Sabtu, 30 Maret 2019

SVETLANA ALEXIEVICH

WARTAWAN MAJALAH SASTRA

Alexievich lahir pada 31 Mei 1948 di kota kecil Ivano-Frankovsk, Ukraina. Ayahnya berasal dari Belarus dan ibunya dari Ukraina. Ketika ayah Alexievich pensiun dari militer, keluarga tersebut kembali ke Belarus, tempat Alexievich menamatkan pendidikan menengahnya.

Lulus SMA, ia bekerja sebagai guru di kampung halamannya. Pada 1967, Alexievich diterima di program studi Jurnalisme Universitas Minsk. Selama masa studinya, ia aktif menulis dan sering memenangi penghargaan, baik untuk artikel berita maupun makalah ilmiah. Ketika selesai kuliah, ia pun menjadi wartawan di majalah sastra Neman.

"Pencarian aliran yang paling cocok dalam menyuarakan pemikiran saya bermula pada masa ini. Di sinilah saya berkenalan dengan karya-karya Ales Adamovich, seorang penulis Belarusia, yang amat saya hormati," kata Alexievich di situs pribadinya.

Lewat tulisan-tulisan Adamovich, Alexievich mengenal genre novel kolektif yang juga disebut novel oratorio, yaitu ketika orang-orang bercerita tentang diri mereka masing-masing di dalam kontek suatu peristiwa dan membentuk sebuah sejarah komunal. Menurut Alexievich, aliran ini memungkinkan dia berada sedekat mungkin dengan peristiwa dalam kehidupan nyata dan menjadikannya seorang wartawan, sosiolog, psikolog, dan pengkhotbah pada waktu bersamaan.

Penulis: Laraswati Ariadne Anwar
Sumber : Kompas, selasa, 13 Oktober 2015
Part : 2

Jumat, 29 Maret 2019

SEKILAS TENTANG JULES VERNE

Bernama lengkap Jules Gabriel Verne, lahir di Nanthes, Prancis, pada Februari 1828. Bisa dibilang Verne adalah seorang penulis Pioneer untuk genre fiksi ilmiah. Terbukti, imajinasi Verne amat melampaui zamannya. Novelnya adalah buku fiksi yang paling banyak diterjemahkan sepanjang sejarah selain novel Agatha Christie.

Pada pertengahan abad ke-19, Verne sudah Membayangkan misi luar angkasa ke bulan. Kelilingi dunia dalam 80 hari, yang nyaris mustahil saat itu juga bisa dituliskannya dengan atraktif dan meyakinkan.

Verne juga merupakan penulis yang amat produktif yang tak cuma menulis novel,tetapi puisi, drama, dan esai. Novel Mysterious Island sendiri diterbitkan pada 1874, sepuluh tahun sejak novel A Journey to the Centre of The Earth terbit.

Sumber: Antara Kompas atau Republika. Penulis lupa mencatat.

SVETLANA ALEXIEVICH

Memberi Nafas Sejarah Komunal
" Kau harus melawan gagasan, bukan manusia. Bunuh gagasan yang membuat dunia kita begitu menakutkan dan jahat, tetapi jangan kau ganggu manusianya".

Kalimat itu tertulis di bagian terakhir novel ketiga Svetlana Alexievich (67) yang berjudul "The Boy Of Zinc". Novel berbahasa Rusia yang terbit pada 1991 itu bercerita tentang sepuluh tahun berlangsungnya perang Soviet melawan Afganistan.

Alexievich mengatakan, hingga kini, kisah tersebut masih relevan karena di dunia masih terjadi peperangan yang kejam dan tanpa pengharapan. Akan tetapi, manusia masih berusaha bertahan hidup dan berjuang agar tidak melupakan kemanusiaan mereka.

Alasan itu pula yang membuat Alexievich dinobatkan menjadi pemenang Nobel Sastra 2015, Kamis (8/10). Tulisan-tulisan karyanya dianggap bersifat poliponik, di satu sisi menghadirkan derita orang-orang yang mengalami kehidupan di masa konflik, tetapi di saat bersamaan tetap memberi semangat hidup dan harapan akan masa depan.

