Rabu, 23 April 2014

Ayah

Ayah, aku ingin memelukmu

Pagi buta pergi ke sawah yang bukan miliknya sendiri,menggunakan sepeda jengky hijau yang di beli dua kali mencicil pada sebuah toko di purbalingga
Menggunakan caping yang cokelat lusuh terbakar matahari, mengayuh sepeda melintasi jalanan yang hening. Ku tatap punggungnya yang masih kekar dan berotot
Tangan Ayah mulai bergelut dengan lumpur menyaingi rumput yang liar dan tak pernah lelah mengenal waktu untuk tumbuh sepanjang desahan angin dan embun yang terus menetes sampai ke akar
Matahari mulai membakar dengan kelenturan yang terjaga, sehingga mampu menghidupkan apa saja yang perlu tumbuh dan berkembang hingga menjalar sampai ke bintang
Ayah tak kenal usia untuk terus tumbuh dan menjaga semangat agar anak-anaknya terus tumbuh dan berkembang
Ayah kunantikan segenap jiwa untuk terus menatap dengan jiwa dan cinta membara
Agar semuanya tak pernah lekang walau tatapan kelak redup di makan zaman dan takdir

Ayah mengapa tak pernah ku lihat engkau menangis, apakah engkau sekuat Umar bin Khattab dalam memaknai kehidupan. Sahabat umar saja bisa menangis bila mengingat masa jahiliyahnya
Peluh sering ku lihat melepuh melewati alis yang tebal dan hitam. Alis itu akan berirama manakala bingung tengah melanda isi pikiranmu
Ayah aku ingin memelukmu dalam balutan baju putih ihram dan melepas engkau masuk ke dalam burung besi yang gagah itu
Kesempatan itu akan indah bila engkau tersenyum dalam balutan baju ihram yang elegan itu
Ayah... Ayah...aku ingin melihatmu tesenyum tenang dan damai, setelah "pertempuran" yang melelahkan

Kamis, 17 April 2014

Mahluk dari Hujan

Bagian 
Keempat 

Babeng dan seorang prajurit berlari ke arah pemukiman penduduk yang berada di tengah lembah. sekeliling lembah dipenuhi oleh hutan pinus yang lebat. jeritan dan ketakutan warga tampak jelas. Babeng meloncat dari atas bukit, lalu menerjang punggung kerbau jantang yang sedang mengamuk. sontak saja suasan makin tegang, semua mata tertuju pada Babeng yang bertubuh jangkung. ketika Babeng ingin mengeluarkan tombak pendek dari belakang punggungnya, kerbau jantan itu melenguh keras dengan mengangkat kedua kaki depannya keatas. spontan tubuh Babeng terlempar ke belakang. reflek tubuh Babeng langsung menggunakan teknik jatuhan yang bagus, dengan menggunakan kedua lengan kanannya secara tepat menempel ke tanah.

" Hati-hati beng, kerbau itu ternyata sudah gila, ia sudah sejam lalu berlari kesana kemari." teriakan ketua desa sambil memegang tongkat.

Babeng mengangguk.

" Ayo Babeng kamu bisa menaklukkan Kerbau ini, kamu juga pernah membunuh singa dengan sekali tebasan pedang." Babeng menyemangati diri sendiri.

Babeng mengeluarkan sebuah selendang berwarna merah, aneh warna merah biasanya untuk mengendalikan Banteng yang sedang mengamuk menuju matador. para warga yang menyaksikan adegan itu makin tegang. peluh dan keringat menetes pada sebagia wajah penonton. anak kecil menangis melihat adegan mengerikan itu. selendang merah itu ternyata ia ikatkan pada tombak pendek. kerbau jantan makin menggila.

Angin dan debu bertebangan. ujung ikat kepala berkibar tertiup angin. suara gaduh dan histeris ketakutan terjadi lagi, Kerbau jantan mendengus dan berlari ke arah Babeng dengan suara berat kaki yang di pukulkan oleh buku-buku jarinya. semua mata tertuju pada Babeng.

