Sabtu, 30 Juni 2018

Kota Perang

Bab 1 Orang -orang chernobyle
Bab 2 Kota Perang
Bab 3 Tetangga Zombie
Bab 4 Gerilya
Bab 5 Terowongan kota
Bab 6 Lemari benteng
Bab 7 Menikmati senja
Bab 8 Peristiwa pagi
Bab 9 Bayonet
Bab 10 Selongsong-Selongsong
Bab 11 Orang-Orangan Sawah
Bab 12 Hidup Para Ninja
Bab 13 Cara-Cara Ninja
Bab 14 Penjara Bawah Tanah
Bab 15 Tengkorak Suku Terakhir
Bab 16 Piagam
Bab 17 Pedang Pendek
Bab 18 Sasana
Bab 19 Banjir Buatan
Bab 20 Kopi Hitam
Bab 21 Menikmati Pagi
Bab 22 Bayangan Hitam
Bab 23 Pertempuran rawa-rawa
Bab 24 Mata Air
Bab 25 Reruntuhan

Penulis: San Marta (Sugeng Priyanto) Genre: Fiksi Army Tebal: 2500 halaman Penerbit: -() Tahun menulis: 2018

Selasa, 12 Desember 2017

Kamar Bersalin

/1/
Kamar Bersalin menggelepar
Tertunduk Lekat dalam Doa
Adakah bersemi doa dalam Tangan-Nya
Cemas menyergap ingatanku
Pada kematian Ibu Melahirkan

Dentang Jam menderu tak tertinggal
Menyerang setiap menit
Membunuh setiap jam
Jantungku berdegup keras
Keras seperti petir di siang benderang

Ku genggam jemari Istri yang dingin
Peluh keringat menjalar sekujur tubuh
Tatapan mulai nanar
Berharap kesudahan yang meregang
Ia terus menatapku
Mencari-cari keyakinan dalam tatapanku
Menyakinkan kalau aku bukan pria jalang

/2/
Jeritan kecil makin melingking keras
Hanya sesekali
Bibir ku tak berhenti menyiram
Agar kalimat Dzikir terucap pada Lisannya
Syukur beribu syukur
Istri tak berhenti berdzikir
Di saat genting pualang
Menerpa maut
Proses melahirkan antara kehidupan kematian

Ayo Kamu Bisa
Lisanku gagap bila menjumpai istri menjerit hilang dzikrullah
Ku berusaha keras
Mengingatkan di sudut paling menengangkan
Astagfirullah, Allahu Akbar, La Ilaha ilallah
Ku sentakkan kalimat itu dalam tatatapan meyakinkan
Matanya nanar menghujam kearahku
Tangannya kuat mengenggam
Ujung besi pada pembaringan
Dingin menyelusup pada telapak tangan

Ahhhhhhhhh!
Istriku menjerit melengking
Lupa tak sadar
Rasa sakit menghujam titik krusial
Ku sematkan Allahu akbar pada lisannya
Ia merespon kuat
Dizkir makin meningkat
Menjalar di antara sendi-sendi keyakinan

Rabu, 06 Desember 2017

Novel Radio Mini

Mengubur Bayi Jangkrik

Petualangan ke kali Gintung sangat melelahkan. Sekitar jam 10 kami sampai di bebatuan tepat diantara pinggir sungai Gintung yang sedang surut, kemarau panjang membuat kami berani menyebrang, walaupun masih berbahaya.

Dua jam kami membolak-balikkan batuan kecil dan sedang, berharap ada jangkrik yang masih ketiduran, atau sedang mager. Pekerjaan sederhana tapi melelahkan. Beberapa teman sudah mendapatkan jangkrik dewasa. Sedangkan Salim belum menemukan jangkrik jlabang atau kunir, bayi jangkrik pun tak mau di dekatinya.

" Lim jam berapa kita pulang, ngga mau kan terjebak Maghrib di jalan."
" Satu jam lagi."

Didi sahabat Salim merasa malas. Dia duduk di atas bongkahan batu besar yang mungkin hasil muntahan gunung Slamet. Salim yang tak mau pulang tanpa membawa apapun menjadi terobsesi mencari bayi jangkrik. Dua atau tiga ekor tidak masalah. Pokoknya petualangan kali ini harus membawa hasil.

Sudah satu jam berlalu. Salim akhirnya menemukan sesuatu yang bergerak, di bawah tumpukan daun yang mengering.

" Hati-hati Lim, ular." Didi mengingatkan.
" Aku tahu." Kesal Salim. Paling tahu dunia ular, eh malah diajari Didi.