" Saya akan menelepon Svetlana untuk memberi tahu bahwa ia memenangi Nobel Sastra. Jawabannya hanya satu kata 'fantastik'," tutur Sketaris Permanen Akademi Swedia Sara Danius setelah mengumumkan bahwaa Alexievich mengalahkan Haruki Murakami (Jepang), Laszlo Krasznahorkai (Hongaria), Ko Un (Korea Selatan), Ngugi wa Thionglo (Kenya), serta Philip Roth dan Joyce Carol (Amerika Serikat). Para pengamat sastra menganggap bahwa Alexievich memang pantas mendapatkan Nobel Sastra setelah setahun lalu ia dikalahkan oleh Novelis Perancis, Patrick Modiano.

Penulis: Laraswati Ariadne Anwar
Sumber : Kompas, selasa, 13 Oktober 2015
Part : 1

TENDANGAN GARUDA

Ambisi, dendam, dan prahara
Menjadi kita lebur dalam kepekaan
Lidah juga senjata yang mematikan
Karena tak bertulang
Mari merenung

Penderitaan
Prahara yang menyakitkan
Tendanga Garuda meredam semua kegelisahan
Pemilik rumah bermunajat setiap kakimu merebut bola dari lawan

Penjual marak di sekitar stadion
Keluarkan uang dan datangi mereka
Tak hanya berkoar-koar
Agar asap kepahitan tak terus mendikte mereka

Indonesia! Teriakan-Teriakan
TIMNAS berebut tempat
Ramai menjadi komentator
Sumpah serapah kepada TIMNAS yang merangkak di tengah jalan

Beri kesempatan kepada TIMNAS
Agar tendangan melesat tajam ke gawang lawan
Gerakannya lincah seperti garuda
Gelar juara akan disandang


Untuk Garuda Indonesia
23 Juni 2014

AYAH

Rasa ini tak bisa dipungkiri
Sepanjang nafas aku selalu saja memikirkanmu
Ayah, kapan aku bisa membahagiakanmu
Sepanjang usia kau habiskan untuk anak-anakmu

Ayah, kini kau mulai menua
Tubuhmu makin payah
Mengangkat beban hidup
Selalu saja masalah menghampirimu

Kedua matamu sudah tak awas lagi
Untuk mengurai sebuah peristiwa
Selalu saja himpitan datang silih berganti
Engkau bisa pilih solusi

Ayah...
Aku baik-baik saja
di sini
di Jakarta

25 Juni 2014

SISI BERANI

Berani adalah kepercayaan hati pada satu hal
Pernahkah berjumpa dengan keberanian
Yang isinya membentuk kesatria
Pernahkah berpikir untuk menjadi pecundang
Sesekali saja untuk berpikir berani

Berani karena di sana ada ujung sebuah kepastian
Siapa saja yang mengerti tentang sebuah keberanian
Ia akan menjadi sesuatu yang berbeda
Ini adalah sebuah pelarian dari sebuah prinsip
Prinsip yang abadi

Rabu, 27 Maret 2019

Perjalanan

Sejalan itu perhatian waktu
Perjalanan itu laksana sinar matahari
Manusia lahir serba buta tak tahu apa-apa
Naif dan sembrono adalah sisi dari sebuah perjalanan

Setiap cinta melahirkan cinta yang lain
Setiap perbedaan akan melahirkan perbedaan yang lain
Bangkit dari sesuatu yang berbeda
Mencintai adalah produk dari sanubari

Setiap perjalanan akan menghasilkan nafas yang berbeda
Perjalanan adalah sesuatu yang mendewasakan, apapun itu
Tak ada yang terus berjalan di muka bumi
Perjalanan akan terhenti manakala waktu telah memberi jeda untuk berjalan

DOVI tercepat di Qatar

Grand Prix Qatar
Losail International Circuit
10 Maret 2019

Kawan, kita bertemu kembali dalam acara gerung-gerung motor ber CC  besar. Pasti kalian sudah tidak sabar siapa yang akan menempati tahta tertinggi di podium. Apakah anak didik Vale, ataukah dari Team Dream Honda, Garputala, Ducati, atau ada kejutan dari pembalap lain. Hingga jalannya balap terasa lebih panas.