"Hup" suara babeng terdengar. Ia memperagakan lompat harimau yang indah sambil melempar tombak pendek kearah leher. "Blep" dan suara kerbau melenguh dengan keras. Dengan cekatan Babeng mengeluarkan pedang, lalu dengan gerakan yang terlatih ia menebaskan pedangnya pada leher kerbau itu. darah segar lalu muncrat dari pembuluh nadinya. semua warga langsung bertepuk tangan. senang karena gangguan telah berkurang dan bisa menyantap daging kerbau jantan itu secara gratis. biasanya warga harus berburu dan harus berbagi hewan buruannya dengan singa, Cheetah, dan Haina.

Babeng membersihkan darah yang sebagian menempel pada wajah dan lengannya. ketua suku langsung mendekatinnya. ia membisikkan sesuatu pada telinga Babeng. wajah Babeng langsung merah dan tegang.

"Ada jejak langkah manusia yang sangat besar, dan ini mungin jejak mahluk dari hujan."

Mata babeng langsung mengarah kepegunungan yang melingkari desa Rintik. Ia bergegas dan berlari 
menuju kuda belangnya. Aneh, babeng menggunakan kuda zebra sebagai tunggangannya.


Rabu, 16 April 2014

Novel Mahluk dari Hujan

Bagian 
Ketiga 

Bukit desa rintik tampak hijau dan menyegarkan. setelah di tunjuk menjadi pengawal bagi desa Rintik, kehidupan Babeng terasa sangat terarah. Setelah lama mendekam dalam penjara oleh kerajaan Somplang yang menajadi pusat pemerintahan di beberapa desa, termasuk desa Rintik. Pihak kerajaan Somplang menjatuhkan hukuman 10 tahun penjara kepada Babeng karena "terbukti" memperdagangkan adik dan beberapa penduduk desa Rintik kepada kerajaan Boman yang mayoritas para prajurit di dominasi oleh tentara-tentara yang mahir memanah dan ahli dalam Parkour.

Penjara membuat Babeng merasa tak putus asa karena masih percaya pada hukum Tuhan yang akan menghakiminya suatu saat. siang ini Babeng sedang berdiri di kaki bukit mengawasi rumah yang ada di lembah. sebuah suara mengacaukan konsentrasinya.

"Beng". seorang prajurit berteriak

" Ya"

" Di panggil ketua desa"

" Ada berita Apa"

" Seekor kerbau sedang mengamuk dan sudah mencederai pemilinya."

"Ayo kita kesana."

Babeng merasa kepercayaan dirinya meningkat tajam, penjara tak membuat masyarakat mengucilkannya, tetapi itu terjadi pada desa rintik. desa-desa lain sama sekali tak menganggapnya sebagai pahlawan jangkung 200 cm.

Kamis, 27 Maret 2014

Berbagi Cinta

Semua orang pernah merasakan betapa dahsyatnya kekuatan cinta yang bergelombang tinggi
Mampu menghempaskan nurani dan ideologi catatan kemanusiaan
Cinta kadang kala mampu menghipnotis raga hingga menjadi kekuatan yang bernyawa
Sekalipun cinta bermuara durjana atau bidadari bermata jeli
Seakan cinta sebuah misteri yang datang tak di undang pulang pun tak di antar

Helaian parodi zaman mulai menggerogoti naluri dan kepribadian
Anak muda mulai melanggar tatanan dan norma ketimuran
Pemuda mana yang tak tergiur oleh aroma jalang yang tak kenal batas etika
Seni adalah alibi yang mampu menembakkan ribuan selongsong peluru
Pada prinsip hidup dan ajaran para guru dan pendidik lainnya
Hakikatnya adalah semuanya bermuara pada ada dan tidaknya cerita bermakna pada semua sisi

Natural adalah seni yang abadi
Bila pengguna tak mewarani dengan ganja dan narkotika
Seni bercinta adalah mutlak untuk melawan kejenuhan
Berbagi cinta dengan pendamping hidup yang halal adalah sebuah keniscyaan
Melawan kodrat kadangkala dibenarkan
Bila semua ada tujuan yang dibenarkan

Benarkah cinta mampu merubah
Merubah tatanan nilai yang sembrono tanpa aturan
Ada Tuhan yang mengusai seluruh jagat raya
Mengetahui di mana manusia berbohong dan berdusa
Tuhan adalah tempat paling jujur untuk berbagi cinta
Karena Tuhan tak pernah mengurangi sedikitpun rasa cinta kepada manusia