Salim membongkar tumpukan daun yang mengering. Pelan dan hati-hati. Salim terbelalak, lima ekor bayi jangkrik berlarian. Tiga ekor betina, dua ekor jantan. Sungguh cekatan tangan Salim menangkap dua ekor jangkrik jantan dan meletakkannya di dalam toples kecil.

" Kita pulang!" Teriak Saling. Didi dan beberapa temannya merasa lega, sang kapiten menemukan bayi-bayi jangkrik. Meraka senang karena tak menginap di pinggir kali yang menyeramkan sekaligus menantang.

Mengubur bayi-bayi jangkrik adalah agenda selanjutnya. Tapi perjalan pulang tak begitu mulus seperti ketika pergi.

Minggu, 03 Desember 2017

Jamesbon

Sosok keren dan kutu buku
Pandai mengaji dan rendah hati
Supel dan suka menolong
Raja kebersihan

Panggil James Bon
James Bon
Jaga Mesjid sama kebon

Anak kuliahan sambil kerja
Pagi kuliah Sore Privat
Jadi Imam bila Pak Kyai berhalangan
Mengumandangkan adzan lima waktu

Merawat kebun luas milik pak kyai
Sawah pun ada tidak ketinggalan
Aisyah Putri Kyai datang, membawa minuman
Jasus di kejauhan mengintai, siap melapor kepada atasan

Jasus melapor, siap buat makar
Sang James Bon dalam masalah
Putri Kyai membela, masalah tambah runyam
Persaingan asmara membara

James Bon memang keren
Putri Kyai tertawan rasa
Jasus dan Senior merasa kecewa
Persaingan semakin terbuka

Kamis, 30 November 2017

Penegak Hukum

Mahasiswi yang tak pernah ku lupakan ternyata namanya Dewi. Senior gelarnya. Sudah beberapa pertemuan dengan Dosen Filsafat Hukum, gayanya sungguh perlente. Tapi agak pendiam, sesekali beradu argumen dengan Dosen Filasafat Hukum, lugas kata-katanya. Seperti membayar tagihan telelphone dengan cara berhutang. Hari ini dia berkaca mata. Celana Army longgar tak pernah lekang dari kesehariannya. Sudah beberapa kali di beri Surat Peringatan agar tak memakai celana Army ke kampus, tetapi selalu melanggar. Fasih sekali bicara hukum, dia sendiri yang menebas sampai geleng-geleng kepala.

Selesai kuliah, aku langsung mengambil waktu kerja. Sebagai penjaga Wartel disiplin adalah salah satu bukti kesungguhan. Ada yang aneh dari Pimpi mahasisiwi junior, yang bekerja di wartel Mawar tempat ku bekeja, selain sebagai rekan kerja, Pimpi juga adik kelas. Baru semester 4.

" Kau kenepa pi."
" Ada yang ngutang lagi kak?"
" Siapa, tidak perlu menangis."
" Yang kakak ceritakan tadi malam."
" Dewi, anak hukum yang nggak lulus-lulus itu."
" Iya kak."
" Nanti malam kita berdua ke kosannya dia, seberapa tangguhnya dia."
" Berdua kak."
" Iya berdua, kau keberatan."
" Nggak. Jam berapa kak, pimpi ada presentasi besok"
" Jam delapan, kakak jemput ya. Pakai sepeda "pendiam"

Pimpi pulang wajahnya cerah. Dia mengaku sebagai outlander. Orang asing di negeri sendiri. Kedua matanya sipit. Giginya rata dan putih. Kutu buku soal sejarah.

Kami berdua menyusuri jalanan. Tampak sepi, karena gerimis turun sisa dari hujan lebat tadi. aku agak ragu, tapi sikap ksatria di hadapan pimpi menjadi penyemangat. Sepanjang jalan menuju kosan Dewi, di temani dengan pohon sedap malam yang banyak tumbuh tanpa kenal musim. Setelah beberapa kali bertanya akhirnya kami menemukan kosan yang kami tuju.

Kami kaget, setelah melewati gang buntu. Aku dan Pimpi berjalan beriringan sampai di depan kosannya, kami berdua tercengang. Tenggorakan kering seperti baru berjalan di tengah terik matahari. Di depan kami tumpukan barang bekas yang bisa di daur ulang. Dewi masih fokus membersihkan sisa-sisa kotoran yang menempel pada botol plastik dan yang sejenisnya.