Siap-siap?. Bendera merah sudah terlihat oleh para rider. Lampu-lampu terlihat menyinari semua motor sekaligus para pembalapnya.

Yah, belum mulai balapan , anak didik Vale harus start dari paddock karena motornya bermasalah. Semuanya tegang. Race di mulai Pukul 23:58. Dovi memimpin di lap pertama. Vale di posisi ke-14. Jack Miller dan Dovi bersaing ketat untuk mendapatkan posisi terdepan, sementara Marquez menguntitnya dari belakang. Vale beranjak ke posisi ke -10 di lap 20. Ternyata quartaro menjadi yang tercepat di lap 20.

Suzuki mulai menunjukkan tajinya meng over take Dovi di lap 19. Dan terus menguntit antara Marquez dengan Dovi bahkan beberapa kali menyulitkan laju Dovi. Kali ini Ducati benar-benar dibuat kerepotan oleh laju Alex Rins yang menunggangi Suzuki. Mungkinkah raja Losail sesungguhnya akan muncul.

Vale di lap 11 berhasil memperbaiki kecepatan hingga berhasil menempati posisi ke-8. Di Lap ini juga raja sesungguhnya di Qatar mulai terlihat. Honda (93) bersaing ketat dengan Ducati (04).

Tersisa 2 lap. Marq memimpin. Dovi dan Marq terlibat baku take over. Semua penonton tegang. Dengan kesabaran dan kemahiran Dovi mampu meredam take over di tikungan akhir, hingga Dovi bisa melesat lebih cepat dan finis di urutan pertama. Sementara Vale finis di urutan ke-5, sebuah prestasi di saat motornya belum memenuhi standar pribadinya. Kali ini podium Qatar menjadi milik Dovi.

PUTU WIJAYA

Bagian 1

Putu Wijaya adalah tegangan yang tak pernah berhenti. Selama lebih dari empat dasawarsa karirnya, ia terus-menerus menantang khazanah sastra Indonesia maupun dirinya-tepatnya, kepenulisannya-sendiri. Ia bisa berdiri di titik avant garde, seraya gemar menyerap budaya massa; ia berlaku sebagai pembaharu, tapi kerap bergerak ke belakang, menggali-gali warisan moyang; ia berkubang di lingkaran sastra untuk membuktikan bahwa sastra selalu tak memadai. Ia menggunakan tulisan untuk menangkap kelisanan. Ia adalah pengarang dalam arti sebenar-benarnya: setiap saat ia mengarang, membuat segala (kalau bukan semua) hal ikhwal di dunia ini menjadi cerita, seakan tiada lagi beda antara yang nyata dan yang tiada.

Kompleks kekaryaan Putu Wijaya-tak kurang dari 20 novel, 27 naskah sandiwara, 11 kumpulan cerita pendek, juga ratusan esai dan ulasan-menyatakan bukan hanya produktivitas yang tinggi dan tak tertandingi, namun juga semacam mekanika penulisan. Bila setiap benda tersentuh Raja Midas menjadi emas, maka taka da peristiwa di dunia ini yang tak menjadi fiksi di tangan Putu Wijaya. Dengan spontanitas sebagai semacam metode, Putu seakan membiarkan diri dikerjai bahasa, dan demikianlah ia selalu mampu meragukan apa yang telanjur bernama realitas. Melalui Putu, fiksi adalah alternative terhadap gambaran dunia yang telah lelah oleh birokrasi dan komunikasi massa.