Jumat, 14 Maret 2014

Posisi Rakyat

Merayap senja seperti gerilyawan perang hutan
Sejenis gangguan pernapasan yang mengakibatkan pada macetnya laras panjang
tak bisa di kokang ataupun di hentakkan menyembur peluru-peluru perkasa
penyelasan adalah lambang keperkasaan dari perasaan yang telah tertusuk permasalahan akut
seperti para hakim yang memberikan putusan tanpa delik hukum yang jelas
perkara benar atau salah adalah urusan belakangan
manakala brangkas-brangkas pengecut siap menampung alteleri yang bermandikan darah dan tetesan para kaum sudra
sengaja menafikan rotasi yang terlalu senjang pada jarak pukul yang selalu ada pada tiap pukulan jarak pendek

Gulma adakala berubah menjadi manisan yang siap saji
Hakim menelan gulma yang basi dan berbau najis
kita semua adalah hakim bagi manusia dan kemanusiaan
kita adalah pemimpin yang punya beban di pundak masing-masing
terletak di mana hakim putih yang mawas diri dari todongan gemerlapan mobil Lamborghini
menderung pada jejak hutan yang masih perawan
sampai mana nafas mereka dapat bertahan
gugusan emas dan perak menjulang bak cendawan gunung sinabung
atau lelehan emas yang selalu membawa derita kanker yang jorok pada gumpalan kemunafikan

Manis dan pahit adalah sama rasa
Ia adalah efek dari lidah yang selalu bertaburan saliva yang enak dan mengenyangkan
lalu tidur bagai singa yang memakan satu ekor kuda zebra yang tengah memakan sarapan
atau rasa pahit karena lidah rakyat jelata selalu pada tataran tempe dan tumpukan plastik sebagai alas tidur
lalu esok paginya di bawa ke pengepul untuk di tukar nyawa kehidupan

Sabtu, 08 Maret 2014

STIGMA

Jalan Panjang memadai untuk beberapa helaian nafas
Pada jarak yang selalu bersamaan dengan paradigma
Selalu membuat getaran pada cara pandang yang menyesakkan penglihatan dan pendengaran
Akan ada aroma kejahatan yang di tiup melalui ubun-ubun yang licin
Kepala tak berisi oleh cairan intelektual yang bertumpu pada kecersdasan spiritual
Melainkan hanya pada goresan pena dan tutur kata, padahal bicara hanya sekedar lipstik memungkinkan untuk memunculkan alibi ratusan juta Kejutan

Drama menurut sebagaia cerita berujung pada kekalahan atau kemenangan
Sejatinya semua itu bermula pada arogansi yang di anggap enteng niat dan kehendaknya
Selalu saja bermuara pada keabadian materi dan rasa humor yang garing karena ketololan panca indera
Pada akhirnya orang akan beranggapan dan memberi STIGMA kalau malam akan selalu bernuansa gelap dan pekat
Padahal Malam adakalanya berpayung bintang dan rembulan yang kaya keindahan dan nuansa bening

Jumat, 07 Maret 2014

Hari-Hari Tak Lagi Sama

Hari-hari tak lagi sama. Semua orang ketika bangun memikirkan sesuatu yang akan membuatnya tetap nyaman atau malah menggerutu tiap bangun. Aku seperti di bulan kelahiran anakku yang pertama, malam dan siang selalu berwarna ketika mendengar wajah dan gesture bayi yang sederhana tetapi sangat lucu dan meneduhkan. Aku dan kemarin waktu adalah dua hal yang selalu tak punya cerita yang sama.

Hari-hari tak lagi sama. Aku tidak ingin terjebak pada rutinitas yang selalu orang jalankan pada tiap pagi dengan sepeda motor berangkat ke tempat kerja masing-masing. Pola hidup yang terus menerus begitu membuatku berpikir kalau sebaiknya aku memulai sesuatu yang akan mengubah ku pada 10 tahun kedepan. Aku memulai memetakan tentang hidup dan kehidupan agar usiaku tak lagi sia-sia.

Hari-hari tak lagi sama. Tiap masuk ke Toko Buku apa saja, Aku selalu berusaha mengatakan pada pikiran alam bawah sadar kalau suatu saat novelku akan terpajang disana dan di seluruh penjuru dunia. Novelku akan mengubah peradaban setidaknya dapat menggetarkan penduduknya hingga mengingat dan kembali kepada nurani kebenaran. Dulu hariku biasa saja tanpa ada visi dan peta hidup yang jelas.