Wajah kami beradu, kedua mata kami saling menatap. Wajah Dewi santai, tak syok, rupanya dia sudah sering kepergok oleh temannya ketika sedang mulung, atau membawa barang bekas ke pengepul. Dia berdiri dan melepaskan sarung tangan. "

" Ada apa kalian ke sini. Saya tak punya uang untuk kalian tagih."

Rabu, 29 November 2017

Super Hero

Pagi buta membawa harapan
Sepeda Jengky menemani pergi ke sawah
Bermodalkan Sabit dan karung beras bekas tahun lalu
Senyum mengembang, ada getaran tegar disana

Tangan kanan ia simpan dibalik kemeja panjang. Kenapa kemeja panjang, karena kemeja panjang selalu merawat dari serangga yang menempel pada batang padi
Bukan itu yang ku maksud, tangan kanan cidera, ia tak ingin kehilangan kepercayaan diri di hadapan anak, anak lelakinya
Ayah, aku ingin menggantikan peran, tetapi tenaga belum sekuat mu ayah, tetapi aku tak ingin kehilangan Super Hero. Kehilangan senyum ayah yang menegarkan, menyenangkan, menguatkan, sekaligus melindungi tanpa harus berpidato, berceramah panjang lebar

Selepas maghrib, sepeda jengkinya dituntun sampai halaman rumah
Berjalannya khas, hanya ayah yang punya cara berjalan seperti itu, membentuk irama satu...dua...
Di boncengannya, sekarung padi basah menjadi pelipur kelelahan, lalu senyum penuh kemenangan dihadapan tanggung jawab
Esok hari padi basah akan melewati masa panjang, dijemur di bawah terik matahari berkali-kali sampai mengering, bukan dengan pengering rambut

Terimakasih Ayah
Tak pernah lelah berkarya
Hingga senyum mengembang
Kau Super Hero...Super dan Hero

Belajar Dari Anak 3

" Ayah pengin minum susu (puting susu)" Qq yang berusia 2 tahun lebih delapan bulan bertanya.

" Ayah tidak punya minum susu (puting susu). Jawabku logis

" Emang kenapa"

" Karena ayah laki-laki"

" Kalau bunda."

" Kalau bunda perempuan, punya qq."

" Kalau Eza."

" Eza tidak punya karena laki-laki."

" Kalau QQ."

" Kalau QQ sudah besar nanti akan punya minum susu (puting susu),

" Kalau pintu."

" Pintu tidak punya karena benda mati."

" Oh."

Anak usia 2.8 bulan yang sudah bertanya cukup kritis, merupakan aset yang luar biasa. Walaupun kadang-kadang bisa menjadi bumerang bila pertanyaan yang tidak memuaskan keingin tahuan.

Sebagai ayah, aku belajar banyak dari tiap perkembangan. Salah satu kenapa belum memakai jasa Khadimah (orang yang membantu dirumah=Partner) adalah aku sebagai ayah, berusaha memperhatikan perkembangan dari tiap kejadian.

terimakasih anakku Eza QQ

Minggu, 26 November 2017

Belajar Dari Anak

Sepekan sekali sudah menjadi rutinitas disela waktu yang sibuk, kami selalu menyempatkan untuk berkunjung ke rumah nenek dan kakek di daerah Bintaro. Perjalanan tidak selalu nyaman, kadang beberapa kali motor kempes atau bocor, tapi kami pikir sudah waktunya untuk berbagi rezeki dengan bengkel. Kami memiliki paradigma bahwa segala sesuatu memang sudah ada titian takdirnya, hingga situasi sepelik apapun InsyaAllah kami memposisikan sebagai bentuk peningkatan level.


Kejadian sederhana mungkin adalah bahan untuk belajar, belajar agar tidak sombong dalam memahami sesuatu dari balik kacamata yang dangkal.

Seperti memahami dunia anak yang penuh dengan pembelajaran seumur hidup, sebagaima petuah mengajarkan agar menuntut ilmu dari kandungan (bayi-memperoleh pengetahuan dari ibunya) sampai maut memutus hubungan di dunia, siap menghadapi kehidupan lain (alam barzah).

Perihal lucu yang diperlihatkan oleh anak kita, sejatinya adalah ilmu yang tersebar agar wajib diambil agar tidak berserakan, seperti rumah yang berantakan karena ada anak-anak (anak jadi kambing hitam).

" Eza main yuk kedepan muter-muter." Alia keponakan dari istri mengajak bermain.

" Muter-muter nanti pusing." Jawab Eza logika.