Dengan novelnya seperti Telegram (1973) dan Stasiun (1977), Putu membuktikan bahwa sastra kita sudah terlalu jauh tenggelam ke dalam realism. Dengan melecehkan alur penokohan, ia memotret jiwa atau ke (tidak) sadaran pada si pelaku. Pemandangan yang terlihat adalah campur baur antara kenyataan objektif dan imajinasi pelaku, dan hampir-hampir kita tidak mamu membedakan keduanya. Demikian kesatuan cerita dihancurkan: peristiwa tidak terpapar dalam hubungan sebab akibat. Perjalanan tokoh utama hanya diikat oleh motif yang menjadi judul buku, yakni terlegram dan stasiun. Jika fragmen-fragmen bergerak terlalu liar, pengarah segera meredamnya ke suasana yang mirip puisi; atau kika pelukisan terasa kelam memberatkan, Ia memberi memberikan lanturan atau sema, ironi.

Sumber: Penghargaan Achmad Bakrie 2007 

Awal Pagi

BAB
Empat Puluh Dua 


Aku dan Nara mengawali pagi dengan tenang. Bila tidak hujan kami berdua sering berjalan menembus kabut tipis pagi yang turun mencium tanah di tengah pematang sawah. Setahun rasanya sudah kami lalui bersama Nara. Akhirnya pernikahan kami berdua bisa berlangsung dengan sahdu. Semua mata yang hadir dalam pernihakan kami berdua menitikkan air mata. Cobaan besar sudah kami lalui menjelang pernikahan. Polisi Saryo juga hadir dalam pernikahan. Luka tertembus peluru di pahanya sudah sembuh.

Bondan di beri keringan hukuman. Setelah menjadi saksi atas kejahatan Farah dan Arkon juga bos besarnya Polisi Marno. Ketiganya kini sedang mendekam dalam jeruji penjara. Dan Nara di nyatakan tidak bersalah, namanya di bersihkan dari catatan kewarganegaraan. Kedua adikku sekarang bertambah dewasa. Ibuku lebih memilih untuk tinggal di rumah. Rupanya racun yang bersemayam di tubuhnya mulai menggerogoti ketahanan tubuhnya. Aku dan kedua adikku bertekad untuk menjaganya sampai helaian nafas terakhir. Walaupun begitu Ibuku tetap melakukan aktivitas jarak pendek setiap hari.

Setiap selesai Sholat Shubuh aku sudah membocengkan Nara dengan sepedaku untuk berdagang ke pasar. Sementara ibu mertuaku menghabiskan masa-masa tuanya di rumah tercintanya. Berkebun, menumbuk padi, menyapu halaman. Bahkan kalau lagi musim panen padi, Ibu mertuaku bersikeras untuk ikut memotong padi dengan ani-ani. Kondisi kesehatannya memang membaik. Tetapi penyakit akibat usia gampang menerpanya bila badan teralalu di paksa untuk bekerja. Kami berdua sering kewalahan menghadapi niatnya.

Pertempuran

BAB 
Empat Puluh Satu 


Kami sedang menunggu Polisi Saryo untuk meminta bantuan. Kami berhasil menemukan terowongan yang menuju ke Alun-alun Purbalingga. Kami bersusah payah memasuki lorong lorong tersebut selama 2 jam. Kami tidak lagi memusingkan makanan apa yang kami makan. Masalah yang akan di hadapi jauh lebih berat dari pada urusan perut.

Tak lama kemudian Polisi Saryo sudah datang dengan bala bantuan lengkap dengan senjatanya. Aku sendiri ngeri melihat senjata-senjata itu, mereka semuanya menggunakan Topeng. Pasukan elit itu berjumlah 10 orang. Mereka adalah prajurit tempur yang sudah terlatih bertahun-tahun di medan sulit sekalipun. Aku tak berani menatapnya lama-lama. Rasanya baru kali ini aku berhadapan dengan prajurit yang gagah berani.

Aku di kagetkan dengan suara senjata yang di kokang cepat dan serempak. Pak Saryo mendekati kami. “Kita berangkat sekarang, dan siapkan mental kalian.” Kulihat wajah Nara yang tegang tapi tidak sepucat wajah Anis. Kalau Bondan sudah keren memegang senjata. Kalau aku sedikit gemetaran. Kami langsung menuju ketempat rahasia seperti yang di ceritakan oleh Nara.

Dua hari kemudian.