Hari-Hari tak lagi sama. Aku merasa tiap kita punya lompatan seperti para atlet pelompat. Kini aku merasa setiap apa yang ku lakukan membawa tuntutan dan reaksi yang akan berakibat pada kehidupan di masa yang akan datang.

Hari-hari tak lagi sama. Dulu aku masih membawa tas butut bergambar Batman yang kedua pengaitnya sudah terkelupas warnanya. Lalu Waktu merenda tak terbatas, berseragam putih biru dan putih abu-abu. Aku seolah berada dalam mimpi bisa menuntut ilmu di Universitas dengan tuntutan bahasa Indonesia yang baik dan tak terlalu kaku.

Hari-hari tak lagi sama. Tiap pulang kerja aku selalu siap melihat senyum Qaiser Faeyza Aprian.

Selasa, 18 Februari 2014

EKSPEKTASI

Ekpektasi terkadang menguras emosi sekaligus menggerus pola pikir. kalau tidak segera di deteksi, maka paradigma hidup akan salah mengartikan tentang harapan. seperti yang di alami oleh San Mukyi yang punya harapan ayahnya bisa merenovasi rumah mungilnya di daerah Bogor. Tetapi skenario dan takdir harus berkendak lain. Ayahnya jatuh sakit dan di vonis oleh dokter terkena penyakit Prostat. San Mukyi akan membayar ayah sesuai dengan tukang yang sudah profesional. Hidup itu memang misteri. San Mukyi memilih untuk tidak patah semangat. Ia ingat dengan Aa Gym yang menelurkan konsep pilihan tentang harapan. "Kita harus siap dengan kondisi yang kita inginkan dan siap juga dengan kondisi yang tidak sesuai dengan keinginan."
Pesan Kyai itu melekat betul di alam bawah sadarnya. San Mukyi memilih untuk siap dengan kondisi yang tidak di inginkannya. Ia pun berpikir kalau moment inilah yang sedang Allah skenariokan padannya tanpa melampaui batasnya. San Mukyi memilih untuk tidak mendramatisir masalah yang ada. Ia memilih untuk mencari tukang yang menurutnya profesional.
Harapan yang tidak kita inginkan memang menyakitkan tetapi kalau kita benar-benar serius untuk mencari dan merenung titik permasalahan sekaligus solusi. Maka harapan yang sesuai dengan kita inginkan atau tidak akan menjadi lompatan kedewasaan kita semua.
Kita bisa belajar kedewasaan pada sosok San Mukyi yang memilih untuk Move On dari pada berjalan di tempat yang sama.

Kamis, 05 Desember 2013

JALAN PUTIH

Selama cinta masih mengikat
Aroma dzikir tinggi membumbung
Dalam cendawan mahabbah
Memaknai perpindahan hati

Gelombang dosa bertubi-tubi
Mencerai beraikan manisnya iman
Menjelajah sendi-sendi Islam
Berkarat hingga terpatri

Waktu terus berjalan
Mendesak mahluk dunia
Terpojok dalam usia menua
Mengantongi pundi-pundi amal

Ada kala manusia berpikir
Berdiri ringan di atas tanah
Berbantalkan materi duniawi
Jalan putih tertutup gelapnya dosa

Setiap manusia mendendangkan amal
Tertelungkup noda-noda gulma dan benalu
Mengubah intonasi kepribadian
Memangkas amal seringan kapas

Nutrisi hati tergerogoti
Oleh rayap-rayap kesombongan
Mampukah setiap insan
bertahan dari gledek dan gertakan iblis durjana

Rabu, 18 September 2013

Novel Mahluk dari Hujan

Bagian 
Kedua


Siang sangat panas. Desa Rintik seperti menemukan kehidupan bila siang menjelang. Para lansia terlihat sibuk menganyam tikar dari daun pandan untuk memenuhi permintaan dari Kota. setidaknya ini menjadi bagian dari kesibukan yang mendatangkan kedamaian bagi Desa Rintik. Anak-anak yang masih kecil tampak berlari-lari mengejar kelinci hutan yang tersesat masuk ke kampung. Tak jarang kelinci tersebut akhirnya menyerah oleh panah seorang pemanah ulung dari Desa Rintik. lalu daging kelinci tersebut di jadikan sate yang gurih dan nikmat. Anak-anak kecil selalu riang dan senang Bila sang Pemanah hadiri diantara mereka. Sang pemanah juga tak keberatan berdekatan dengan anak-anak kecil.