Kami yang mendengar jawaban Eza senyum sendiri, kerena jawaban tidak sepenuhnya salah. Mungkin jawabannya logika banget, Kalau sesuatu gerakan yang terus menerus dilakukan seperti "Muter-muter" adalah hal yang memusingkang kepala.

" Maksud Alia Jalan-Jalan di Apartemen."

" Oh itu, baiklah." Jawab Eza.

Sabtu, 25 November 2017

Pahlawan Berjasa

Seperti pagi ini
Langkah kakinya terdengar khas
Dengan irama terlatih berpuluh tahun
Lalu masuk ucapkan salam, tanda penghormatan

Wajah santun penuh kebijakan
Pakaian yang terlalu licin untuk ukuran guru besar
Tangan penuh doa kebajikan
Keluar petuah-petuah bermakna

Jalan terlalu lama untuk dipikirkan
Periuk nasi tak pernah jadi kendala
Mentari tak berhenti bersinar
Tak Mengalihkan setiap gerak petuah mulia
Terimakasih guru, pelita yang takkan pernah redup

Jumat, 24 November 2017

Belajari Dari Anak

" Semua Hewan bertelurkan Ayah?"

" Tidak semua hewan bertelur, beberapa hewan memang berkembang biak dengan bertelur tetapi juga sebagian melahirkan."

" Kalau bebek."

" Bebek bertelur ayah."

" Coba sebutkan hewan apa saja yang bertelur ayah."

"Emm, Bebek, Ayam betina, Cicak, Buaya ada juga ular."

" Kalau sapi ayah."

" Sapi melahirkan."
Percakapan diatas spontan saja, mengalir tanpa ada yang memulai. Mungkin percakapan dengan bundanya sebelum aku pulang mengajar. Cara berpikir sudah sangat logika dan memeliki tingkat kekritisan yang dimiliki oleh anak berusia 5 tahun.

Perkembangan ini membuatku terkesan. Misalnya ketika Eza pulang dari bermain dengan adikynya, keluar rumah untuk mengekspresikan apa yang menjadi menarik.

" Ayah aku sudah selesai bermain, aku pulang ayah."

" QQ mana."

" Masih diluar."
Ketika hujan lebat, aku mengizinkan mereka berdua untuk bermain hujan. Dulu sewaktu kecil juga melakukan hal yang sama, bermain hujan sampai badan menggigil. Bibir biru dan jari-jari tangan keriput. Kebebasan ketika bermain hujan merupakan kebebasan yang mengandung keindahan.



Kamis, 23 November 2017

Naruto Vs Wiro Sableng

Bagian 3

" Seharusnya kau tak melakukan itu, pertarungan yang membahayakan sebuah kekuatan raksasa, kau tahu...para pendekar di tanah Jawa bukan omong kosong, mereka para petarung yang tidak kenal menyerah sepertimu. Bahkan para kumpeni yang ku dengar "mengepung" mereka selama "350" tahun, lari terbirit-birit ketika berhadapan dengan badik, clurit, pedang, golok, ataupun tombak. Naruto, tidak semua yang kau lakukan akan berakibat bagi baik bagi Konoha, beberapa mungkin akan menimbulkan perang dunia ke tiga, atau ke empat. Ingat Naruto Negeri Damai yang kau cita-citakan. Rasenggan yang kau banggakan dapat ditahan oleh Kapak Naga Geni, itu berarti Kalian sama-sama kuat."

Naruto terbaring lemah di rumah sakit. Setelah beberapa tulang disembuhkan oleh Sakura. Burung Gereja hinggap di daun jendela, Naruto menitikkan air mata, dadanya sesak.

" Guru Kakashi, apa yang kulakukan sudah benar."

" Aku tidak punya jawaban, kau sendiri yang punya jawaban, satu hal yang perlu kau buktikan adalah, seberapa besar cintamu pada kedamaian sehingga kau mampu memiliki kekuatan untuk menghargai perbedaan dan mencintai persamaan."

Kakashi berjalan pelan membuka pintu rumah sakit, bayangan guru Jiraiya memenuhi pelupuk mata Naruto.

" Kau mau kemana guru."

" Aku ingin pergi mengunjungi makam Obito, ada hal yang ingin kukatakan, akhir-akhir ini jurus teleportasiku sering tak akurat."

" Jadi pertarunganku dengan pendekar berbaju putih itu salah satu ketidakakuratan jurus teleportasi guru, aku ingin sekali lagi pergi ke Tanah Jawa, tapi tidak dengan jurus teleportasi guru, aku ingin berjalan, berlari, berkuda, menaiki kapal, atau naik balon udara. Asal tidak dengan jurus menembus waktu milik guru."