktu 12 tahun atau bahkan lebih. hal tersebut mengakibatkan efek trauma imajinasi yang cukup "menyedihkan". tentunya sebagai orang tua yang bijak perlu menyikapi perkembangan anaknya dengan tuntas.