Pemuda jago memanah tersebut meninggalkan keriangan anak-anak. Ia pergi dengan kuda jantan berwarna hitam legam. Pemuda tersebut tidak hanya jago memanah tetapi juga beladiri. Pemuda ini memiliki wajah sangar tetapi lembut. kulitnya coklat. hidungnya tak begitu mancung. Giginya putih alami. Gayanya sopan dan Jantan. Pemuda ini memiliki tinggi 200 meter. Ia menjadi satu-satunya pemuda tertinggi di Desa Rintik. Hobinya berburu dan Menyerahkan hasil buruannya kepada para Lansia untuk di jadikan dendeng untuk menghadapi musim Salju. Setelah diadakannya rapat akhirnya menghasilkan satu kesepakatan kalau Pemuda inilah yang akan menjadi ujung Tombak teror yang menghantui Desa Rintik.

Jumat, 06 September 2013

Novel Mahluk dari Hujan

Bagian  
Satu

Desa Rintik masih di selimuti awan pekat kehitaman sepanjang sore. Menjelang Malam awan hitam itu menurunkan curan hujan yang tiada henti, seoalah hujan itu akan menelan desa Rintik sampai tak tersisa. Desa Rintik terdapat di di belakang bukit cemara. Ada 100 kepala keluarga yang menghuni Desa Rintik. Malam minggu biasanya pertigaan jalan selalu ada beberapa penjual jajanan yang di rebus, seperti jagung rebus, kacang rabus, dan Ubi rebus. pertama, Hujan lebat yang mengguyur desa Rintik telah menelan keriangan kecil anak-anak yang ingin beli panganan tradisional tersebut. kedua, peristiwa aneh yang kerap muncul bila hujan lebat datang menghampiri desa Rintik. Penduduk mulai gelisah ketika seminggu yang lalu di bawah guyuran hujan lebat di waktu senja, seorang penjaga desa di perbatasan melihat seorang laki-laki berpakain serba hitam memasuki Desa Rintik tanpa dapat di cegah. laki-laki tersebut memakai topeng kulit kayu yang di serut. Penjaga Desa di perbatasan seperti terhipnotis ketika laki-laki tersebut lewat 10 meter di depannya. ketika penjaga Desa melaporkan kejadian tersebut kepada Kepala Desa, sang penjaga di temukan tewas sore harinya, terkena jebakan beruang yang ia buat sendiri. sejak kejadian itu maka para penduduk selalu di hampiri perasaan mencekam ketika malam tiba di sertai hujan lebat. ketiga, laki berpakaian hitam dan bertopeng itu tak satupun warga yang menjumpainya.

Sebulan telah berlalu. Malam ini, penduduk Desa Rintik mulai merasakan keanehan yang lebih menakutkan. Bila malam menjelang di sertai hujan lebat. Unggas-unggas mereka selalu ribut dan berteriak. Kambing dan Sapi saling mengembik dan melenguh. Burung Hantu saling bersahutan ramai. Srigala di ujung bukit cemara selalu ribut dan melolong panjang. Hujan lebat tak bisa meredam suara-suara hewan tersebut. Keadaan yang mencekam ini membuat bayi-bayi yang baru lahir tak bisa tidur nyenyak. Anak-anak kecil selalu minta di gendong. Hujan lebat tak bisa membuat damai seluruh penduduk Desa Rintik.

Esok Paginya para pemuda yang kuat dan pemberani berkumpul membentuk lingkaran. Hadir di antara mereka Guru Spiritual, Kepala Desa, dan para sesepuh Desa Rintik. Semuanya mencemaskan nasib desanya yang makin hari makin mencekam. Para warga selalu minta di kawal ketika jelang malam sepulang dari Pasar, atau berbelanja kebutuhan dapur di kota. jarak dari Desa Ke kota memerlukan Waktu 3 hari dengan berkuda. Diskusi mulai hangat dan kuat pendapat kalau perbatasan harus di jaga sepuluh pemuda pemberani sekaligus mahir beladiri. Yang lainnya mengusulkan kalau mendatangkan seorang seorang pemberani dari Kota untuk bisa mengatasi kecemasan para warga.